Liputan6.com, Kupang - Semula, tak ada warga yang mengenal sosok, Samuel Ludji Dima (48) yang sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu. Ia dikabarkan sebagai salah satu keluarga miskin yang luput dari perhatian pemerintah.
Namanya tidak masuk daftar penerima Bantuan Sosial Tunai (BST) membuat salah satu rekannya menuliskan keluhan pria empat anak itu ke grup Facebook.
Tulisan itu membuat wartawan mencari tahu alamat Samuel. Setelah beberapa hari mencari, wartawan berhasil mendapatkan nomor telepon dan alamat Samuel. Lewat nomor kontak itu, tempat tinggal Samuel berhasi ditemukan.
Advertisement
Baca Juga
Di simpang jalan itu, seorang pria paruh baya dengan penampilan sederhana telah menunggu kedatangan para pewarta, kira-kira 50 meter dari sebuah rumah di RT 13, RW 05, Desa Tarus, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Minggu (25/5/2020). Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Samuel Ludji Dima.
Tiba di rumah, istri Samuel, Atni Kabnani (28) mempersilahkan Liputan6.com dan beberapa rekan untuk duduk, di sebuah kursi kayu sepanjang satu meter, sementara keduanya duduk di lantai tanah.
Samuel sangat bersemangat menceritakan tentang kehidupan mereka, sementara Atni sibuk membuat kopi, meski sesekali menyambung pembicaraan kami dari dapur, yang hanya dipisahkan dengan dinding bebak dari ruang tamu.
Agar lebih nyaman, saya dan teman-teman memilih duduk sila bersama di lantai tanah, sambil menyambung pembicaraan Samuel dengan pertanyaan. Lima gelas plastik berwarna merah berisikan kopi hitam, diletakkan masing-masing di hadapan kami oleh Atni. Dia pun mempersilahkan kami untuk bercerita sambil minum, sebelum kopi itu dingin.
"Maaf kita duduknya di bawah tanah, kami tidak ada kursi," kata Samuel dengan polos.
Menurutnya, selain kursi, dia belum bisa membeli tempat tidur. Setiap malam, Samuel dan istri serta keempat anaknya hanya tidur di kasur tipis yang dibentang pada lantai kamar keluarga.
Sambil menikmati kopi, Samuel mengatakan jika keluarganya tidak pernah menerima bantuan apa pun dari pemerintah pada masa pandemi covid-19. Mungkin luput dari pendataan di tingkat bawah, ia juga tidak tahu sebab malu untuk bertanya.
"Walaupun saya tidak pernah dapat, tetapi saya tidak protes karena mungkin masih banyak yang lebih butuh dari saya. Sejak anak pertama sampai anak keempat ini lahir pun, saya tidak dapat bantuan, baik BST/BLT maupun sejenisnya," ungkap dia.
Mewabahnya covid-19 di Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur, membuat Samuel yang kesehariannya bekerja sebagai tukang ojek tidak lagi menunggu penumpang di pangkalan. Selain karena sepi penumpang, dia juga takut sebagai carier penularan virus kepada istri dan anak-anaknya di rumah.
Untuk memenuhi kebutuhan setiap hari, Samuel ternyata sudah membeli beberapa kilo beras untuk dimasak setiap hari. Agar tidak cepat habis, istrinya memasak bagi mereka hanya takaran dua gelas, bahkan sehari mereka hanya dua kali makan.
"Setiap hari kami makan dua kali. Kalau ada uang beli ikan atau tahu, kalau tidak ada, ya seperti ini makan dengan sayur pepaya atau marungga," imbuhnya.
Meski demikian, Samuel tidak banyak berharap menerima BLT atau BST.
"Kalau dapat saya terima kasih, tidak dapat ya mau bilang apa, mungkin masih ada yang lebih butuh dari saya," ungkap Samuel.
Usai menikmati kopi, rekan wartawan menyerahkan paket sembako dan sebuah amplop berisi sedikit uang. "Semoga bisa bermanfaat," ujar, Yuven Nitano, salah seorang rekan wartawan.
"Terima kasih sudah peduli dengan kehidupan kami," jawab Atni Kabnani, istri Samuel.
Kami pun pamit pulang sebelum mentari mulai meninggi. Kesederhanaan dan perjuangan hidup Samuel dan istrinya menjadi cerita kami sepanjang perjalanan pulang. Bahwa, masih banyak orang-orang yang terabaikan, jauh dari perhatian pemerintah, juga sesama.
Â