Liputan6.com, Yogyakarta - Berdasarkan data Dinas Kesehatan setempat, sebanyak 6.753 orang di Kota Yogyakarta mengalami masalah gangguan jiwa dari tingkat berat hingga ringan.
Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Iva Kusdiyarini di Yogyakarta pada mengatakan dari 6.753 kasus tersebut, 914 di antaranya dideteksi sebagai gangguan jiwa berat seperti psikotik dan schizophrenia.
Dilansir Antara, Senin, 19 November 2018, Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Agus Sudrajat mengatakan sebagian besar penderita gangguan jiwa berusia produktif antara 20 dan 45 tahun.
Advertisement
Baca Juga
Menurut dia, faktor pemicu masalah gangguan jiwa di Kota Yogyakarta di antaranya tekanan hidup yang cukup berat, pendidikan anak, media sosial hingga berbagai gim yang bisa dimainkan secara mudah melalui berbagai jenis perangkat.
Agus mengatakan sebenarnya indikasi masalah kesehatan jiwa bisa dilihat dalam perilaku sehari-hari, seperti kebiasaan tidak tertib berkendara di jalan raya hingga fenomena "klithih" atau kekerasan yang dilakukan anak usia sekolah.
Ia juga menyebut merokok kadang dapat diasosiasikan sebagai awal masalah kejiwaan, yang bahkan menjurus pada penyalahgunaan narkoba, psikotropika, dan obat-obatan berbahaya lain.
Agus mengatakan masalah kesehatan jiwa akan membawa dampak luas terhadap seluruh aspek pembangunan Kota Yogyakarta karena warga menjadi tidak produktif sehingga tidak mampu mendukung pembangunan.
"Apalagi, penyakit jiwa ini membutuhkan dana yang cukup besar untuk pengobatannya. Satu resep bisa menelan dana Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per bulan. Obat harus diminum rutin," kata Agus.
Â
Jurus Jitu Pemerintah Mengembalikan Kesehatan Jiwa
Oleh karena itu, Pemerintah Kota Yogyakarta menyusun rencana aksi daerah pelayanan kesehatan jiwa dan napza sehingga penanganan masalah tersebut dapat dilakukan lintas sektor.
"Tidak hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan saja, tetapi setiap organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta memiliki peran untuk menjaga kesehatan jiwa warga," katanya.
Misalnya saja, Dinas Pendidikan bertanggung jawab melaksanakan deteksi dini kesehatan jiwa di sekolah, Kantor Wilayah Kementerian Agama bertugas melibatkan pengurus tempat ibadah dalam upaya menjaga kesehatan jiwa warga dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Masyarakat dan Perlindungan Anak berperan dalam mengembangkan kegiatan promotif guna menghilangkan stigma melalui kelompok di wilayah.
"Sebenarnya, tidak ada tugas baru. Hanya tugas dan fungsi di tiap OPD tersebut lebih diintegrasikan lagi," kata Agus.
Iva menjelaskan Dinas Kesehatan juga menjalankan upaya khusus untuk mencegah masalah kesehatan jiwa di sekolah.
"Beberapa upaya yang dilakukan adalah sosialisasi kesehatan jiwa di sekolah karena banyak kasus yang menimpa siswa. Nantinya, akan ada kader jiwa dari siswa dan guru untuk melakukan pemantauan sederhana di sekolah sebagai upaya pencegahan," katanya.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement