Liputan6.com, Pekanbaru - Kejati Riau mengusut dugaan korupsi dana publikasi di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau tahun 2017. Oknum pejabat di sana diduga memberikan dana ratusan juta ke sejumlah perusahaan media dengan syarat harus mendapatkan bagian.
Dugaan sementara, sejumlah perusahaan media itu tidak terverifikasi di dewan pers. Pemberian kontrak untuk media itu juga tidak memenuhi syarat kerja sama yang ditetapkan dewan pers.
Advertisement
Baca Juga
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Riau Hilman Azazi menyebut anggotanya sudah meminta keterangan ke dewan pers. Termasuk memberikan daftar perusahaan media yang mendapat kontrak pada 2017 itu.
"Hasilnya memang banyak yang tidak masuk kategori (tercatat) dewan pers," kata Hilman di Pekanbaru.
Hilman menjelaskan, penyelidik Kejati tengah menganalisis dua hal. Pertama soal penganggaran, apakah sudah tepat dan sesuai ketentuan berlaku sehingga tidak menimbulkan kerugian negara.
"Yang kedua, terkait penyaluran ke sejumlah perusahaan media. Indikasi awal, kurang selektif siapa saja penerima dan tidak ada pertanggungjawaban, tidak jelas," kata Hilman.
Hilman mencontohkan, oknum pejabat di Sekretariat DPRD Riau menerima tawaran kerjasama media online di Pekanbaru. Perusahaan ini diberikan uang sekian juta tapi harus ada 'feedback'.
"Saya kasih kamu segini, kamu harus kasih segini pula. Kalau gak ada 'feedback', kerjasama tidak lanjut," kata Hilman.
Menurut Hilman, 'feedback' ini bukan pemotongan seperti yang biasa dilakukan jika ada kerjasama media dengan instansi. Biasanya, pemotongan ada acuannya dan harus dipertanggungjawabkan.
"Kalau 'feedback' ini ada dugaan tekanan (oknum), dugaannya seperti itu," ucap Hilman.
Sejak diusut beberapa bulan lalu, Hilman masih menunggu laporan dari anggotanya. Jika memang ditemukan bukti setelah memeriksa sejumlah saksi, Kejati Riau bakal menaikkan kasus dana publikasi ini ke penyidikan.
"Lihat nanti perkembangannya bagaimana," kata Hilman.