Liputan6.com, Ternate - Cengkih menjadi komoditas penting warga Maluku Utara, termasuk Ternate, sejak lama. Jika tak percaya, Anda bisa melihat saksi hidupnya yang berada di bawah kaki Gunung Gamalama.
Dua pohon cengkih besar yang diyakini sebagai yang tertua di dunia masih berdiri tegak. "Pohon tertua pertama sudah punah. Sekarang tinggal dua," kata Jauhar Arif, Ketua RT 10, Desa Tongole Aer Tege-tege, Kelurahan Marikrubu, Minggu, 3 Desember 2017.
Keberadaan pohon cengkih tertua yang disebut Cengkeh Afo itu diyakini bisa menarik perhatian pengunjung. Indikasinya sudah mulai terlihat.
Advertisement
Untuk memaksimalkan peluang itu, sebanyak 44 kepala keluarga dan pemuda Desa Tongole yang menetap di Kompleks Aer Tege-tege, Kelurahan Marikrubu, Ternate Tengah, Ternate, Maluku Utara, membentuk Cengkeh Afo dan Gamalama Spices Community.
Sebelum komunitas itu terbentuk, adalah seorang pria berusia 43 tahun asal Maluku bernama Kris Syamsudin yang menyiapkan ide awal. Ia turut pula membantu melestarikan pohon Cengkeh Afo agar bisa menjadi tujuan wisata yang layak dikunjungi.
Advertisement
Baca Juga
"Kami dibantu oleh Pak Kris, baik konsep dan model pengembangan tempat-tempat yang akan menjadi lokasi berteduhnya wisatawan lokal dan luar negeri," kata dia.
Kris Syamsudin adalah seorang aparatur sipil negara (ASN) Dinas Pariwisata Provinsi Maluku Utara yang bertugas di Sofifi. Lelaki itu dikenal ulet dalam membuat konsep pariwisata di tempat ia bekerja.
Kris Syamsudin saat disambangi Liputan6.com mengatakan, ide melestarikan pohon cengkih tertua di dunia itu berawal dari keinginan warga desa setempat.
"Yang kebetulan bersamaan dengan keinginan saya, itu saat melihat keberadaan Cengkeh Afo tersebut. Rugi kalau tidak dikembangkan menjadi destinasi wisata," kata Kris di area Festival Kora-Kora, Ternate, Sabtu, 2 Desember 2017.
Kris mengemukakan, dirinya tidak sendiri. Ia juga dibantu warga Tongole, mahasiswa Arsitektur Fakultas Teknik, dan D3 Pariwisata Unkhair Ternate mendesain konsep wisata agar seluruh dunia bisa datang melihat Cengkih Afo.
"Saya bertugas mendampingi warga untuk mengangkat destinasi ini lebih dikenal lagi, supaya lebih dilihat oleh wisatawan domestik dan mancanegara," kata Kris.
Â
Â
Wisata Berbasis Pemberdayaan Warga
Kris mengatakan keberadaan pohon cengkih tertua itu menjadi bukti sejarah akan kejayaan rempah-rempah Maluku kala itu. Untuk mengoptimalkan pengalaman pengunjung, mahasiswa arsitektur sedang menyiapkan desain sejumlah fasilitas pendukung, seperti warung makan, dapur, dan toilet milik warga Desa Tongole.
Di sisi lain, mahasiswa D3 Pariwisata mengembangkan SDM, dengan menyiapkan tenaga guide untuk anak-anak muda Desa Tongole. Menurut Kris, hal itu perlu disiapkan demi kenyamanan pengunjung baik lokal maupun mancanegara.
"Jadi memang idenya dari masyarakat dan yang mengelola sendiri nantinya adalah masyarakat," ujar Kris.
Selain melestarikan kawasan Cengkeh Afo sebagai daerah tujuan wisata di kota berjuluk Bahari Berkesan, Maluku Utara itu, mama-mama yang berasal dari Desa Tongole Aer Tege-tege, juga diajarkan membuat kuliner berbahan rempah.
"Di kawasan destinasi ini nanti dibuka tempat selfie, warung-warung kopi dan makanan berbahan rempah-rempah asli Ternate, misalnya kopi rempah, teh cengkih, dan makanan tradisional lainnya," Kris menambahkan.
Norma Badu, salah satu juru masak makanan khas mama-mama di Cengkeh Afo, mengatakan pembuatan makanan tradisional itu memakai bambu lalu dibakar sampai matang. "Ini yang akan menjadi keunikan di tempat kami," kata dia.
Norma berharap dirinya bersama warga setempat, pemerintah bisa melibatkan mereka perihal pelatihan-pelatihan kewirausahaan. "Terutama soal penampilan makanan bisa lebih menarik," kata Norma lagi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement