Liputan6.com, Indramayu - Suasana sepi dan hening terasa di setiap ruang kelas SDN Cibeber, Desa Cibeber, Kecamatan Sukagumiwang, Kabupaten Indramayu Jawa Barat.
Tidak ada suara gaduh dalam setiap aktivitas belajar mengajar di sekolah tersebut. Bukan tanpa sebab, heningnya aktivitas belajar mengajar karena diketahui minimnya jumlah siswa.
Pantauan di lokasi, enam bocah berseragam putih merah tampak asyik menggoreskan pensil warna pada sehelai gambar yang ada di atas meja mereka. Sementara seorang guru muda, berdiri di depan kelas dan memerintahkan para siswanya itu untuk menuliskan nama masing-masing pada gambar yang telah selesai diwarnai.
Advertisement
Baca Juga
"Di sini kebanyakan minat warga sekolah di Madrasah Ibtidaiyah," kata Kepala Sekolah SDN Cibeber Indramayu Bagyana, Senin (10/9/2018).
Suasana sepi di dalam ruang kelas pun tak hanya terlihat di ruang kelas satu, melainkan di lima kelas lainnya di sekolah tersebut. Dia mengaku, kelima kelas yang lain juga memiliki jumlah siswa yang minim.
Dia menyebutkan, secara keseluruhan jumlah siswa di SDN Cibeber Indramayu sebanyak 42 siswa. Terdiri dari sembilan siswa kelas 2, lima siswa di kelas 3, sembilan siswa di kelas 4, lima siswa di kelas 5, dan delapan siswa di kelas 6.
"Minatnya memang rendah sejak beberapa tahun kemarin," ujar dia.
Padahal SDN Cibeber merupakan satu-satunya SD Negeri di desa Cibeber, Kabupaten Indramayu. Dua sekolah lainnya yakni MI berstatus swasta.
Bagyana mengatakan, di sekolah tersebut terdapat empat guru PNS dan empat tenaga sukarelawan. Ironisnya, selama sekolah berdiri, para tenaga pengajar terus berusaha mencari siswa.
"Padahal sekolah di sini gratis," kata Bagyana.
Dia bersama tenaga pengajar lain tak lelah melakukan sosialisasi ke masyarakat. Mengumpulkan semua stakeholder mulai dari tingkat RT dan RW, mengajak para orang tua agar menyekolahkan anak-anak mereka ke SDN Cibeber Indramayu.
Sayang, hingga saat ini usaha yang mereka lakukan belum membuahkan hasil yang diharapkan.
Fasilitas Hingga Toilet
Tak hanya minim jumlah siswa, Bagyana mengaku fasilitas di sekolah tersebut tidak memiliki fasilitas lengkap, salah satunya fasilitas toilet.
Dia mengatakan, para siswa termasuk guru harus pulang ke rumah masing-masing jika ingin ke toilet. Kondisi ini, diakui menjadi salah satu penyebab minimnya warga menyekolahkan anak.
"Kerusakan bangunan terutama pada plafon terlihat dimana-mana. Plafon di sepanjang lorong sekolah itu berlubang dimana-mana," kata dia.
Kondisi serupa juga terlihat pada plafon di setiap ruang kelas. Dinding yang gompel terlihat di sejumlah titik di dalam ruang kelas.
Dia mengatakan, SDN Cibeber hanya memiliki lima ruang kelas. Dari jumlah itu, empat kelas difungsikan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar.
"Karena jumlah kelas tidak cukup, terpaksa ada kelas yang harus bergantian," ujar dia.
Sedangkan satu ruang kelas lainnya, difungsikan sebagai ruang guru yang digabung dengan ruang kepala sekolah. Ruang TU sekaligus sedikit untuk ruang tamu jika ada tamu yang berkunjung.
Meski dengan jumlah siswa yang minim maupun fasilitas yang masih kurang, asesor yang melakukan penilaian pada 2016 lalu menyatakan layak dipertahankan dan tidak dimerger dengan sekolah lainnya. "Alasannya, sekolah itu merupakan satu-satunya sekolah negeri di Desa Cibeber.
Sementara itu, salah satu orang tua siswa, Nurhasanah, mengaku sengaja menyekolahkan anaknya di SDN Cibeber karena dekat dengan rumahnya. Meski dia mengakui, harus pulang ke rumah dulu saat anaknya hendak buang ke toilet.
"Sekolah di sini gratis. Buku pelajaran dan alat sekolah juga dikasih," kata dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement