Mengenang Syeh Kramat Jati Sang Singo Barong

Ribuan orang menghadiri haul Habib Hasan bin Thoha bin Muhammad bin Yahya yang dikenal dengan Syekh Kramat Jati atau Singo Barong.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 17 Jan 2019, 03:00 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2019, 03:00 WIB
Ilustrasi Masjid (Istimewa)
Ilustrasi Masjid (Istimewa)

Liputan6.com, Semarang - Ribuan orang menghadiri kegiatan Haul Habib Hasan bin Thoha bin Muhammad bin Yahya di Semarang, Jawa Tengah, Selasa, 15 Januari 2019, malam. Habib Hasan juga dikenal dengan nama Syekh Kramat Jati atau Singo Barong.

Kegiatan puncak haul ulama besar itu sampai menutup ujung Jalan Tentara Pelajar Semarang atau daerah Pasar Kambing besok harinya. Sejumlah ulama karismatik hadir, seperti Habib Muhammad Luthfi bin Yahya dan beberapa ulama dari Timur Tengah, di antaranya dari Damaskus (Suriah) dan Beirut (Libanon).

Para ulama dari Timur Tengah itu pun bergantian diminta memberikan tausiah yang diterjemahkan dilanjutkan dengan tausiah yang disampaikan oleh Habib Luthfi bin Yahya. Deretan pejabat yang terlihat hadir antara lain Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan terlihat pula mantan Panglima TNI Jenderal (Pur) Gatot Nurmantyo.

Habib Hasan bin Thoha yang juga menantu Hamengku Buwono II itu lahir dari pasangan Habib Thoha bin Muhammad al-Qadhi bin Yahya dengan Syarifah Fatimah binti Husain bin Abu Bakar bin Abdullah Al-Aydrus.

Ulama besar itu wafat di Semarang dan dimakamkan di depan pengimaman Masjid Al Hidayah di Jalan Duku, Lamper Kidul, Semarang, yang juga menjadi tempat penyelenggaraan haul.

Dalam tausiahnya, Habib Luthfi bin Yahya mengingatkan Indonesia bukan hanya negara yang kaya sumber daya alam dengan kesuburannya, melainkan juga kaya ulama.

"Di Pulau Jawa saja, paling ujung ada makam Syekh Maulana Al Bantani. Ditarik terus ke Cirebon, tokoh-tokoh dan ulama Indonesia memagari sampai wilayah Banyuwangi," katanya, dilansir Antara.

'Pagar' ulama tersebut, kata dia, bukan sembarangan, tetapi sesuatu yang sangat bernilai, apalagi sebagian besar ulama al Maghribi dimakamkan di Pulau Jawa. Buktinya, kata Habib Luthfi, para ulama yang sudah wafat itu pun masih bisa mempersatukan umat, memajukan ekonomi, dan sebagainya di tempatnya dimakamkan.

"Mereka ini meski sudah meninggal, masih bisa mempersatukan umat untuk datang berziarah, memunculkan sumber ekonomi, dan sebagainya. Kita ini yang masih hidup apa tidak malu?" katanya.

Habib Luthfi mengajak umat untuk meneladani nilai-nilai yang telah diwariskan ulama terdahulu, serta tidak mudah terpecah belah, apalagi terprovokasi "hoaks".

Sementara itu, Ketua Panitia Haul Habib Hasan bin Thoha, Iswar Aminuddin, menambahkan banyak kegiatan sebagai rangkaian acara, mulai kirab Merah Putih, khataman, pembacaan Dalailul Khoirot, dan barzanji. Harapannya masyarakat, khususnya di Kota Semarang, menjadi paham sejarah perjuangan Habib Hasan bin Thoha dan meneladani nilai-nilai yang diwariskan.

 

Kisah Syekh Kramat Jati Singo Barong

Seperti dilansir Al-Mihrab, Habib Hasan bin Thoha bin Yahya lahir di kota Inat (Hadramaut), dari pasangan Habib Thoha bin Yahya dengan Syarifah Aisyah binti Abdullah Al-Idrus. Beliau mendapat pendidikan langsung dari kedua orangtuanya sampai hafal Alquran sebelum usia tujuh tahun. Sebelum menginjak dewasa, dia telah banyak hafal kitab-kitab.

Di samping belajar ilmu syariat, Habib Hasan juga belajar tasawuf kepada para ulama. Di antara guru beliau adalah Habib Umar bin Smith dan Quthbil Ghouts Al Habib Alwi bin Abdullah Bafaqih. Denga ilmu yang tinggi, dakwah Habib Hasan diterima khalayak umum maupun khusus. Fatwa-fatwanya banyak didengar oleh pembesar kerajaan waktu itu.

Pada waktu muda, setelah mendapat izin dari gurunya untuk berdakwah dan mengajar, Habib Hasan ke Afrika di Tonja, Maroko dan sekitarnya, kemudian ke daerah Habsyah, Somalia terus ke India dan Penang Malaysia untuk menemui ayahnya.

Setelah tinggal beberapa waktu di Penang, dia mendapat izin dari ayahnya untuk ke Indonesia meneruskan dakwahnya. Habib Hasan pertama kali masuk ke Palembang kemudian ke Banten. Pada saat tinggal di Banten, dia diangkat oleh Sultan Rofiudin, atau Sultan Banten yang terakhir waktu itu menjadi Mufti Besar.

Di Banten tidak hanya mengajar dan berdakwah, dia juga bersama-sama dengan pejuang Banten dan Cirebon mengusir penjajah Belanda. Walaupun Sultan Rofi’udin telah ditangkap dan dibuang ke Surabaya oleh Belanda, tetapi Habib Hasan yang telah menyatukan kekuatan pasukan Banten dan Cirebon tetap gigih mengadakan perlawanan.

Setelah itu, Habib Hasan meneruskan dakwahnya lagi ke Pekalongan, Jawa Tengah. Di Pekalongan dia mendirikan pesantren dan masjid di desa Keputran dan tinggal di Desa Ngledok. Pondok Pesantren itu terletak di pinggir sungai.

Sebelumnya, arah sungai mengalir dari arah selatan Kuripan mengalir ke tengah kota menikung sebelum tutupan kereta api. Namun, dengan keistimewan yang dimiliki Habib Hasan, aliran sungai itu dipindah ke barat yang keberadaannya seperti sampai sekarang.

Pengaruh Habib Hasan mulai dari Banten sampai Semarang sangat besar. Tidak mengherankan bila Belanda selalu mengincar dan mengawasinya. Pada tahun 1206 H/1785 M, terjadilah sebuah pertempuran sengit di Pekalongan. Dengan kegigihan dan semangat yang dimiliki Habib Hasan dengan santri dan pasukannya, Belanda kewalahan.

Akhirnya Habib Hasan bersama pasukan dan santrinya mengungsi ke Kaliwungu, Kendal, tinggal di suatu daerah yang sekarang dikenal dengan Desa Kramat. Atas perjuangan, kearifan, serta keluasan ilmu Habib Hasan, Sultan Hamengkubuwono ke II kagum dan menjadikannya menantu. Daerah yang ditempati juga mendapat perlindungan sultan.

Habib Hasan tinggal bersama sahabatnya bernama Kyai Asy’ari seorang ulama besar yang menjadi cikal bakal pendiri pesantren di wilayah Kaliwungu (Kendal ), guna bahu-membahu mensyiarkan Islam. Masa tua hingga wafatnya, Habib Hasan tinggal di Semarang tepatnya di daerah Perdikan atau Jomblang yang merupakan pemberian dari Sultan HB II.

Cegah Adu Domba

Rumah Habib Hasan terbuka 24 jam dan dijadikan tumpuan umat untuk memecahkan segala permasalahan yang mereka hadapi. Dua pesan utama dakwahnya, pertama cinta kepada Nabi Muhammmad beserta keluarganya yang dijadikan pintu kecintaan kepada Allah. Kedua, kecintaan kepada kedua orangtua dan guru.

Habib Hasan adalah seorang yang lemah lembut dan berakhlak mulia tetapi sangat keras dalam berpegang teguh kepada agama. Dia tidak pernah mendahulukan kepentingan pribadinya.

Banyak amal rahasia yang dilakukan oleh Habib Hasan setiap malamnya. Sehabis salat malam, Habib Hasan berkeliling membagikan beras, jagung dan juga uang ke rumah-rumah fakir miskin, anak-anak yatim, dan janda-janda tua. Dia sangat menghargai generasi muda dan menghormati orang yang lebih dituakan.

Habib Hasan dikenal sebagai seorang yang ahli menghentikan segala perpecahan dan fitnah antar golongan dan suku. Sehingga aksi adu domba yang dilakukan pihak penjajah gagal. Dia juga menguasai beberapa bahasa dengan fasih dan benar.

Habib Hasan wafat di Semarang dan dimakamkan di depan pengimaman Masjid Al Hidayah Taman Duku Lamper Kidul Semarang. Hingga saat ini, banyak orang yang yang datang berziarah di makamnya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya