Ritual Sakral Warga Banyumas untuk Gunung Slamet di Hari Bumi Sedunia

Di Hari Bumi Sedunia Ini, Karisem bersama ratusan warga Sokawera Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah menggelar ritual mengarak dan rebutan gunungan gula dan menanam 10 ribu pohon

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 22 Apr 2018, 17:00 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2018, 17:00 WIB
Warga Sokawera, Banyumas membawa ribuan bibit pohon ke bukit Wana Pramuka, lereng Gunung Slamet di hari bumi sedunia. (Foto: Liputan6.com/ Muhamad Ridlo)
Warga Sokawera, Banyumas membawa ribuan bibit pohon ke bukit Wana Pramuka, lereng Gunung Slamet di hari bumi sedunia. (Foto: Liputan6.com/ Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Bagi Karisem, gemericik air di antara naungan pepohonan di selatan lereng Gunung Slamet adalah nadi hidupnya. Pada peringatan Hari Bumi Sedunia ini, ia ingin sedikit bersedekah untuk alam yang telah memberinya kehidupan.

Perempuan berusia 60-an tahun ini adalah bagian dari ribuan warga lereng Selatan Gunung Slamet yang akrab dengan hijaunya pohon, ayunan pucuk meranti atau mahoni, dan elang-elang Jawa yang menguik.

Namun, belakangan ini, mereka gundah, Gunung Slamet tak lagi asri seperti 10, 20, atau 30 tahun lampau. Gunung terbesar di Jawa ini tampaknya mulai merana.

Pepohonan ditebang, bersulap menjadi lahan pertanian. Hutan lindung, berubah menjadi hutan produksi. Lereng-lereng curam pun, kritis tanpa penahan longsor atau penghadang banjir bandang berupa pohon-pohon.

Di Hari Bumi Sedunia Ini, Karisem bersama ratusan warga Sokawera Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah menggelar ritual mengarak dan rebutan gunungan gula dan menanam 10 ribu pohon pete dan jengkol di bukit Wana Pramuka.

“Tujuannya supaya hutannya hijau, tidak kekurangan air,” Karisem menuturkan, Minggu, 22 April 2018. Tangannya menggenggam bibit pohon pete yang akan ditanam pada peringatan Hari Bumi Sedunia.

Pesan Luhur Di Balik Gunungan Gula di Hari Bumi Sedunia

Warga Banyumas berebut gunungan gula memperingati hari bumi sedunia. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Warga Banyumas berebut gunungan gula memperingati hari bumi sedunia. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Secara total, ada 10 ribu bibit pohon yang ditanam kali ini. Pohon akan ditanam di lahan-lahan kritis atau minim naungan.

Sebelum penanaman pohon, warga mengarak gunungan gula dari Sokawera menuju bukit Wana Pramuka. Sesampai di sana, mereka menggelar doa-doa dan berebut gunungan ini.

Gunungan terdiri dari hasil bumi, seperti kangkung, cesin, sawi dan kacang. Hasil bumi menggantung di bagian bawah gunungan. Adapun gula diletakkan di pucuk gunungan.

Ada pesan terselubung di balik tata letak gunungan. Hijau hasil bumi adalah perlambang lestarinya hijau. Adapun gula-gula di bagian atas adalah manisnya hidup bagi umat manusia.

"Jika alam lestari, maka kehidupan masyarakat sejahtera, tenteram," pemrakarsa acara yang juga Direktur Argowilis Institute Muhamad Toha, menjelaskan.

Apalagi, ratusan warga Sokawera memang berprofesi sebagai penyadap nira atau pengrajin gula kelapa. Kelestarian alam, adalah segalanya buat mereka.

Kenapa Ribuan Bibit Jengkol dan Pete yang Ditanam?

Anak-anak pun turut ambil bagian dalam penanaman pohon dalam rangka memperingati hari bumi sedunia. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Anak-anak pun turut ambil bagian dalam penanaman pohon dalam rangka memperingati hari bumi sedunia. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Pemilihan dua jenis bibit pohon, yakni pete dan jengkol juga bagian dari rencana jangka panjang konservasi. Sekali tanam, dua manfaat sekaligus didapat.

Jengkol dan pete yang berkayu dan berakar kuat bermanfaat dari sisi konservasi. Kelak, delapan atau 10 tahun lagi, saat pohon mulai berbuah, warga mendapatkan hasilnya. Panen bisa dijual sebagai tambahan penghasilan.

Sisi konservasi akan selaras dengan kepentingan ekonomi ratusan warga yang tinggal di lereng Gunung Slamet, terutama Warga Sokawera. Warga yang menanam dan merawat, juga akan dirawat oleh pohon-pohon ini.

Menurut Toha, saat ini banyak area di lereng selatan Gunung Slamet yang berada dalam situasi kritis. Hutan telah berubah menjadi lahan pertanian atau menjadi hutan produksi. Sebab itu, perlu dukungan seluruh pihak untuk mengembalikan hutan sebagaimana fungsinya.

"Masyarakat menanam bersama-sama seluruh warga masyarakat yang berada di Sokawera, dan juga dengan teman-teman kepolisian, dan juga pelajar dan mahasiswa yang ada di Banyumas ini," dia menjelaskan.

Tonton video menarik di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya