Dampak Buruk RSNI Gula Cokelat Sukrosa Bagi Petani Gula Kelapa Banyumas

RNSI gula cokelat sukrosa bakal berdampak buruk untuk perdagangan gula kelapa organik. Terlebih pasar terbesar gula kelapa organik Banyumas adalah ekspor

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 30 Okt 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2019, 15:00 WIB
Penderes nira nipah di Ujungmanik, Kawunganten, Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).
Penderes nira nipah di Ujungmanik, Kawunganten, Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).

Liputan6.com, Banyumas - Banyumas dikenal sebagai sentra penghasil gula kelapa terbesar di Jawa Tengah. Bahkan, gula kelapa organik dari wilayah lereng Gunung Slamet ini telah diekspor ke berbagai negara.

Diinisiasi pada awal 2000-an, ratusan penderes kelapa bergabung dalam kelompok-kelompok perajin gula organik. Kini sebanyak 70 ton gula organik dipasarkan ke dunia.

Perjuangan nan melelahkan itu berbuah manis, semanis gula kelapa organik. Pengusaha bahagia, petani bertambah sejahtera dengan harga lebih tinggi lantaran tersertifikasi organik internasional.

Para pelaku usaha gula kelapa organik pun terus berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produk. Sebanyak 880 perajin gula kelapa organik di sembilan desa di tiga kecamatan wilayah Banyumas bahu membahu menyuplai kebutuhan gula kelapa organik dunia.

Tetapi, mendadak masa depan nan cerah berubah kelabu. Ini setelah muncul wacana Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) gula coklat sukrosa oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Gula cokelat sukrosa merupakan campuran gula rafinasi dan gula kelapa.

Penampakan gula cokelat sukrosa benar-benar mirip dengan gula kelapa murni. Bahkan, yang tak berpengalaman sangat mungkin tak bisa membedakan gula cokelat sukrosa dengan gula kelapa organik.

"Bentuknya sama, tetapi kualitasnya berbeda," kata Ketua Koperasi Nira Satria, Nartam Andrea Nusa, Selasa, 29 Oktober 2019.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Gula Rafinasi

Gula cokelat sukrosa atau gula kelapa campur gula rafinasi mengancam pelaku usaha gula kelapa organik. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).
Gula cokelat sukrosa atau gula kelapa campur gula rafinasi mengancam pelaku usaha gula kelapa organik. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).

Dia menilai RNSI gula cokelat sukrosa bakal berdampak buruk untuk perdagangan gula kelapa organik. Terlebih pasar terbesar gula kelapa organik Banyumas adalah ekspor.

Dampak RSNI gula cokelat rafiniasi juga akan berdampak pada para petani gula kelapa karena dipastikan menyebabkan harga turun. Gonjang-ganjing pasar terjadi karena munculnya gula jenis ini.

RSNI gula cokelat sukrosa juga akan menurunkan kepercayaan pembeli gula di negera-negara tujuan. Pasalnya, standar kualitas pasar ekspor sangat tinggi.

"Kalau sampai terjadi gula cokelat rafinasi ini di-RSNI-kan sebagai gula cokelat sukrosa, maka akan menimbulkan ketidakpercayaan kepada produk gula kelapa kita," dia mewanti-wanti.

Padahal, 95 persen pasar gula kelapa organik Banyumas adalah ekspor. Eropa, Amerika, Timur Tengah dan negara-negara di Asia adalah pasar utama gula produksi warga Banyumas.

Karenanya, petani gula kelapa organik Banyumas menolak RSNI gula cokelat sukrosa. Penolakan rencana RSNI gula cokelat sukrosa tersebut juga terjadi di sejumlah wilayah sentra penghasil gula kelapa lainnya, seperti Cilacap, Purbalingga dan Kebumen

Pasalnya, dipastikan akan terjadi goncangan hebat jika sampai gula kelapa campur gula rafinasi mendapatkan RSNI. Pelaku usaha gula kelapa lah yang paling dirugikan.

"Kandungannya kan berbeda. Gula rafinasi itu juga bukan untuk konsumsi, melainkan industri," dia menerangkan.

Di soal lain, pada musim kemarau ini, ekspor gula kelapa organik Banyumas turun lebih dari 60 persen. Nartam bilang kemarau menyebabkan bunga kelapa hanya menghasilkan nira yang sangat minim.

Petani Gula Kelapa pada Kemarau

Gula kristal siap ekspor di Purbalingga, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Humas Purbalingga/Muhamad Ridlo).
Gula kristal siap ekspor di Purbalingga, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Humas Purbalingga/Muhamad Ridlo).

Selain itu, pada kemarau, bunga kelapa juga tak lagi memunculkan bunga baru. Akibatnya, nira yang merupakan bahan baku gula turun drastis.

Dalam kondisi normal, ekspor gula organik Banyumas mencapai 70 ton per bulan. Tetapi, pada puncak kemarau ini, ekspor hanya kisaran 30 ton.

Namun begitu, penurunan ini tak terlampau berdampak terhadap keberlangsungan ekspor gula kelapa organik. Pasalnya, ekspor tak berdasar kontrak quota. Jumlah pengiriman barang berdasar purchasing order (PO) atau permintaan.

"Tidak mengganggu. Karena berdasar PO, jadi kalau ada ya dikirim sesuai PO, kalau tidak ya tidak masalah," jelasnya.

Negara tujuan ekspor terbesar adalah Amerika dan Jerman. Masing-masing dua kontainer per bulan. Negara tujuan lainnya adalah Rusia, Taiwan, Jepang dan sejumlah negara Eropa dan Timur Tengah.

"Satu kontainer itu sekitar 17 ton," dia menerangkan.

Meski tak berefek jangka panjang dalam perdagangan gula kelapa organik dunia, namun, penurunan produksi gula kelapa organik juga berdampak langsung kepada pendapatan perajin atau petani gula kelapa.

"Ya mau apa lagi, tetap menderes nira. Paling pelihara ayam atau kambing, kalau yang punya," dia menuturkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya