Liputan6.com, Serang - Kumpulan buku sihir, buku ramalan, dan tujuh buah buku karangan pribadi disita oleh polisi dari rumah terduga penyebar aliran sesat di Kampung Gadog, Desa Cikadu, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Pandeglang, Banten.
"Sedang kami dalami. Nama padepokannya Ki Ngawur Permana. Pengikutnya tidak ada (yang diamankan)," kata AKB Zaenudin, Kabid Humas Polda Banten, Kamis (30/11/2017).
Baca Juga
Selain itu, dari kediaman MH dan ND yang dijadikan sebuah padepokan bernama Ki Ngawur ini, polisi menyita proyektor, infocus, metal detector, handycam, CPU, dan Ipad Apple.
Advertisement
"Suami istri kegiatan sehari-harinya penulis. Masih didalami," terangnya.
Suami istri asli Jakarta itu telah menetap di Kabupaten Pandeglang belum sampai lima tahun. Mereka ditangkap polisi, TNI, aparatur kecamatan dan masyarakat pada Minggu malam, 26 November 2017 kemarin.
Polisi pun meminta agar warga tak melakukan sweeping maupun main hakim sendiri terhadap orang yang diduga menjadi pengikutnya. Namun harus segera melapor ke pihak polisi maupun MUI setempat.
"Baru kitab sihir itu saja. Sementara diduga karangan pelaku, masih didalami," jelasnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Warga Gerebek Markas Aliran Aneh di Banten
Sebelumnya sebuah rumah di Kampung Gadog, Desa Cikadu, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Pandeglang, Banten, digrebek warga dan aparat polisi, Selasa, 28 November 2017. Diduga, rumah itu menjadi lokasi penyebaran aliran sesat.
Pemilik berinisial MH dan ND mengklaim, rumahnya menjadi tempat bertemunya manusia dengan malaikat. "Dugaan kami aliran sesat," kata Dedi Taftjani, Camat Cibitung.
Dedi mengatakan, ada cara pandang berbeda yang dianut para pengikut di rumah itu. Mereka menilai, saat mengucapkan kalimat syahadat, maka fisik Tuhan semata-mata harus hadir di sana.
"Terkait syhadatan, dia (pengikutnya) menilai Allah itu harus berwujud. Ini kan berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat," katanya.
Sementara ini belum diketahui secara pasti bagaimana detail ajaran yang diduga sesat itu. Masyarakat baru mengetahui ajaran itu lewat media sosial Facebook.
"Intinya mereka menuntut fisik Allah. Kalau Allah tidak hadir saat mengucapkan syahadat, maka mereka tidak yakin," jelasnya.
Â
Advertisement
Penggerebekan Berlangsung Kondusif
Dedi menambahkan, penggerebekan itu berlangsung secara kondusif. Warga dikawal ketat oleh aparat. Sebab aparat dan pemerintah desa tak ingin kejadian berdarah Cikeusik beberapa tahun lalu, terulang kembali.
"Pernah terjadi pembantaian massal akibat adanya aliran sesat kayak gitu," ujarnya menambahkan.
Kini, pasutri pemilik rumah sekaligus pengajar aliran diduga sesat itu, dibawa ke Mapolres Pandegalang untuk dimintai keterangan. Selain itu, keduanya diamankan untuk menghindari amukan warga.
"Kita sedang interogasi, biar warga tidak kembali lagi ke sana," kata Kompol Nurahman, Wakapolres Pandeglang.
Medio 2011, tragedi berdarah pernah terjadi di Cikeusik, terkait paham Ahmadiyah. Tragedi yang terjadi pada Minggu, 6 Februari 2011, sekitar pukul 10.00 WIB itu mengkibatkan tiga orang meninggal dunia.