September Kelabu bagi Petani Kedelai Cilacap

Para petani kedelai Cilacap biasanya mengandalkan kalender musim Jawa untuk mendapatkan hasil panen terbaik pada September.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 22 Okt 2017, 15:07 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2017, 15:07 WIB
September Paling Muram Petani Kedelai Cilacap
Para petani kedelai Cilacap biasanya mengandalkan kalender musim Jawa untuk mendapatkan hasil panen terbaik pada September. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap – Sangidah (55) tekun membolak-balik tangkai kedelai yang tengah dijemur di halaman depan rumahnya. Sementara, kedelai setengah kering yang tengah ditiriskan menggunung di teras.

Bulir kedelai yang masih bersembunyi di dalam kulitnya itu tidak tampak bernas. Beberapa bagian tak berisi penuh. Bulir yang berceceran di tegel halaman juga banyak yang kempot, alias tidak berbentuk sempurna.

Tiga hari sebelumnya, warga Rejamulya, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap, itu terpaksa memanen dini kedelainya yang ditanam sebagai sela waktu antara masa tanam kedua dan pertama 2017. Seusai panen musim sadon Juli 2017 lalu, sawahnya ditanami kedelai.

Mestinya kedelai itu akan siap panen pada akhir Oktober nanti, bertepatan dengan berakhirnya "mangsan kapat" atau musim keempat dalam "pranata mangsa" atau kalender musim Jawa. Namun, hujan turun bertubi-tubi di daerahnya dan mengakibatkan kedelainya terendam air setengah bulan sebelum usia optimal panen.

"Kalau tidak dicabut nanti busuk, soalnya sudah terendam air," tutur Sangidah, Sabtu, 14 Oktober 2017. Cabut adalah istilah petani lokal untuk menyebut panen kedelai, yang dicabut bersama dengan batang-batangnya.

Akibat panen dini, bulir kedelai pun tak penuh. Bahkan, banyak bulir yang hanya berisi separuh. "Padahal tadinya bagus sekali, Mas," ujarnya.

Selain Sangidah, di area yang sama, puluhan petani lainnya juga terpaka memanen dini kedelai atau jagung yang ditanamnya. Kedelai dan jagung hampir berumur panen sama, yakni antara 100-115 hari. Terhitung sejak awal Juli, seharusnya usia optimal panen tiba pada dasarian akhir Oktober 2017.

Kepala Desa Rejamulya, Kuswandi, menerangkan, dalam kondisi normal, curah hujan tak terlalu tinggi pada Oktober. Berdasarkan ilmu "pranata mangsa" Jawa, Oktober disebut sebagai musim kapat atau musim keempat.

Tandanya, hujan mulai turun tetapi intensitasnya masih terbatas. Musim kapat biasanya justru menjadi puncak panenan palawija, seperti kacang hijau, kedelai, dan jagung.

Faktanya di tahun ini, sejak akhir September lalu sudah turun hujan lebat terus-menerus dan menyebabkan tanaman palawija terendam. Dari data yang masuk, 16 hektare tanaman kedelai gagal panen.

"Kalau setengah bulan lagi, itu sudah bisa dipanen normal. Kalau daun sudah murag (ambrol), kulit-kulitnya itu sudah mulai kuning, itu sudah bagus, jadi sudah tua. Kemarin sih banyak Rejamulya itu banyak," tuturnya.

Kuswandi mengungkapkan, untuk mengurangi kerugian, sebagian petani menjual kedelai muda rebus dengan cara diecerkan sebagai cemilan. Tetapi, hal itu hanya bisa dilakukan dalam jumlah terbatas. Petani yang memiliki lahan lebih luas, tak bisa menjual kedelai dengan cara eceran itu.

Kuswandi menambahkan, selain kedelai, banyak pula jenis palawija lain yang terancam gagal panen. Jagung, misalnya, meski jumlahnya tidak sebanyak tanaman kedelai.

Adapun petani kacang hijau lebih beruntung, sebelum sawah terendam total, sebagian besar sudah memanen kacang hijau yang usia panennya memang lebih pendek.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya