Liputan6.com, Batam - Matahari mulai meninggi, pagi pun beranjak pergi. Derungan mesin perahu motor terdengar di tepi Pelantar, Pulau panjang, siap mengantarkan penumpang carteran menyusuri pulau kecil di kawasan Perairan Galang dan Rempang, Batam.
Dari jauh terlihat sosok perempuan berkerudung biru menenteng kardus. "Kita berangkat ke Pulau Karas Bang, obat di sana habis," kata perempuan itu kepada pengemudi perahu motor, Sabtu siang, 21 April 2018.
Raja Putri Rahmadina (30), yang biasa disapa Dina, merupakan seorang bidan yang sudah tiga tahun lebih tinggal dan mengabdi di Pulau Panjang, Kecamatan Bulang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Advertisement
Baca Juga
Ia hidup terpisah dari suami dan anak semata wayangnya yang berada di Tanjung Batu, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Dina bekerja sebagai satu-satunya bidan di pulau yang hanya berpenghuni sekitar 60 kepala keluarga itu.
"Terkadang bergantian suami yang datang menjenguk, anak pun begitu. Kadang bersama ayahnya, kadang sama saya," kata Dina kepada Liputan6.com.
Selama mengabdi, Dina tak hanya membantu persalinan, tetapi juga harus mengantar obat ke sejumlah puskesmas dengan menyeberang dari pulau ke pulau diantar perahu motor langganannya. Semua usahanya dibayar dengan honor sekitar Rp 2 juta per bulan.
Pengabdian Dina dimulai saat ia menjadi aktivis kesehatan pada 2010 di Tanjung Batu. Ia lalu mendaftar sebagai pegawai honorer di Provinsi Kepri pada 2011 dan diterima sebagai bidan. Ia lalu ditempatkan di Pulau Panjang, di seberang Jembatan 2 Barelang.
Â
Â
Berteman dengan Mak Novet
Dina dihormati masyarakat. Sikap ramah dan supelnya membuatnya mudah diterima warga. Bahkan, dukun beranak di kampung juga menyambutnya dengan sukacita.
Mak Novet, nama dukun beranak itu, menyebut Dina sebagai anak yang baik, tahu sopan santun, menghormati orang tua. "Ia anak yang sopan, mengetahui tata krama," katanya.
Menurut Mak Novet, kehadiran Dina sebagai bidan membantu tugasnya sebagai dukun beranak. Dina dan Mak Novet bahkan sering bekerja sama ketika ada warga yang sakit atau melahirkan. Sebelumnya, warga setempat hanya mengobati penyakit dengan obat-obatan herbal yang diambil dari sekitar rumah.
Mak Novet mengatakan tak merasa tersaingi atas kehadiran Dina. "Walaupun sudah ada bidan, masyarakat terkadang masih banyak datang ke rumah untuk berobat dan bersalin," ucap tetua kampung itu.
Mereka tetap menghormati kebiasaan satu sama lain, termasuk hal tabu yang diyakini. Misalnya, dilarang menyapa atau menegur ketika Mak Novet sedang membawa ari-ari dari pasien melahirkan yang ia tangani karena menurutnya akan berdampak kurang baik bagi kehidupan bayi kelak.
Di sana, Dina menghadapi tantangan sarana dan prasarana yang belum memadai. Seringkali, pasien yang butuh dirujuk ke rumah sakit besar terkendala transportasi dan peralatan medis yang kurang memadai.
Dina berharap pemerintah mau peduli atas kondisi masyarakat pulau, khususnya Pulau Panjang, dengan mewujudkan janji mereka. Termasuk, penyediaan sarana penerangan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement