Liputan6.com, Semarang - "Ini emang kemauan saya mbak, kerja di rumah aja yang menghasilkan uang. Dengan merajut anak dan keluarga tetap terurus."Â Ini kalimat pertama yang meluncur dari mulut Susi Susilowati, seorang ibu rumah tangga yang akhirnya dikenal sebagai perajin rajutan. Dengan riang Susi mengobrol. Jari tangannya masih dililit benang.
Ketertarikan Susi dengan dunia per-benang-an sudah ia rasakan sejak 2011 lalu. Diawali belajar merajut melalui temannya, akhirnya Susi nekat membuat tas rajut perdananya sendiri.
"Tas itu selalu saya bawa kesana kemari. Sebelumnya, saya malah belajar kristik," kata Susi kepada Liputan6.com, Kamis (27/6/2019).
Advertisement
Baca Juga
Tak mudah bagi Susi untuk memutuskan menjadi ibu rumah tangga saja. Menjalankan kewajiban mengurus suami dan tiga anak sering membuatnya ngungun. Akhirnya Susi memilih menjalani tanpa mengeluh.
"Saya memetakan waktu-waktu luang yang tak produktif. Iseng saya belajar merajut dan mencoba membuat sesuatu sambil menemani anak bermain," kata Susi.
Pilihan Susi bukan tanpa alasan. Anak-anak yang memasuki usia emas harus didampingi karena waktu tak bisa diputar ulang. Susi tak ingin anak-anaknya ditinggal orang tua sibuk kerja.
"Memang tetap disayang dan diperhatikan tapi tentu masih terasa kurang kalau banyak ditinggal," kata Susi.
Saking cintanya ia dengan keluarga dan hobi merajutnya, Susi tak mau buang waktu hanya duduk sia-sia untuk menunggu anak bungsunya rampung dari TK. Susi mencoba membuat terminologi baru, 'daripada duduk gabut, mending sambil merajut'.
Â
Ilmu Amaliah, Amal Ilmiah
Susi akhirnya membawa gulungan benang nilon dan rajutannya untuk merajut di sekolah TK si bungsu saat menunggui bersekolah. Sibuknya Susi menjadi perhatian ibu-ibu lainnya yang sama-sama menunggu anaknya sekolah.
Mengobrol sambil merajut. Itu titik awal ibu-ibu lainnya tertarik belajar. Ia mengiyakan saja jika ada ibu-ibu lain ingin belajar merajut.
"Nggak bayar. Bagi saya, ilmu jika dibagikan akan semakin berkembang. Ada ilmu amaliah dan amal ilmiah," kata Susi.
Apalagi keahliannya merajut juga didapat secara gratis dari temannya. Jika ingin bersikap komersial, biasanya untuk belajar merajut bertarif Rp 50 ribu setiap pertemuan.
"Dari sini akhirnya saya bisa mendapat 2 karyawan dan 15 teman rajut yang saling dukung dengan saya," kata Susi.
Agar bisa dijual, akhirnya Susi memasang brand Ayodya. Berpusat di rumahnya yang sederhana, ia mencoba menaklukkan pasar.
Simak video pilihan berikut:
Â
Advertisement
Rahasia Ada di Perajutnya
Waktu yang belum termanfaatkan sebagai ibu rumah tangga berujung bertambahnya pundi-pundi tabungannya. Ketekunan sejak 2017 menjadi sumber pendapatan dan ladang amal baginya.
"Ada ratusan tas dan dompet desain saya yang sudah laku. Harga jual mulai yang termurah Rp 30 ribu hingga Rp 750 ribu," katanya.
Rahasia sukses jurus merajut Susi bukan asal membelit-belit benang dan merangkainya menjadi bahan kerajinan. Untuk menghasilkan rajutan tas atau dompet berkualitas, Susi membutuhkan mood yang bagus.orang lain.
"Kuncinya adalah hati ikhlas. Jika merasa berat hati, jangan merajut. Butuh kontrol emosi yang tinggi, agar karya rajutan memancarkan energi yang bisa memikat," kata Susi.
Susi mencontohkan, sebagus dan serapi apapun desain dan hasil rajutannya seringkali tak laku. Lama diteliti penyebabnya, ternyata karya-karya itu selalu dikerjakan dalam kondisi perasaan tidak nyaman.
"Ajaibnya, kalau dikerjakan dengan niat tinggi dan hati gembira, baru setengah jadi saja sudah ada yang minat," kata Susi.
(Erlinda Puspita Wardani - Kontributor Liputan6.com Semarang)