Keren, Limbah Sawit Bisa Jadi Pupuk Organik Beromzet Rp 1 Miliar

Sawit yang sudah berumur lebih dari 20 tahun dimanfaatkan untuk bahan pupuk organik beromzet miliaran rupiah.

oleh Bangun Santoso diperbarui 12 Des 2017, 12:30 WIB
Diterbitkan 12 Des 2017, 12:30 WIB
Pupuk organik dari limbah sawit
Kelompok tani Mekar Jaya di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi bisa memproduksi pupuk organik dari limbah sawit hingga seribu ton perbulan. (Liputan6.com/B Santoso)

Liputan6.com, Jambi - Sawit adalah salah satu komoditi utama bagi sebagian petani di Jambi. Seiring waktu, rata-rata umur pohon kelapa sawit di beberapa daerah di Jambi sudah lebih dari 20 tahun. Sehingga memerlukan peremajaan yang cukup lama hingga bisa berproduksi kembali.

Proses persiapan peremajaan inilah yang menjadi masalah bagi sejumlah petani. Sebab, ada jeda dua sampai tiga tahun hingga pohon sawit bisa berbuah dan di panen. Para petani harus memutar otak untuk mencari sumber pendapatan tambahan selama proses peremajaan itu.

"Untuk persiapan proses peremajaan itu, kami mencoba mencari alternatif pendapatan dengan memproduksi pupuk kompos dari limbah sawit," ujar Supari, salah seorang warga Desa Dataran Kempas, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), Provinsi Jambi, Selasa (12/12/2017).

Menurut pria yang juga ketua Kelompok Tani Mekar Jaya ini, dengan anggota 30 orang, kelompok tani Mekar Jaya bisa memproduksi pupuk kompos atau pupuk organik hingga seribu ton per bulan. Omzetnya lumayan, bisa mencapai Rp 1 miliar.

Ia menjelaskan, pada proses pembuatan pupuk kompos, petani terlebih dahulu mengumpulkan limbah sawit. Salah satunya adalah pelepah pohon sawit. Pelepah sawit kemudian dihancurkan hingga halus menggunakan mesin penghancur. Untuk kemudian dicampur dengan kotoran sapi.

"Ini sebenarnya konsep pemanfaatan limbah terpadu," ucap Supari.

Hasil pupuk organik ciptaan kelompok tani Mekar Jaya kemudian dipasok untuk memenuhi kebutuhan pupuk PT. Wira Karya Sakti (WKS). PT WKS (Sinar Mas Group) adalah salah satu perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Provinsi Jambi.

"Awalnya kami diberi bantuan dari perusahaan Rp 150 juta untuk pupuk kompos ini. Selain perusahaan, banyak juga warga yang memanfaatkan pupuk kompos buatan kami," ujar Supari menjelaskan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Desa Peduli Api

Masyarakat Peduli Api
Sekelompok warga yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Api diberikan pelatihan menghadapi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). (Liputan6.com/B Santoso)

Desa Dataran Kempas merupakan salah satu desa di Jambi yang masuk sebagai Desa Peduli Api. Bencana besar kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2015 lalu mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi mendesak sejumlah perusahaan di Jambi menciptakan konsep Desa Peduli Api.

Sejumlah desa yang berdekatan dengan konsesi perusahaan perkebunan dan HTI harus digandeng dan masuk program Desa Peduli Api.

Menurut Supari, wilayah desanya memang berdekatan dengan wilayah konsesi PT WKS. Selain diajarkan bagaimana menghadapi karhutla, masyarakat desa juga diberi bantuan serta pemahaman bagaimana bercocok tanam holtikultura, peternakan, perikanan hingga mengolah limbah menjadi pupuk organik.

"Jadi perusahaan memberikan fasilitas dari hulu ke hilir. Seperti penyediaan alat, benih, pendampingan hingga pemasarannya," ujar Direktur APP-Sinar Mas, Suhendra Wiriadinata.

Menurut Suhendra, APP-Sinar Mas menyiapkan dana bergulir hingga 10 juta USD untuk pembentukan 500 desa peduli api di sekitar konsesi perusahaan yang ada di Sumatera dan Kalimantan.

500 desa peduli api itu tersebar di lima provinsi. Di antaranya ada di Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

Untuk menjalankan program desa peduli api, group Sinar Mas menggandeng Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) untuk menggali potensi unggulan desa sebagai solusi masalah ekonomi sosial dan lingkungan antara perusahaan dengan masyarakat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya