Energi Mandiri PLTMH Terangi Pelosok Indonesia

PT Pertamina membangun turbin PLTMH di Kabupaten OKU Selatan untuk mendukung program pemerintah 35 Ribu Megawatt Listrik untuk Indonesia.

oleh Nefri Inge diperbarui 30 Okt 2017, 20:01 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2017, 20:01 WIB
Energi Mandiri PLTMH Terangi Pelosok Indonesia
Turbin PLTMH yang dibangun PT Pertamina RU III Regional Sumbagsel untuk menghasilkan daya listrik di Dusun 5, Desa Merbau, Kabupaten OKU Selatan (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Ketersediaan listrik masih belum merata ke seluruh kawasan Indonesia, terutama yang berada di pelosok daerah di berbagai provinsi di Indonesia. Kondisi diperparah dengan peningkatan kebutuhan listrik di Indonesia seiring dengan pertambahan penduduk. Disusul dengan bahan bakar dari sumber daya alam (SDA) yang semakin menipis dan tidak dapat diperbarui.

Untuk memenuhi kebutuhan akan aliran listrik ke seluruh pelosok Indonesia, Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi mencanangkan Program "35 Ribu Megawatt Listrik untuk Indonesia" di tahun 2015. Program ini pun menjadi salah satu langkah pemerintah untuk membangun kemandirian energi secara merata. PT Pertamina pun turut andil dalam merealisasikan program ini.

Program yang membidik pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) ini salah satunya menggunakan sistem pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH), yaitu memanfaatkan debit air dari dari aliran sungai, air terjun, dan saluran irigasi.

PLTMH merupakan sistem pembangkit listrik mini yang dapat mengubah potensi air dengan ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga listrik di bawah 500 kWh, dengan mengoperasikan turbin air dan generator.

Sistem pengelolaan debit air ini menjadi salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat pedesaan. Di mana telah banyak diimplementasikan di Indonesia, seperti di Kabupaten Subang, Sleman, Mojokerto, dan Malang.

Menurut data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dikutip di www.lipi.go.id tahun 2008, potensi kelistrikan tenaga air di Indonesia seluruhnya mencapai 75.000 megawatt dan baru terserap 2,5 persen.

Untuk potensi PLTMH bisa mencapai 10 persen dari keseluruhan potensi listrik tenaga air, atau sekitar 7.500 megawatt. Namun, baru dimanfaatkan dengan PLTMH sebesar 60 megawatt.

Berbagai keunggulan PLTMH sendiri, yaitu potensi air yang melimpah, teknologi yang andal dan kokoh, sehingga mampu beroperasi lebih dari 15 tahun, teknologi ramah lingkungan dan terbarukan, serta efisiensi yang tinggi mencapai 70-85 persen.

Masyarakat juga akan termotivasi menjaga lingkungan hutan agar tidak ditebangi sembarangan. Sebab, tanpa cadangan air yang disimpan di hutan, PLTMH sulit beroperasi maksimal.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di tahun 2016, terdapat 12 ribu desa di Indonesia yang belum teraliri listrik dengan baik. Sebanyak 2.915 desa sama sekali belum mendapatkan aliran listrik dan 9.000 desa lainnya hanya bisa menikmati aliran listrik selama 2-3 jam setiap hari.

Kementerian ESDM pun membentuk Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) di tahun 2010 sebagai langkah pemerintah untuk pengembangan EBT pada masa mendatang.

Menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, dengan pendanaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Kementerian ESDM, pembangunan PLTMH di Indonesia terus dijalankan.

"Tahun 2016 sudah terealisasi PLTMH sebanyak 17 lokasi dengan kapasitas total sebesar sekitar 1.094 kW. Serta membangun PLTM kontrak tahun jamak di dua lokasi di Provinsi Papua, yaitu di Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Puncak sebesar 1.700 kW," ujar dia kepada Liputan6.com, Senin (30/10/2017).

Pada semester I tahun 2017, pembangunan PLTMH telah mencapai 173 MW. Dengan demikian, bisa mengaliri listrik ke 9.169 kepala keluarga (KK) di 66 desa, 49 kabupaten di 21 provinsi di seluruh Indonesia.

Aliran listrik tersebut tersebar berbagai provinsi, seperti di Sumatera Utara (Sumut), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Utara (Kaltara), Gorontalo, Sulawesi Selatan (Sulsel), Papua, Nusa Tenggara Barat (NTB), Riau, Sumatera Barat (Sumbar), dan Sulawesi Barat (Sulbar).

"Program ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 7-8 persen dalam lima tahun terakhir. Pemerintah berupaya menargetkan menerangi 2.500 desa yang belum dijangkau oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN)," katanya.

Potensi PLTMH di Indonesia diperkirakan bisa terserap sekitar 19,3 gigawatt dari total potensi energi air mencapai 75 GW. Di mana, sebagian besar pembangunan PLTMH menggunakan sistem turbin crossflow dibandingkan Archimedes, karena lebih efektif untuk memanfaatkan head dan debit sungai di Indonesia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Peran Serta BUMN

Energi Mandiri PLTMH Terangi Pelosok Indonesia
Lokasi pembangunan turbin PLTMH di Dusun 5 Desa Merbau, Kabupaten OKU Selatan, Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Kemandirian energi yang berkeadilan, lanjut Dadan, merupakan tanggung jawab seluruh stakeholder. Beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah turut serta mendukung program EBT.

"Dengan intensif mengembangkan EBT, akan memberikan efek berantai, seperti peningkatan lapangan kerja dan pemanfaatan kandungan lokal,” katanya.

PT Pertamina pun menjadi salah satu BUMN yang memanfaatkan EBT untuk mendukung program "35 Ribu MW Listrik untuk Indonesia". PLMTH ada di beberapa kawasan potensial, seperti di Jawa Barat (Jabar) dan Sumatera Selatan (Sumsel).

Program ini sudah dijalankan oleh Regional Unit (RU) III PT Pertamina Regional Sumselbabel melalui Corporate Social Responsibility (CSR) Desa Energi Mandiri. Turbin PLTMH dibangun di Dusun 5, Desa Merbau, Kecamatan Banding Agung, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Sumsel.

PLTMH Desa Merbau memanfaatkan debit air terjun dari aliran Danau Ranau dengan sistem crossflow. Kehadiran PLTMH ini menjadi jawaban dari kebutuhan masyarakat setempat.

Karena sebelumnya, masyarakat sekitar hanya mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sederhana dengan kapasitas listrik yang kecil.

Turbin PLMH Pertamina mampu menghasilkan daya listrik hingga 10 Kwh, sehingga mampu mengaliri listrik hingga ke 33 rumah di desa tersebut secara gratis. Didampingi para ahli, PT Pertamina juga memberdayakan masyarakat sekitar agar bisa mengoperasikan turbin sendiri.

Program Desa Energi Mandiri ini turut didukung oleh hasil penelitian dosen dan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP).

General Manager Refinery Unit (RU) III PT Pertamina Sumbagsel Djoko Priyono mengungkapkan, desa ini sudah hampir 72 tahun belum dialiri listrik secara maksimal.

"Sebelumnya sudah ada (pembangkit listrik), tapi tidak kontinu. Kami mendesain pembangkit listrik yang handal dengan sistem yang modern, aspek safety juga kita perhatikan, sehingga tidak merepotkan masyarakat sekitar," ujarnya.

Tenaga Mikro Hidro dipilih Pertamina karena sesuai dengan kebutuhan listrik warga sekitar. Program Desa Energi Mandiri ini sudah dimulai sejak awal Januari 2017. Pada bulan Agustus 2017, masyarakat sudah bisa menikmati aliran listrik selama 24 jam melalui turbin PLTMH.

Berthyan Ikra, Engineering RU III PT Pertamina Regional Sumbagsel mengungkapkan, kebutuhan listrik masih berada di rata-rata 6-8 Kwh. Sistem pengoperasiannya juga akan dikontrol oleh petugas selama 24 jam.

"Pada sore hari, bebannya meningkat karena warga baru menggunakan listrik di sore hingga malam hari. Jika tidak dialiri, beban listrik akan ditampung di alat Ballast Load Transfer (BLT), sehingga tidak ada energi yang terbuang dan bisa digunakan lagi," katanya.

Air terjun di Dusun 5 ini mempunyai ketinggian hingga 20 meter yang diolah dengan runner, yaitu bagian turbin yang berputar, dengan diameter runner sebesar 9.22 m, lebar 100 mm, efisiensi turbin hingga 74 persen dan efisiensi generator sebesar 92 persen.

Sedangkan volume air bisa mencapai 80,5 liter per detik dengan daya turbin sebesar 11 kWh dan power output mencapai 10,75 kWh. Turbin ini juga menggunakan alat Digital Load Control (DLC) yang mampu mengatur transfer beban listrik ke rumah warga.

"Alat ini baru pertama kali digunakan di Pulau Sumatera. Namun, sudah sukses beroperasi sejak tahun 2006 di Pulau Jawa, seperti Cirebon dan Kuningan, Jawa Barat," ucapnya.

Program Desa Energi Mandiri Pertamina ini juga mendapat respons baik dari Pemerintah Daerah (Pemda) OKU Selatan. Wakil Bupati OKU Selatan Sholehien Abuasir mengatakan fasilitas listrik ini sangat bermanfaat untuk warga Desa Merbau.

"Kerja sama seperti ini agar dapat ditingkatkan, sehingga manfaatnya akan meningkat untuk masyarakat di Kabupaten OKU Selatan," katanya.

Zulkifli Saleh, Peneliti PLTMH sekaligus Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) mengungkapkan, potensi PLTMH di air terjun Dusun 5, Kabupaten OKU Selatan sudah ditemukan oleh mahasiswanya sejak tahun 2012 lalu.

Dengan debit air 200 meter per detik dan tinggi jatuh air efektif sekitar 12,5 meter, PLTMH yang dibangun diprediksi bisa menghasilkan daya listrik melebihi 10 kWh dan bisa disalurkan ke 60 KK.

"Kita sudah meneliti bahkan saat musim kemarau, debit airnya sangat baik, bahkan di musim hujan," ujarnya.

Pemasangan turbin PLTA sederhana sebelumnya, tidak memperhatikan sistem pertanahan atau grounding. Sehingga potensi PLTA rusak tersambar petir pun sangat tinggi. Pihaknya lalu memasang Miniature Circuit Breaker (MCB) sebagai pengaman alat turbin PLTMH.

Suasana rumah warga Dusun 5, Desa Merbau, Kabupaten OKU Selatan Sumsel yang tidak menggunakan listrik di siang hari (Liputan6.com / Nefri Inge)

Menurut Sriyati (48), warga Dusun 5, Desa Merbau, mereka sudah menggunakan turbin dari swadaya masyarakat sejak 2007. Para warga harus merogoh dana hingga terkumpul Rp 30 juta. Pada 2011, mesin turbin diganti yang lebih bagus oleh mahasiswa UMP.

"Dengan turbin baru dari Pertamina ini, kita harapkan bisa memenuhi kebutuhan listrik warga di Desa Merbau seluruhnya. Bantuan ini juga meringankan beban kami karena bisa dipakai secara gratis," katanya.

Untuk saat ini, mereka hanya menggunakan aliran listrik di malam hari saja. Karena banyaknya aktifitas di luar rumah, seperti bercocok padi, sayur dan kebun kopi. Masyarakat sekitar juga tidak banyak menggunakan peralatan elektronik, selain televisi, radio dan lampu.

Dewi, guru SD Negeri Merbau juga mengharapkan adanya aliran listrik ini juga dapat menambah fasilitas di sekolah.

"Di sekolah kami belum ada penerangan, jadi listriknya harus menyambung dari warga. Bantuan seperti ini juga sangat dibutuhkan sekolah, agar memudahkan para murid untuk belajar," tutur dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya