Siswi Penderita Tumor Ganas di Kampar Butuh Uluran Tangan

Riska Ramadila, penderita tumor ganas di lutut kanannya membutuhkan biaya ratusan juta untuk pengobatan sehingga membutuhkan uluran tangan untuk kesembuhannya.

oleh Syukur diperbarui 02 Feb 2020, 07:00 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2020, 07:00 WIB
Siswi penderita tumor ganas di lututnya hanya bisa berbaring di rumah pamannya dan berharap bisa diobati tanpa diamputasi.
Siswi penderita tumor ganas di lututnya hanya bisa berbaring di rumah pamannya dan berharap bisa diobati tanpa diamputasi. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Riska Ramadila, penderita tumor ganas di lutut kanannya membutuhkan biaya ratusan juta untuk pengobatan. Ekonomi keluarga yang terbatas membuat dara cantik 17 tahun ini membutuhkan uluran tangan untuk kesembuhannya.

Sejak menderita tumor ganas beberapa bulan lalu, memang ada beberapa instansi yang datang ke rumahnya di Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar. Namun semuanya jauh dari kata cukup.

Ditemui wartawan di rumah pamannya di Jalan Kubang Raya, Kecamatan Tambang, Riska menyebut biaya kesembuhan kakinya Rp450 juta. Bisa lebih dari itu karena itu baru perkiraan dari dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Ahmad Pekanbaru.

"Kata dokter begitu, itupun harus diamputasi. Itupun kata dokter belum tentu sembuh," cerita Riska usai berobat beberapa waktu lalu.

Riska masih berharap ada pengobatan lain tanpa diamputasi. Dia tak bisa membayangkan menjalani hidup tanpa kaki dan menghabiskan sisa umur memakai tongkat.

"Harapannya pemerintah bisa membantu, sehingga bisa operasi tanpa amputasi. Bisa lagi beraktivitas lagi, sangat mengharapkan bantuan pemerintah," harap Riska.

Sejak menderita tumor, Riska tak bisa ke sekolah lagi. Untuk ujian semester bulan lalu, siswi kelas tiga ini didatangi guru yang mengantarkan soal ujian lalu dikerjakan di rumah.

"Sekarang aktivitas banyak berbaring saja, baru berdiri pakai tongkat untuk ke toilet," imbuh Riska.

Pembengkakan di kaki Riska berawal saat bermain voli di sekolah. Kala itu, Riska terjatuh dan terbentur ke lantai lapangan. Karena menggangap itu biasa, dia tak mau bercerita kepada ibunya, Muzar Niati.

"Tak mau bilang sama ibu, sebulan kemudian terjatuh lagi, terbentur, ndak juga bilang," kata Muzar kepada wartawan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Saran Tukang Urut

Siswi penderita tumor ganas di lututnya hanya bisa berbaring di rumah pamannya dan berharap bisa diobati tanpa diamputasi.
Siswi penderita tumor ganas di lututnya hanya bisa berbaring di rumah pamannya dan berharap bisa diobati tanpa diamputasi. (Liputan6.com/M Syukur)

Riska mulai buka mulut setelah lututnya bengkak. Kepada Muzar, Riska menyebut lututnya sering sakit disertai ngilu sehingga dibawa ibunya tadi ke tukang urut tradisional.

"Baru ngaku dia. Tukang urut itu bilang gak apa-apa dengan kakinya, katanya cukup kompres pakai air panas akan hilang," kata Muzar.

Saran tukang urut tadi dilakukan. Setiap dikompres, Riska selalu kesakitan hingga akhirnya dibawa ke tukang urut tradisional lainnya dengan harapan kaki anaknya kembali normal.

"Kata tukang urut tadi, gak apa-apa. Lama kelamaan katanya bisa sembuh. Sebulan setelah itu, anak saya selalu kesakitan dan lututnya makin membesar," cerita Muzar.

Akhirnya, Muzar membawa Riska ke Rumah Sakit Prima di Pekanbaru. Kaki anaknya dirontgen sehingga dokter menyatakan Riska menderita tumor tapi belum diketahui tingkatannya.

"Tapi kata dokter alat di sana gak lengkap, lalu dirujuk ke RSUD Arifin Ahmad. Diperiksa di laboratorium, kata dokter tumor ganas," ucap Muzar.

Menurut dokter, kaki Riska harus diamputasi. Namun dokter tidak menjamin adanya kesembuhan usai amputasi karena jaringan tumor bisa tumbuh lagi.

"Katanya ada rumah sakit di Jakarta yang bisa operasi, tapi tetap amputasi. Biayanya mahal, lalu kami pulang," ucap Muzar.

Iba kepada buah hatinya membuat Muzar kembali ke Pekanbaru. Kali ini, Rumah Sakit Awal Bross menjadi pilihan dengan harapan ada jalan keluar tanpa amputasi.

Jawaban serupa juga didapat dari rumah sakit itu. Muzar kembali membawa anaknya pulang karena keterbatasan dana. Dia pun berharap ada uluran tangan, baik itu pemerintah ataupun yang lain, membantu biaya anaknya.

"Kalau biaya sendiri gak sanggup, jangan juga diamputasi. Sedih ibu, sekarang ini cari obat yang terjangkau saja, makanya tinggal di Kubang ini agar tidak jauh ke Pekanbaru," imbuh Muzar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya