Bencana Banjir Lamandau Dampak Gundulnya Hutan

Setahun terakhir, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah diterjang banjir besar dua kali yang diduga akibat penggundulan hutan.

oleh Roni Sahala diperbarui 09 Sep 2020, 02:25 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2020, 02:25 WIB
Banjir di Kabupaten Lamandau
Sejumlah wilayah di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah terendam banjir.

Liputan6.com, Lamandau - Kinipan dan sejumlah desa di Kabupaten Lamandau diterjang banjir. Bencana ini datang diduga akibat gundulnya hutan di wilayah tersebut.

Kepala Desa Kinipan Wilem Hengki mengatakan, banjir melanda dengan ketinggian beragam. Air memasuki pemukiman dan merendam rumah warga.

“Di salah satu jalan di desa, ketinggian air sampai satu meter. Tahun ini sudah dua kali kami alami banjir,” ungkap Wilem saat dihubungi dari Palangka Raya, Selasa (8/9/2020).

Wilem menjelaskan, banjir sudah melanda sebagian besar desanya sejak Minggu (6/9/2020) lalu.

Setikdanya ada tiga desa lain yang terendam yakni Desa Kina, Desa Jamuat, dan Desa Mangkalang. Semuanya terletak di Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah.

“Bertahun-tahun kami tinggal di sini belum pernah banjir. Termasuk desa-desa tetangga itu, apalagi Desa Kina, itu akan di paling hulu sungai, kok bisa sampai banjir,” kata Wilem.

Wilem mengungkapkan, selama tiga hari belakangan di wilayahnya memang dilanda hujan dengan intensitas cukup tinggi. Hal itu menyebabkan luapan Sungai Batang Kawa yang jarang mereka lihat sebelumnya.

“Di Desa Kina itu ada yang air sudah mencapai atap, mereka mengungsi ke rumah keluarga,” katanya.

Simak juga video pilihan berikut


Banjir Dampak dari Deforestasi

Banjir di Lamandau
Banjir yang menerjang Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah diprediksi akibat deforestasi.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalteng Esau A Tambang mengungkapkan, banjir di Lamandau perlu dilihat sebagai dampak dari kurangnya daya dukung dan daya tampung hutan.

“Daya dukung dan daya tampung aliran sungai di Lamandau itu sudah terlewatkan dan sudah rusak. Ini banjirnya kan mendadak dan tidak bisa diprediksi. Pasti sudah terlewatkan, makanya sekarang itu yang harus dipikirkan adalah pemulihannya,” kata Esau.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Dimas Novian Hartono mengungkapkan, kondisi hutan di hulu Sungai Lamandau sudah kritis akibat alih fungsi hutan yang masif. Dampak dari alih fungsi hutan itu menjadi bencana alam, salah satunya banjir.

“Harus ada perbaikan tata kelola sumber daya alam secepatnya, karena pengelolaan yang diberikan ke investasi atau koorporasi berdampak buruk pada kondisi alam di sana,” kata Dimas.

Kata Dimas, pemerintah perlu melihat bencana di Lamandau sebagai dampak dari rusaknya hutan. Sehingga, pemerintah juga perlu melakukan evaluasi perizinan yang ada saat ini.

“Ini bukti dari pengelolaan sumber daya alam yang buruk dari korporasi, harus ada evaluasi perizinan,” kata Dimas.


Setahun Dua Kali Dilanda Banjir

Banjir di Lamandau
Dampak penggundulan hutan semakin terasa bagi warga Kabupaten Lamandau karena harus alami musibah banjir lebih sering.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lamandau Edison Dewel membenarkan banjir yang melanda di kawasan Kecamatan Batang Kawa. Ujarnya, di tahun 2020 ini, bencana banjir sudah dua kali melanda sejumlah desa di Lamandau.

Edison menjelaskan, tahun ini dua kali wilayah Lamandau direndam banjir. Sebelumnya, banjir melanda di 55 desa di tujuh kecamatan pada bulan Juli lalu. Setidaknya, 5.926 orang terdampak, namun hanya 2.553 orang yang mengungsi di posko darurat.

BPBD  saat ini masih melakukan pendataan karena baru mendapatkan informasi soal banjir. Dari informasi yang terbatas setidaknya delapan desa di Kabupaten Lamandau dinyatakan terendam banjir.

“Datanya masih dikumpulkan jadi belum bisa dipastikan, itu informasi awal. Meskipun demikian, tim sudah turun ke lokasi untuk memberikan logistik sambil memantau juga melakukan evakuasi jika diperlukan,” kata Edison.

Sementara itu Prakirawan Stasiun Meteorologi Palangkaraya Lian Adriani mengungkapkan, saat ini wilayah Kalteng masih mengalami musim kemarau. Meskipun demikian, hujan tetap diprediksi berlangsung degan intensitas yang berkurang dari pada musim hujan.

“Beberapa hari terakhir intensitas hujan memang cukup tinggi itu karena beberapa faktor cuaca, seperti adanya perlambatan kecepatan angin di beberapa daerah di Kalteng,” ungkap Lian.

Lian menjelaskan, kondisi perlambatan kecepatan angin tersebut membuat potensi pembentukan awan hujan. “Kami sudah berikan peringatan dini mulai dari banjir hingga kebakaran hutan,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya