Mimpi Kiki Gumelar Mencokelatkan Indonesia

Berawal dari bisnis rumahan, Kiki Gumelar, berhasil membawa cokelat dodol (Chocodot) asal Garut, Jawa Barat, menjadi pemain besar di industri cokelat tanah air.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 25 Feb 2019, 10:00 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2019, 10:00 WIB
Kiki Gumelar, CEO PT Tama Cokelat Indonesia di ruang kerjanya
Kiki Gumelar, CEO PT Tama Cokelat Indonesia di ruang kerjanya (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Kiprah panganan cokelat dodol (Chocodot) asal Garut, Jawa Barat ini memang terus berkibar. Berasal dari rintisan usaha kecil menengah (UKM) skala rumahan, produk cokelat ini terus berkembang mengepakan sayap hingga luar pulau Jawa, bahkan luar negeri.

Mimpinya mencokelatkan makanan khas Garut dan Indonesia, tengah dirintis dalam rencana Kiki Gumelar (38) saat ini. Bahkan pengusaha muda asal kota intan ini, berhasrat  mampu menghasilkan produk cokelat, sebagai bahan makanan khas kota-kabupaten di Indonesia, oleh-oleh khas setempat.

"Modal uang itu bukan segalanya, tapi yang mahal itu ide dan inovasi, intinya coba dulu berusaha jangan banyak mikir," ujar dia sambil tersenyum, membuka obrolan hangatnya dengan Liputan6.com di kantor pusat PT Tama Cokelat Indonesia, Garut, beberapa waktu lalu.

Menggunakan stelan jas hitam, plus kaos oblong di dalamnya. Dandanan necis Kiki memang seolah menunjukan semangat usaha, generasi muda milenial saat ini.

Saat pertama kali memasuki ruangan kerjanya, sebuah tulisan besar ‘Chocolate, Travel, Dreams, Chocodot World the Office’, langsung menjadi tagline utama, di ruangan yang dibalut dengan mayoritas serba cokelat tersebut.

Tak ketinggalan deretan prestasi dan penghargaan berlabel nasional yang berhasil ia sabet, nampak tertata rapi seolah menjadi pendamping setia, di ruang kreasinya yang mungil dan bersih tersebut.

Menurutnya, kesuksesannya selama ini merupakan karunia terbesar Tuhan, sebagai ganjaran dari setiap ide gila dan perjuangannya selama ini, dalam membesarkan Chocodot, sebagai makanan khas baru warga Garut.

Meskipun usahanya mulai banyak dijiplak, namun dalam obrolan ringan dan hangat tiga hari yang lalu, ia tak pelit berbagi pengalaman mengenai awal mula rintisan Chocodot dimulai.

Sedih, pedih hingga sukses seperti saat ini, ia sampaikan tanpa beban sambil disisipi guyon dan banyolan khas sunda, hingga banyak pesan dan motivasi bagi generasi muda untuk dicontoh.

Merangkak dari Dasar

Deretan produk Chocodot di salah satu gerai mereka di Garut
Deretan produk Chocodot di salah satu gerai mereka di Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Menurut Kiki, rintisan Chocodot berawal dari hobi masa kecil yang doyan cokelat. Beruntung dari hobi itu, ternyata dia memiliki bakat alami mengolah cokelat secara otodidak, menjadi produk makanan enak nan lezat.

"Saya ada teknik terbaru juga mengolah cokelat, saya juga pernah menjadi konsultan cokelat di salah satu perusahaan di Bekasi," ungkap Kiki.

Saat itu, niatan membuka usaha secara mandiri muncul saat menjadi kepala cabang perusahaan di Yogyakarta pada 2009 silam. Di provinsi istimewa itu, minat masyarakat terhadap panganan cokelat cukup tinggi.

"Kebetulan mamah membawakan oleh-oleh dodol, pas lagi ngolah cokelat, eh salah satu dodolnya masuk ke dalam adonan cokelat, kok enak ya," ujar dia sambil tersenyum lebar, mengenang awal mula kolaburasi cokelat dan dodol dipadukan.

Gayung bersambut, rencana itu mendapat sokongan keluarga terutama Yusuf, paman sekaligus orang pertama yang selalu mengompori Kiki untuk membuat produk cokelat dodol.

"Namanya saat itu ada dua pilihan Chocodot dan chocodol, tapi dua duanya sudah kita kita daftarkan ke HAKI," ujar dia.

Akhirnya, dengan modal pas-pasaran sokongan keuangan keluarga sebesar Rp 17 juta, Kiki memberanikan diri untuk membuka sebuah gerai Chocodot di jalan babakan Selawi, saat itu. "Itu sebenarnya modal buat kuliah adik saya, saya pinjam dulu ke mamah," ujarnya sambil tersenyum.

Agar produknya cepat menyebar, berbagai even pameran tanpa malu dan ragu, ia ikuti dari satu tempat ke tempat lainya dengan penuh semangat, hingga akhirnya produk mereka mulai mendapat perhatian masyarakat.

"Saya bersyukur pas pertama ikut pameran dagang, produk kita habis semua, ini mungkin petunjuk produk kita disukai," ujarnya.

Dasar milik tidak jauh ke mana, di sela-sela salah satu pameran yang tengah diikuti, Kiki mengaku kedatangan seorang pengunjung emak-emak dari Jakarta.

Ia nampak tertarik mencicipi produk chocodot dan merekomendasikannya, sekaligus mengajak ikut pameran di JCC Jakarta secara gratis.

"Ternyata di sana (JCC Jakarta) juga responnya bagus sekali, kita kaget sekaligus bersyukur," kata dia.

Dari situlah, awal mula produk chocodot akhirnya berkembang. Jika awal mula produksi cokelat hanya 20 kilogram per hari, saat ini di pabriknya yang terletak di jalan otista, Taogong Kaler, Garut, produksi mencapai 1 ton lebih per hari. "Ada sekitar ratusan produk cokelat yang kami produksi," ujarnya.

Kaya Ide dan Inovatif

Salah satu sudut pemandangan di museum cokelat PT Tama Cokelat Indoesia di Garut
Salah satu sudut pemandangan di museum cokelat PT Tama Cokelat Indoesia di Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Sejak pertama kali dirintis 2009 lalu, kehadiran produk Chocodot seolah memberikan alternatif belanja oleh-oleh Garut. Selain kemasan yang nyeleneh dan unik, juga rasa yang ditawarkan selalu up to date alias kekinian mengikuti selera pasar, terutama segmen utama kaula muda.

"Dulu pertama kali launching ada sekitar 25 rasa yang kita jual, mulai cokelat rasa pedas, cokelat rasa galau dan lainnya," ujar Kiki mengenang awal rintisan pertama saat menjajakan barang dagangannya di kota Garut.

Namun bukan Kiki namanya jika hanya puas dengan satu produk, ia terus berinovasi dengan tampilan kemasan chocodot yang semakin ciamik, termasuk peningkatan kualitas rasa cokelat yang terus berevolusi.

"Pokonya ada ide dan gagasan, saya langsung terapkan, jangan pernah takut mencoba," ujar dia mengingatkan generasi muda.

Ia tak sungkan mencontohkan beberapa produk chocodot yang kurang sukses di pasaran, meskipun memiliki rasa unik dan khas. "Dulu ada cokelat rasa peuyeum, ada cokelat rasa bandek, bajigur, bahkan cokelat rasa abon, kurang diminati pasar, ya bagaimana lagi, tapi kita sudah mencoba," ujar Kiki menerangkan.

Waktu pun berputar, produk chocodot yang awalnya hanya puluhan, kini sudah mencapai 350 varian rasa dengan kemasan semakin kece dan menarik. Tak ayal penghargaan IKM Ovop Bintang 5, berhasil disabet tahun lalu.

Capaian ini terasa istimewa, sebab penghargaan tertinggi dari pemerintah untuk produk khas dalam negeri itu, diperoleh tepat beberapa bulan menyambut pesta '10 magical years', menandai 10 tahun kiprah mereka di belantika industri panganan khas cokelat dalam negeri.

"Alhamdulillah itu berkat kerjasama semua pihak, atas capain kami selama ini membangun negeri," kata dia.

Menurut Kiki, diraihnya predikat IKM OVOP (one village one product) bintang lima yang langsung diserahkan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat itu, merupakan kerja keras semua bagian di PT Tama Coklet Indonesia.

Bahkan sebagai bentuk eksistensi perusahaan, festival Choconation yang merupakan pesta terbesar se tanah air, sudah menjadi agenda wajib perusahaan sejak tiga tahun terakhir.

Rencananya kegiatan itu bakal dijadikan agenda tahunan kalender wisata Indonesia dibawah koordinasi Kementerian Pariwisata, mulai tahun depan.

Kini seiring berjalannya waktu, bagi anda yang belum sempat ke Garut, jaringan galery Chocodot telah menyebar di Bali, Jogjakarta, Jakarta, dan Bandung. "Kita sudah melakukan eksport juga ke India," kata dia.

Kiki bersyukur, meskipun produk chocodot terbilang lokal, namun soal kualitas boleh diadu. Tak ayal dengan penghargaa itu, perusahaannya mendapatkan kemudahan dari pemerintah dalam mendistribusikan produk hingga mancanegara.

"Kita dua kali ikut pameran coklat dunia di Paris, Perancis, kemudian pameran agricultura di Maroko, Korea Selatan, hingga Hongkong," papar Kiki bangga menjelaskan kemudahan produknya menjelajah dunia.

Wisata Edukasi Cokelat

Museum cokelat milik PT Tama Cokelat Indonesia di Garut
Museum cokelat milik PT Tama Cokelat Indonesia di Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Selain puluhan gerai yang tersebar di Garut dan luar kota, Kiki pun membuat terobosan membangun museum cokelat kelas dunia di Garut. Meskipun sejak lama Garut dikenal sebagai kota dodol, namun kehadiran museum ini bak oase bagi pengunjung yang datang.

Mereka bisa menyaksikan ragam produk cokelat dengan kemasan uniknya di sana. Termasuk menyaksikan cara mengolah cokelat, sambil mengetahui pengetahuan sejarah cokelat dunia hingga sampai di Garut. "Tentu mereka bisa belanja sepuasanya di sana," ujar Kiki.

Chocodot World, demikian nama museum itu merupakan salah satu museum cokelat terbesar tanah air, dan satu-satunya di Jawa Barat saat ini. Kiki menyatakan, kehadiran museum itu diharapakan menjadi alternatif menarik hiburan keluarga.

Di sana, pengunjung bakal mendapatkan informasi seputar cokelat dunia, termasuk perjalannya sampai hingga kota Garut. "Garut itu adalah kota pertama di Indonesia dibangunnya pabrik cokelat terbesar di tanah air," ujar dia.

Tidak hanya itu, untuk memanjakan mata pengunjung, pengelola museum sengaja membuat satu bangunan replika Candi Cangkuang berukuran raksasa setinggi tiga meter, berbahan dasar Cokelat. 

Replika ini memang cukup unik, selain pengerjaannya yang harus telaten, juga replika candi berbahan 1,7 ton cokelat itu bisa dijadikan spot selfi keluarga sambil berlanja di sana.

Tidak hanya itu, di atas bangunan seluas 1.000 meter persegi itu, ada beberapa replika lain, seperti domba Garut, patung, dan lain-lain, yang seluruhnya terbuat dari cokelat.

Semangat Kolaborasi

Keceriaan peserta choconation 3 di festival tahunan chocodot di Garut beberapa waktu lalu
Keceriaan peserta choconation 3 di festival tahunan chocodot di Garut beberapa waktu lalu (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Selain hobi cokelat, kegemarannya traveling ke berbagai kota dan daerah di Indonesia, termasuk luar negeri, membawa berkah tersendiri bagi dia. "Saya dari setahun paling hanya tiga bulan di Garut, sisanya jalan-jalan cari ide dengan traveling," ujar Kiki bangga.

Dari jalan-jalan itu, ia kerap menemukan ide makanan baru, untuk segera diaplikasikan saat kembali ke tanah kelahirannya di Garut.

"Kebetulan sekarang ada tim kretif khusus, jadi kita tinggal sampaikan," ujarnya. 

Menurutnya, keunikan dan kekhasan makanan Indonesia di tiap daerah, kerap menjadi inspirasi dalam setiap produk chocodot yang ia ciptakan. "Dulu ada chocodot rasa jogja, dan rasa daerah lainnya, ternyata responnya bagus,” kata dia.

Menurutnya, pola kemasan produk dengan menjiplak nama daerah atau kota lain, mampu menjadi daya tarik tersendiri, sekaligus mengingatkan mereka agar tertarik menikmati produk olahannya. "Pengunjung kan bertanya ada produk chocodot nama daerahnya gak, dan lainnya," ujar dia.

Namun bukan hanya itu, kecerdikan Kiki melihat potensi makanan khas Indonesia yang cukup beragam, menjadi inspirasi didirinya dalam menghasilkan produk baru yang enak dinikmati.

"Memang konsepanku berbeda, misal cokelat rasa kopi, atau rangginang rasa cokelat, banyak lah, lihat saja nanti," kata dia.

Bahkan saat melakukan umroh bersama orang tua, Kiki sempat terlintas untuk mengkolaburasikan kurma, makanan khas arab, dengan cokelat. "Bagaimana kita buat cokelat kurma atau Cokor," ujar dia sambil tersenyum riang.

Untuk itu, ia berharap ragam kekayaan makanan lokal Indonesia, bisa dikolaborasikan dengan cokelat menjadi oleh-oleh khas daerah setempat.

"Nanti kita buat cokelat rasa Makassar, cokelat rasa lainnya sesuai makanan khas daerahnya," kata dia.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya