Liputan6.com, Malang - Ide kreatif bisa berasal dari mana saja serta memanfaatkan apa saja. Candiono Halim, warga Kebalen Wetan 6, Kota Malang misalnya. Limbah barang elektronik sampai mainan anak–anak, ia manfaatkan jadi kerajinan tangan berupa berbagai miniatur.
Mulai dari miniatur sepeda ontel, miniatur motor gede sampai becak. Harga jualnya pun bervariasi, dari ratusan ribu sampai jutaan rupiah. Kerajinan tangan ini pun sudah menjadi tumpuan perekonomiannya.
Advertisement
Baca Juga
“Dulu di pertengahan tahun 1990-an ya hanya suka saja buat miniatur. Setelah itu saya yakin ini bisa jadi penghasilan utama,” ujar Candiono beberapa hari lalu.
Ia menjadikan perajin miniatur sebagai pekerjaan utama sejak 2001. Memanfaatkan limbah radio sampai televisi bekas. Beberapa komponen elektronik dirangkai jadi miniatur. Roda mainan mobil pun turut dimanfaatkan. Bahan didapat dari tetangga dan teman.
Serta membeli kawat tembaga sampai plat sebagai ganti bahan baku miniatur sepeda ontel saat limbah benda elektronik semakin sulit didapat. Semua dikerjakan di rumah sekaligus galeri bernama Obeng Colection.
“Kalau sekarang yang semua bahan menggunakan barang bekas ya miniatur motor Harley Davidson. Kalau ontel dan becak sudah dicampur bahan baru beli,” ucap Candiono.
Setiap miniatur hasil kerajinan tangan Candiono punya harga berbeda. Sebuah miniatur sepeda london dijual Rp75 ribu, miniatur ontel senilai Rp125 ribu, becak Rp150 ribu, dokar Rp250 ribu. Sedangkan miniatur motor gede dijual paling murah seharga Rp1,3 juta.
“Dikerjakan sendiri. Semua buatan tangan, tidak menggunakan mesin cetak,” katanya.
Simak video pilihan berikut ini:
Imajinasi
Karena buatan tangan, ia memperhatikan setiap detail karya. Untuk desain bertumpu pada imajinasi, tanpa perlu melihat gambar produk. Karena dikerjakan seorang diri, setiap karya butuh waktu lumayan lama.
Untuk 10 buah miniatur ontel misalnya, butuh sedikitnya dua minggu pengerjaan. Bisa sampai tiga minggu untuk membuat sebuah becak. Sedangkan, pembuatan sebuah motor gede bisa sampai tiga minggu.
“Desain tak perlu lihat gambar atau foto, sudah ada imajinasi. Pernah pula membuat miniatur motor cross sesuai permintaan pembeli,” tutur Candiono.
Hasil karyanya dijual ke beberapa pasar tradisional sampai tempat wisata. Sesekali ikut pameran bila ada yang mengajak. Ia sempat berhenti beberapa tahun membuat berbagai miniatur untuk mencoba usaha baru.
“Mulai buat lagi di awal tahun ini tapi kemudian ada pandemi, ya ikut terdampak juga,” ucap Candiono yang mengaku tak mendapat bantuan sosial dari pemerintah.
Meski demikian, ia tetap berkarya di rumah. Agar dapur tetap mengepul, ia juga menjual ikan cupang di rumahnya. Memanfaatkan trend masyarakat yang sedang gemar memelihara ikan hias berkarakter petarung itu.
“Ya kalau pandemi tak segera selesai bisa semakin susah. Karena bisa saja orang lebih mengutamakan kebutuhan utama mereka,” ujarnya.
Advertisement