Liputan6.com, Makassar - Kelompok Naqsabandiyah Kholidiyah versi Der Moga yang berada di Kepulauan Pammantauang, Desa Pammas, Kecamatan Liukang Kalmas, Pangkep, dinyatakan sesat sejak 2014 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat.
Namun, kelompok itu masih juga eksis di pulau tersebut. Jumlah anggota kelompok yang masih bertahan diperkirakan mencapai 30 orang. Mereka kerap kucing-kucingan jika ada aparat mendatangi wilayah tersebut.
"Ada sekitar 30 orang anggotanya, cuma kalau kita ke sana, mereka tahu dan menghindar, enggak ada di pulau itu, kita cari enggak ada," kata Wakil Bupati Pangkep Syahban Sammana, Selasa, 24 Oktober 2017.
Advertisement
Kelompok tersebut memanfaatkan kondisi geografis pulau yang terpencil. Menurut Syahban, Kabupaten Pangkep yang terdiri dari 70 persen wilayah perairan menyulitkan pengawasan intensif aparat keamanan.
Butuh waktu dua hari dua malam untuk bisa mencapai pulau tersebut menggunakan perahu kayu. Luasnya jarak dan medan yang sulit ditempuh menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam mengawasi kegiatan kelompok yang dinyatakan sesat tersebut.
Baca Juga
"Saya mengajak mereka supaya kembali ke jalan yang benar. Kita juga tidak memaksakan mereka, tapi jangan sampai paham ini keluar," kata dia.
Pernyataan senada dilontarkan Kapolres Pangkep AKBP Edy Kurniawan di sela-sela FGD Kontraradikalisasi, Selasa lalu. Meski begitu, polisi berupaya mengawasi kelompok Der Moga secara intensif. Apalagi pada 2016, kelompok tersebut kembali melakukan kegiatan yang meresahkan masyarakat usai dinyatakan sesat.
"Dari polsek khusus untuk operasi intelijen kita, kita sudah sampaikan untuk memonitor, karena bukan hanya itu saja. Terkadang juga ada letupan-letupan kecil dari masyarakat yang mengaku nabi dan sebagainya," kata dia.
Ketua MUI Pangkep, KH Abdul Waqi Murtala menjelaskan label sesat disematkan kepada mereka lantaran ajarannya tidak sesuai dengan syariat Islam. Padahal, mereka mengaku beragama Islam.
Kelompok tersebut terlalu mengkultuskan gurunya Der Moga Muhammad Syukur. Bahkan saat melaksanaan salat, mereka diharuskan mengingat gurunya tersebut.
"Kalau salat itu foto gurunya diletakkan di depannya, baru di situ salat. Katanya, gurunya jadi perantara," ujar Waqi.
Keberadaan kelompok itu terungkap berdasarkan laporan dari masyarakat yang resah. Polisi bersama pemerintah setempat dan tokoh agama lantas mendatangi lokasi, hingga akhirnya kelompok tersebut dinyatakan sesat melalui fatwa MUI.
"Akhir-akhir ini, sudah tidak lagi (pertemuan dan aktivitas menyimpang). Dulu sebelum dikeluarkan fatwa itu masih," kata dia.
Saksikan video pilihan berikut ini: