Mungkinkah Dampak Semburan Lumpur Cilacap seperti Lumpur Lapindo?

Fenomena semburan lumpur Cilacap ini tidak berbahaya seperti semburan lumpur Lapindo, Sidoarjo. Sebab, tatanan geologi di Banyumas berbeda dengan Sidoarjo

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 16 Jul 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2019, 15:00 WIB
Cekungan Banyumas yang mengandung minyak bumi dan gas. (Foto: Liputan6.com/Humas Unsoed/Muhamad Ridlo)
Cekungan Banyumas yang mengandung minyak bumi dan gas. (Foto: Liputan6.com/Humas Unsoed/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Sabtu, 13 Juli 2019, warganet dihebohkan oleh semburan lumpur dan gas yang terjadi di Dusun Gumarang, Desa Sikampuh, Kecamatan Kroya, Cilacap, Jawa Tengah.

Semburan lumpur itu terjadi tatkala warga membuat sumur bor untuk mengairi sawah mereka. Di kedalaman 26 meter, terjadi semburan gas dari bawah permukaan yang kemudian berlangsung selama empat jam, mulai sekitar jam 17.00 WIB sampai jam 21.00 WIB.

Video fenomena langka ini pun lantas viral di dunia maya. Bahkan, ada warganet yang menghubungkan semburan lumpur Cilacap dengan tragedi lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur.

Warganet ini khawatir, semburan lumpur menenggelamkan Cilacap, seperti yang terjadi di Sidoarjo. Di Sidoarjo, lumpur menggenangi belasan desa di tiga kecamatan. Ribuan warga terpaksa direlokasi.

Soal ini, Geolog Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto yang juga Ketua Tim Teknik Geologi Fakultas Teknik Unsoed, Eko Bayu Purwasatriya menyatakan bahwa semburan lumpur dan gas di Dusun Gumarang, Desa Sikampuh, Kroya, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, tidak berbahaya.

Kesimpulan ini diperoleh usai Tim Teknik Geologi Fakultas Teknik Unsoed menginvestigasi lapangan lokasi semburan Lumpur, Sikampuh, Kroya, Cilacap. Investigasi dilakukan pada Senin (15/7/2019), atau dua hari usai pertama kali muncul semburan lumpur dan gas.

Tim lapangan terdiri dari lima orang dengan Ketua Tim Eko Bayu Purwasatriya M.Si, Fadlin, M.Eng, Gentur Waluyo, M.Si., Sachrul Iswahyudi, M.T, dan Dr. Indra Permana Jati, M.Mereka mendatangi lokasi semburan lumpur, Cilaccap.

 

Beda Semburan Lumpur Cilacap dengan Lumpur Lapindo

Semburan lumpur dari sumur bor di Desa Sikampuh, Kroya, Cilacap, 13 Juli 2019. (Foto: Liputan6.com/Humas Unsoed/Muhamad Ridlo)
Semburan lumpur dari sumur bor di Desa Sikampuh, Kroya, Cilacap, 13 Juli 2019. (Foto: Liputan6.com/Humas Unsoed/Muhamad Ridlo)

Eko mengungkapkan, ketika Tim Teknik Geologi Unsoed sampai di lokasi, semburan telah berhenti. Di sekeliling titik semburan tampak material sedimen yang didominasi pasir berwarna kehitaman dan lumpur.

“Material pasir ini merupakan endapan pantai yang berumur Kuarter yang ikut tersembur keluar oleh semburan gas tersebut,” katanya, dalam keterangannya, Selasa, 16 Juli 2019.

Menurut dia, fenomena semburan lumpur ini tidak berbahaya seperti semburan lumpur Lapindo, Sidoarjo. Sebab, tatanan geologi di Banyumas berbeda dengan Sidoarjo.

“Di wilayah cekungan Banyumas tidak terdapat gunung lumpur di bawah permukaan seperti di Sidoarjo,” dia menjelaskan.

Dalam kunjungan lapangan itu, tim menguji bakar material untuk mengetahui jenis gas tersebut. Ternyata sisa semburan gas masih dapat menyala ketika disulut oleh korek api.

“Sehingga disimpulkan jenis gas yang keluar merupakan gas metan,” ujarnya.

Namun begitu, untuk mengetahui secara pasti apakah gas yang keluar merupakan gas biogenik (gas rawa) atau gas termogenik (gas bumi) perlu dilakukan uji lebih lanjut yaitu uji isotop C13.

 

Potensi Minyak dan Gas di Cekungan Banyumas

Sumur gas yang muncul di Bantarsari, Cilacap, Jawa Tengah, Oktober 2018. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Sumur gas yang muncul di Bantarsari, Cilacap, Jawa Tengah, Oktober 2018. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Sebelumnya, rembesan gas yang terdekat dari lokasi ini, yaitu di Desa Karanglewas, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, telah dilakukan uji isotop C13 dan hasilnya merupakan gas termogenik (gas bumi).

“Sehingga besar kemungkinan semburan gas di lokasi ini juga merupakan gas bumi karena lokasinya yang dekat, sekitar 10 kilometer, dan membentuk kelurusan jalur dengan rembesan minyak dan gas bumi lainnya,” dia mengungkapkan.

Eko menjelaskan, semburan gas terjadi lantaran sumur bor menembus kantong-kantong gas di dekat permukaan. Diketahui, kantong gas cukup banyak tersebar di jalur rembesan minyak dan gas bumi tersebut.

Gas bumi dari bawah permukaan merembes ke permukaan dan mengisi rekahan-rekahan batuan di dekat permukaan. Dengan demikian, ketika ditembus oleh bor sumur, tekanannya cukup tinggi.

“Tapi cepat pula menurun,” ucapnya.

Menurut dia, rembesan minyak dan gas ini dapat pula dilihat dari sisi positif. Munculnya gas mengindikasikan bahwa cekungan Banyumas berpotensi untuk menghasilkan minyak dan gas bumi.

Dengan begitu, kandungan minyak bumi dan gas ini dapat menambah produksi nasional dan menumbuhkan ekonomi di wilayah Banyumas raya dengan eksplorasi dan eksploitasi migas.

“Lokasi berada di tengah sawah dengan koordinat 7° 38’ 15,7” LS ; 109° 11’ 41,3” BT,” ujarnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya