Liputan6.com, Ambon - Ratusan warga di sejumlah desa yang ada di pesisir pantai Pulau Ambon, tepatnya di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, masih mengungsi di dataran tinggi pasca-gempa beruntun yang mengguncang Ambon, Selasa, 31 Oktober 2017.
Dengan beralas tikar beratap terpal, warga membangun tenda-tenda seadanya untuk bermalam bersama sanak keluarga mereka. Warga sangat trauma dengan gempa beruntun waktu itu.
Sam Hatuina, salah satu warga Desa Seith mengaku sudah tiga hari menginap di hutan yang lokasinya cukup tinggi bersama sebagian besar warga desa lainnya. Keputusan warga untuk bermalam di hutan dipengaruhi isu akan terjadinya tsunami.
Advertisement
Baca Juga
"Sampai sekarang masih bermalam, banyak yang takut tidur di desa saat malam hari," kata Sam, Sabtu, 4 November 2017.
Warga masih enggan kembali ke rumah masing-masing di malam hari walau pihak berwewenang telah menyampaikan bantahan soal akan adanya tsunami pasca-gempa.
"Pemerintah desa sudah memberikan klarifikasi dari pihak BMKG, tapi warga masih trauma. Mereka belum mau kembali ke rumah. Keluarga saya pun masih di hutan," ucapnya.
Dari letak geografis, Desa Seith memang berhadapan dengan laut lepas. Begitu pula dengan Desa Hila dan Desa Wakal. Dengan posisi tersebut, sebagian besar warga yang tinggal di kawasan itu hingga sekarang masih mengungsi.
Anggota DPRD Kabupaten Maluku Tengah, Said Fatta menyatakan, efek gempa pada waktu itu cukup membuat warga sangat trauma. Upaya pemulangan warga ke desa masing-masing sudah diadakan pihak terkait tapi belum membuahkan hasil maksimal.
"Informasi yang menyebutkan bahwa tidak akan adanya tsunami sudah di sampaikan, tapi banyak yang masih trauma dan tak mau kembali ke rumah mereka," ujar Siad.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Hoax Berseliweran
Komisi A DPRD Maluku mendesak Polda setempat bisa mengungkap setiap penyebar hoax di media sosial tentang isu gempa susulan dan tsunami hingga meresahkan masyarakat menyusul gempa beruntun yang mengguncang Ambon, beberapa hari lalu.
"Sudah dua hari warga dihebohkan dengan guncangan gempa tektonik, namun masih saja ada oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan situasi dengan menyebar berita bohong lewat media sosial," kata Ketua komisi A DPRD Maluku, Melkias Frans di Ambon, Kamis, 2 November 2017, dilansir Antara.
Berbagai berita bohong yang disebarkan berupa isu adanya gempa susulan selama beberapa menit atau jam ke depan dengan kekuatan yang jauh lebih besar hingga adanya ancaman gelombang tsunami.
Menurut dia, penyebaran berita yang tidak dijamin kebenarannya ini dilakukan para pelaku dengan mengunggah foto-foto bangunan yang rusak di kota lain akibat gempa bumi lalu disebarkan ke masyarakat seakan-akan kejadiannya di Kota Ambon.
Dia mencontohkan foto bangunan RS Siloam di Sumatera Selatan yang rusak akibat gempa bumi tetapi dijelaskan terjadi di Pulau Ambon, atau foto jalan raya yang retak di luar negeri tetapi dibilang terjadi di Ambon.
Mirisnya lagi, kata Melkias Frans, ada penyebaran berita bohong menyangkut gempa tektonik yang membawa-bawa nama Sekretaris Kota Ambon, Anthony Gustav Latuheru.
"Beruntung Sekot sudah membuat klarifikasi resmi kepada masyarakat kalau dirinya tidak melakukan penyebaran hoax, tetapi yang jelasnya Polda harus mengusut tuntas para pelaku," katanya.
Penyebaran berita bohong itu membuat warga menjadi panik dan meninggalkan rumah mereka sehingga peluang ini bisa dimanfaatkan para pencuri. Maka itu, DPRD mendesak agar penyebarnya harus diusut dan diproses hukum agar bisa menimbulkan efek jera.
Advertisement