Liputan6.com, Yogyakarta - Adik Sultan HB X, GBPH Yudhaningrat, menilai Undang-Undang Keistimewaan (UUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi tidak masuk akal pasca-keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pekan lalu. Ia menyayangkan putusan itu.
Lembar putusan MK menyatakan pasal itu bertentangan dengan UUD 1945, sebab memuat riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak. Sebagian kalangan menganggap pasal itu kontroversial karena diskriminatif dan menyiratkan makna hanya laki-laki yang bisa menjadi gubernur DIY (ditunjukkan dengan riwayat istri).
Pada 2016, sebelas orang yang berasal dari kalangan abdi dalem Keraton Yogyakarta, perangkat desa, pegiat antidiskriminasi dan hak asasi perempuan, serta aktivis perempuan mengajukan uji materi pasal itu ke MK.
"Jika frasa istri dihapus, bisa diartikan Gubenur DIY tidak harus laki-laki, padahal di pasal yang sama juga ada calon gubenur harus raja yang bertakhta," ujarnya, Senin (4/9/2017).
Baca Juga
Advertisement
Ia menjelaskan, gelar untuk Sultan Hamengku Buwono dalam UUK mengacu pada pemimpin di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, yakni ‘Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah’.
"Gelar ini jelas laki-laki dan bukan untuk perempuan," ucap Gusti Yudha.
Ia berkeinginan kakaknya tetap memegang teguh paugeran (aturan). Pasalnya, perubahan paugeran hanya bisa dilakukan raja untuk hal-hal yang tidak mendasar, sedangkan persoalan gelar merupakan hal fundamental.
Ketua DPRD DIY, Yoeke Indra Agung menuturkan untuk tidak tergesa-gesa merevisi Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) walau MK telah menghapus frasa istri dalam Pasal 18 ayat 1 huruf m di UUK DIY.
"Perlu pengkajian mendalam untuk melakukan revisi dan kami akan undang ahli hukum," kata Yoeke.
Ia juga enggan berkomentar adanya kemungkinan gubenur perempuan di DIY. "Masih perlu proses, kami lihat salinan putusannya dulu," tuturnya.
Saksikan video menarik di bawah ini: