Penyebab Konyol Runtuhnya Benteng Oranje di Ternate

Benteng Oranje di Kota Ternate, Malut, itu merupakan peninggalan VOC atau Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda yang berdiri pada 1607.

oleh Hairil Hiar diperbarui 23 Agu 2017, 12:01 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2017, 12:01 WIB
Benteng Oranje Ternate
Sebagian dinding Benteng Oranje di Kota Ternate, Maluku Utara (Malut), ambruk, pada Minggu, 20 Agustus 2017. (Liputan6.com/Hairil Hiar)

Liputan6.com, Ternate - Tembok bagian selatan Benteng Oranje di Kelurahan Gamalama, Ternate Tengah, Ternate, Maluku Utara, ambruk sepanjang 24 meter pada Minggu pagi, 20 Agustus 2017. Benteng yang dibangun oleh Cornelis Matelief de Jonge pada 26 Mei 1607 itu rusak total karena adanya pengerjaan revitalisasi di sekitar benda cagar budaya itu.

Proyek revitalisasi yang dikerjakan CV Surya Bangun Persada itu adalah untuk membuat kolam sekaligus pagar yang mengelilingi tembok benteng peninggalan VOC atau Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda tersebut. Sejak 2014, proyek ini sudah dilakukan Pemkot Ternate, kemudian dilanjutkan pada 2017 menggunakan APBD Kota Ternate dengan nilai Rp 1.474.000.000.

Runtuhnya tembok benteng yang pernah menjadi ibu kota Pemerintahan Hindia Belanda sebelum dipindahkan ke Batavia (sekarang Jakarta) itu memicu reaksi sejumlah pihak, di antaranya sejarawan dan pemerhati budaya di Maluku Utara.

Busranto Latif Doa, sejarawan Maluku Utara, menilai kegiatan pekerjaan revitalisasi yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate itu tanpa perhitungan. Dia mengatakan, ambruknya tembok benda cagar budaya itu merupakan akibat kelalaian pemerintah setempat.

"Sehingga mengakibatkan ambruk dan rusaknya salah satu bangunan bersejarah ini," ucap Busranto saat dikonfirmasi Liputan6.com, Selasa, 22 Agustus 2017.

Dia mengimbau Wali Kota Burhan Abdurahman untuk menjadikan peristiwa itu sebagai pelajaran berharga dalam membangun sebuah kota yang bersejarah.

"Semoga kejadian ini bisa menjadi bahan evaluasi Pemkot, dalam hal ini Wali Kota Ternate Burhan Abdurahman dan jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait untuk lebih berhati-hati dalam penataan kota dan membangun kota bersejarah ini," ujar Busranto.

Dengan demikian, ucap dia, Pemkot Ternate dan jajaran terkait tidak asal-asalan membangun karena mengabaikan subtansi aspek kesejarahan dari bangunan bersejarah yang masih tersisa di kota tua timur Indonesia ini.

Sebagian dinding Benteng Oranje di Kota Ternate, Maluku Utara (Malut), ambruk, pada Minggu, 20 Agustus 2017. (Liputan6.com/Hairil Hiar)

Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah (UPTD) Pelestarian Cagar Budaya dan Museum, Rustam Lating, mengemukakan sudah terdapat tanda-tanda bahwa tembok itu bakal ambruk. 

"Sebelum ambruk itu sudah retak duluan. Saya sudah sampaikan ke pelaksana proyek sebaiknya jangan dulu membangun, tetapi itu tidak diindahkan. Sehingga pas hujan deras langsung ambruk," kata Rustam, saat dikonfirmasi Liputan6.com.

Dia menambahkan, seharusnya ada kajian dari pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya atau BPCB Maluku Utara yang memberikan arahan kepada pihak kontraktor terkait batas-batas pengerjaan dan penggunaan alat berat, sehingga tidak merusak Benteng Oranje.

"Namun, itu tidak ada," kata Rustam.

Tak Sesuai Keaslian Cagar Budaya

Benteng Oranje Ternate
Sebagian dinding Benteng Oranje di Kota Ternate, Maluku Utara (Malut), ambruk, pada Minggu, 20 Agustus 2017. (Liputan6.com/Hairil Hiar)

Nur Alam selaku Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Maluku Utara mengaku pihaknya sejak awal tidak setuju dengan pembangunan kolam atau kanal pembatas pagar yang mengelilingi benteng itu. Ia menganggap pembangunan itu tidak sesuai dengan keaslian benda cagar budaya tersebut.

Selain itu, kanal tersebut hanya berfungsi sebagai pertahanan. Sehingga, seharusnya lebih besar dan tidak dalam. "Karena dikhawatirkan mempengaruhi konstruksi bangunan benteng yang sudah tua serta dibangun tanpa menggunakan semen," ujar dia.

Apalagi, pembangunan kolam atau kanal itu menggunakan alat berat. "Yang jelas bila dibangun lagi harus menggunakan bahan-bahan aslinya. Walaupun sebagai perekat (kalau terpaksa) ya bisa saja menggunakan semen, karena dulunya menggunakan kalero dan itu sudah tidak ada lagi," ia menambahkan.

Menurut Nur Alam, bahan-bahan material bagian tembok yang ambruk itu sudah bercampur dengan buatan Portugis, yang kemudian dibangun lagi oleh Belanda.

Sebagian dinding Benteng Oranje di Kota Ternate, Maluku Utara (Malut), ambruk, pada Minggu, 20 Agustus 2017. (Liputan6.com/Hairil Hiar)

"Ini bisa kita lihat dari jenis batunya yang banyak macam di situ," ia menambahkan.

Sementara, pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR) Kota Ternate, Risval Tri Budiyanto, mengatakan pembangunan kanal tidak menyalahi aturan karena disetujui oleh Kepala BPCB yang lama.

Dia mengakui pekerjaan tersebut merupakan paket lanjutan dari pekerjaan penataan dan revitalisasi kawasan benteng tersebut tahun anggaran sebelumnya.

Sejak pembersihan untuk pembangunan kanal pada Juni lalu, lokasi longsor memang sudah retak. "Yang dulunya di lokasi itu ada musala dan rumah-rumah warga, setelah kita bongkar memang sudah retak," tutur Risval.

Namun pada saat itu, musala itu yang menjadi penahan. "Nah, dari retak itu menjadi celah air, sehingga terjadi longsor," kata Risval.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya