Pandemi Covid-19 Tak Berkesudahan, Sekolah Swasta Kesulitan Bayar Gaji Guru

Sekolah swasta kesulitan membayar gaji guru honorer, bahkan sejumlah pengajar terancam dirumahkan.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 12 Mei 2020, 07:00 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2020, 07:00 WIB
Kegiatan kesiswaan yang dilakukan oleh SMK Yadika Manado, salah satu sekolah swasta ternama di Sulut.
Kegiatan kesiswaan yang dilakukan oleh SMK Yadika Manado, salah satu sekolah swasta ternama di Sulut.

Liputan6.com, Manado - Dampak pandemi Covid-19 juga dirasakan sektor pendidikan di Sulut, terutama pengelola sekolah swasta. Mereka kesulitan membayar gaji guru honorer, bahkan sejumlah pengajar terancam dirumahkan.

"Saya sudah beberapa bulan terakhir ini di rumah, tidak lagi mengajar. Tidak lagi menerima gaji," ungkap Theresia, salah satu guru honorer pada sekolah swasta di Manado, Senin (11/5/2020).

Dia mengungkapkan, selama ini, gaji yang diperolehnya berdasarkan jumlah jam mengajar di sekolah tersebut. Dengan situasi seperti saat ini, sekolah-sekolah diliburkan, praktis dia tidak bisa mengajar.

"Sehingga memang saya tidak punya jam mengajar yang kemudian bisa dihitung sebagai gaji saya," ujar wanita lulusan Universitas Negeri Manado ini.

Theresia mengatakan, memang ada pembelajaran virtual di mana penyampaian materi secara online, tetapi tidak semua sekolah, siswa, dan guru menerapkan itu.

"Karena keterbatan fasilitas, termasuk jaringan internet," ujarnya.

Nasib yang tak jauh berbeda dialami Gladys. Meski gaji yang diberikan oleh pihak sekolah dipatok setiap bulannya tanpa menghitung jam mengajar, tetapi kini sekolahnya kesulitan dana.

"Imbasnya gaji kami para guru honorer tidak bisa dibayarkan," ujar Gladys.

Dia menambahkan, bagi guru dengan status Aparat Sipi Negara (ASN) yang bekerja di sekolah swasta tidak ada persoalan karena gaji mereka tetap dibayar oleh negara.

"Sedangkan kami yang guru honorer, atau juga guru yayasan memang kesulitan," ujarnya.

Ketua Umum Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) Provinsi Sulut Drs David M Legi mengaku sekolah swasta yang dikelola oleh yayasan kesulitan dana. Sumber pembiayaan sekolah salah satunya berasal dari uang SPP.

"Banyak orangtua beranggapan bahwa siswa selama dua bulan ini belajar di rumah, jadi tidak perlu bayar uang SPP," ujarnya.

Padahal, menurutnya, selama ini pihak sekolah swasta melalui guru-guru tetap melakukan pembelajaran jarak jauh. Dan ini tentu membutuhkan biaya, termasuk juga membayar gaji atau honor untuk guru maupun biaya pulsa internet.

"Memang sudah ada kebijakan dari pemerintah bahwa dana BOS reguler di masa covid-19 ini, 50 persen dapat digunakan untuk bayar gaji guru honorer," ujarnya.

Dia mengatakan, kalau 50 persen dana BOS reguler untuk bayar gaji atau honor guru untuk sekolah negeri memang cukup.

"Tapi kalau untuk sekolah swasta masih kurang," ungkap Legi saat memimpin Forum Diskusi Sekolah Swasta yang berlangsung melalui video conference, akhir pekan lalu.

Dalam diskusi itu berhasil diidentifikasi sejumlah persoalan sebagai dampak pandemi Covid-19 terhadap sekolah swata.

"Orangtua tidak mampu membayar SPP karena terdampak Covid-19, sedangkan SPP salah satu pendapatan sekolah swasta," ujarnya.

Terkait kondisi itu, pihaknya merumuskan beberapa solusi antara lain mengoptimalkan penerimaan dari SPP, serta pengurus yayasan mengembangkan alternatif pendanaan untuk pembayaran gaji guru.

"Ya kita berharap ada solusi mengatasi masalah ini terutama saat pandemi Covid-19 yang masih berlangsung," ujarnya.

Simak juga video pilihan berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya