Liputan6.com, Garut - "Brak.. brak…brak," suara benturan dua tanduk domba Garut yang sedang beradu di arena laga. Bagi masyarakat Garut, Jawa Barat, seni ketangkasan adu domba adalah tradisi, sekaligus budaya yang telah mendarah daging dan turun menurun di masyarakat.
Selain sebagai ajang uji nyali domba, tradisi adu domba juga sarana menaikan pamor kelas, sekaligus rating nilai jual domba milik peternak. Semakin sering juara di arena laga, harga jual domba bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Suhanah, (53), Ketua Panitia Seni Ketangkasan Domba se-Jawa Barat 2019 mengatakan, event kegiatan seni ketangkasan domba Garut, memang hiburan tersendiri bagi para peternak domba, termasuk masyarakat luas.
Advertisement
"Silahkan datang, gratis kok dari kemarin," ujar dia di sela-sela adu ketangkasan di lapangan nasional adu ketangkasan domba Garut, Rancabango, Minggu (28/7/2019).
Baca Juga
Dedeh RCB, panggilan akrab wanita paruh baya di para patandang atau peternak domba Garut, laga ketangkasan domba adu memiliki aturan baru layaknya pertandingan seni beladiri di manusia.
"Kalau dulu sebelum legal memang sampai domba terluka bahkan mati, sekarang tidak," kata dia.
Sebelum masuk arena, wasit memberikan penjelasan kepada para patandang ihwal laga ketangkasan yang akan dijalani domba peliharaannya. "Domba yang akan diadu disesuaikan dengan kelasnya, tidak asal, kan ada beberapa kategori," kata dia.
Untuk satu event yang digelar Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI), puluhan peternak domba dari berbagai daerah di Jawa Barat, sengaja membawa domba jogoannya, dan dilombakan sesuai dengan kelas yang akan diikuti. “Ada kelas A, B dan C,” kata dia.
Ada tiga kelas domba Garut yang ditandingkan yakni kelas A dengan bobot maksimal 65 kilogram, Kemudian kelas B dengan bobot badan antara 65,1 kilogram hingga 75,0 kilogram, sedangkan kelas A 75,1 kilogram ke atas.
"Jika ada petandang yang mempertandingkan domba beda kelas dengan ketentuan lebih dari lima kilo, maka kami anggar gugur alias kalah," kata dia.
Domba Garut memang domba khas Indonesia, tumbuh dan berkembang di Kabupaten Garut. Domba Garut memiliki ciri khas berupa ekor yang tebal serta tanduk yang besar, sebagai senjata utama. Kemudian badan yang bersih dengan keemoat kaki yang terilihat sehat dan kuat.
Jalannya Lomba
Sebelum laga dimulai panitia mengumumkan kriteria dan persyaratan lomba, sehingga seluruh patandang domba, memahami jalannya pertandingan. "Kami menggelar acara secara resmi jadi jelas aturan yang kami buat," kata dia.
Menggunakan setelan baju pangsi berwarna serba hitam, plus atribut ikat kepala, para patandang (pamilon) nampak antusias menyemangati domba jagoannya, sesekali tangannya terlihat menunjuk ke atas, memberikan aba-aba bagi domba untuk bertarung.
Sementara wasit yang memimpin pertandingan, nampak sigap mengamati jalanya laga ketangkasan para domba. Dialah yang menentukan lanjut tidaknya pertandingan laga ketangkasan domba.
Sedangkan para inspektur pertandingan (IP) yang berjumlah tiga orang, terlihat sibuk memberikan penilain terhadap kriteria domba. Mereka bakal memberikan penilaian terhadap domba, untuk selanjutnya disetor ke pihak juri yang akan menyampaiakan domba yang telah bertarung, sesuai dengan kelas yang dipertandingkan.
Selama laga berlangsung para patandang mengawasi langsung ke dalam lapang untuk melihat kondisi domba Garut jagoannya. "Kan bisa saja cedera patah atau bagaimana, tapi jangan sampai begitu (patah tanduk atau mati)," kata dia mengingatkan.
Rata-rata dalam satu laga, total pukulan atau aduan yang diberikan hanya sekitar 20 pukulan atau ketrekan istilah adu tanduk di kalangan peternak atau patandang domba.
"Jika setelah melewati pukulan ke tujuh atau mulai ke delapan domba slek (cedera), maka dianggap gugur (kalah)," ujar dia menerangkan.
Sedangkan untuk mengembalikan kondisi tubuh domba, maka pada pukulan ke-15 atau setelah pukulan ke-15, wasit memberikan kesempatan bagi para patandang untuk pemeliharaan domba. "Biasanya domba dipijat dulu biar ototnya kembali normal," kata dia.
Selama aduan berlangsung, para penonton terasuk pendukung atau bobotoh yang hadir, bakal semakin bersemangat dengan tabuhan gamelan dan alat kesenian tradisional degung yang dipandu para nayaga cantik di podium. Sesekali para juri dan pemandu acara menyemangati penonton, agar acara lebih hidup.
Advertisement
Kriteria Penilaian
Dalam setiap seni ketangkasan domba Garut yang disajikan, tiga juri yang bertugas di dalam arena selama pertandingan berlangsung, memberikan penilain bagi doma yang layak menang atau juara.
"Ada beberapa kriteria mulai kesehatan, adeg-adeg, teknik bertanding, teknik pukulan hingga keberanian," kata dia.
Untuk kesehatan, nilai maksimal yang akan diberikan para juri memiliki bobot maksimal 10 poin, kemudian adeg-adeg atau Performance domba, nilai maksimal yang diberikan bernilai 25 poin. "Yang paling besar teknik bertanding sebesar 30 poin," ujar dia.
Kriteria itu, dilihat saat domba melancarkan pukulan atau tandukan, kemudian cara mundur hingga setelah domba beradu tanduk. "Poin tertinggi kedua yakni teknik pukulan sebesar 25 poin," ujar dia.
Penilain terakhir yakni soal keberanian domba saat diadu yang memiliki nilai 10 poin. Dengan lima kriteria di atas, maksimal nilai yang diberikan IP adalah 100 poin.
"Baru setelah itu juri lah yang menentukan apakah domba itu juara atau tidak, keputusannya mutlak tidak bisa diganggu gugat," kata dia.
Namun jika kedua domba memiliki nilai sama, maka juri akan melangsungkan sidang pleno yang dipimpin pengawas dan IP untuk menentukan urutan penilaian penilian kejuaraan.
"Juara seni ketangkasan domba Garut didasarkan jumlah nilai tertinggi dari lima kriteria," kata dia.
Selain juara, ada kriteria yang dipilih juri yakni favorit tempur. Untuk mendapatkan kriteria ini, domba Garut minimal harus mengantongi tiga penilaian yakni teknik bertanding, teknik pukulan serta keberanian di luar juara. "Memang segala sesuatu ada aturannya," kata dia.
Menjaga Tradisi Leluhur
Dedeh mengakui tidak mengetahui secara pasti kapan budaya dan tradisi adu ketangkasan domba Garut dilangsungkan masyarakat tempo dulu. namun berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat, sejarah adu domba sudah ada sejak jaman Belanda. "Cuma memang dulu belum ada aturan seperti saat ini," kata dia.
Sebagai tradisi dan budaya yang mengakar di masyarakat. Seni ketangkasan domba adu memang sulit dipisahkan dari masyarakat Jawa Barat terutama Garut. Ratusan domba bahkan ribuan domba adu berkualitas setiap akhir pekan, wara-wiri di arena ketangkasan.
"Tergantung kesiapan tiap daerah atau kabupaten," ujar Dedeh menambahkan.
Jarak puluhan hingga ratusan kilometer sekalipun ujar dia, bukan penghalang para petandag untuk menguji ketangkasan domba kesayangan miliknya. “Jika sekarang di Garut, nanti kita yang namu ke wilayah lain,” kata dia.
Dalam setiap kesempatan seni ketangkasan, banyak informasi yang diberikan, mulai harga domba, peternak yang sukses hingga hal lainnya seputar domba. “Kadang soal lain di luar domba, kami semua peternak domba seperti sudah keluarga,” kata dia.
Tak ayal istilah saling jamu menjamu antara tamu dan tuan rumah, kerap disajikan para petandang domba meskipun alakadarnya. "Apalagi setelah diakui dengan digelarnya piala presiden, peternak domba tidak hanya se Jawa Barat, tetapi Indonesia," ujar Deni Rinjani, Sekretaris HPDKI Garut menambahkan.
Menurut Deni, kegiatan seni ketangkasan biasa digelar hampir tiap akhir pekan di Garut, sementara kejuaraan se-provinsi Jawa Barat atau wilayah, biasanya digelar dua hingga empat kali dalam setahun. “Tergantung kesiapan daerah, siapa yang siap yang kita gelar,” kata dia.
Dalam setiap even seni ketangkasan ujar dia, selain nilai ekonomi, juga ada nilai kekeluargaan yang tetap terjaga, sehingga mempu merekatkan persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa.
"Domba itu urusan nomor dua, yang paling penting menjaga silaturahmi dan saling tepo saliro," ujarnya.
Budaya itu sudah tertanam baik antar peternak domba, hingga melestari hingga kini. "Kadang melalui sarana domba, hingga akhirnya menjadi keluarga baru antar peternak," kata dia.
Advertisement
Dampak Ekonomi
Event kegiatan seni ketangkasan domba Garut memang hiburan tersendiri bagi masyarakat. Hal itu berbanding lurus dengan dampak ekonomi yang dirasakan mereka.
"Jika domba kami menang yang pasti nilainya akan meroket tajam," ujar Hapid, (40) salah seorang patandang asal Kampung Bojong, rancabango, Garut.
Peternak yang sudah memelihara domba sekitar 10 tahun itu, mengaku kerap ketiban rezeki yang melimpah saat domba kesayangannya memenangi laga. "Saya punya kelas C tapi sudah beberapa kali juara, harga jualnya sekarang berada di angka belasan juta," kata dia.
Angka itu bakal semakin meroket seiring naiknya kelas domba, serta seringnya juara yang berhasil disandang. "Rata-rata kelas B yang selalu juara di angka Rp 25 juta, kalau kelas A bisa sampai ratusan juta," kata dia.
Dedeh mengamini pendapat Hapid. Menurutnya, seiring juaranya domba di kancah arena laga, nilai jual domba pun bakal meroket.
"Saat ini yang paling mahal di kisaran angka Rp 200 juta atas nama domba Mustika asal Kadungora Garut," kata dia.
Selain bagi peternak, adanya even seni ketangkasan selalu menjadi berkah tersendiri bagi penjual yang berada di sekitarnya. Salah satunya penjual pakaian pangsi. Baju tradisional yang biasa digunakan para peternak domba itu, seolah keharusn dimiliki mereka.
"Jika sedang ramai kadang saya bisa habis sampai beberapa kodi," ujar Muhammad Suparmin, ( 60), salah seorang penjual pangsi.
Saat ini ia menjual baju pangsi satu set lengkap di angka Rp 120-150 ribu, sedangkan untuk ukuran tanggung dewasa di angka Rp 90 ribu, sementara ukuran anak-anak dibanderol Rp 60 ribu. "Kalau untuk ikat kepala atau bendo kami jual Rp 30 ribu," kata dia.