Legenda Kampung Tenggelam dan Ayam yang Hidup di Dasar Danau Koliheret

Meski punya pemandangan alam yang menawan, stigma angker membuat Danau Koliheret di Kabupaten Sikka, NTT, jarang dikunjungi wisatawan.

oleh Dionisius Wilibardus diperbarui 20 Okt 2020, 23:00 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2020, 23:00 WIB
Danau Koliheret Sikka NTT
Danau Koliheret di Desa Watudiran, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Liputan6.com/ Jhon Gomes)

Liputan6.com, Sikka - Danau Koliheret merupakan 'danau perawan' yang ada di Desa Watudiran, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Punya pemandangan alam yang menawan, danau ini dikelilingi pepohonan besar yang membuat udara di sekitarnya sangat sejuk.

Danau mungil ini terletak di tengah hutan, tepatnya di Desa Watudiran, Kecamatan Waigete. Berjarak 44,5 km kilometer arah timur Kota Maumere, perjalanan bisa melewati jalur utara dari pertigaan Patiahu, menuju ke arah selatan melewati desa Runut hingga mendekati perbatasan Desa Hale, Kecamatan Mapitara. Lokasinya yang berada di tengah hutan menjadikan Danau Koliheret diibaratkan mutiara tersembunyi di tengah belantara.

Banyak mitos dan cerita legenda menyelimuti keindahan danau yang menjadi habitat bagi sekawanan ayam kampung liar ini. Ada yang menyebut, Danau Koliheret dahulu adalah sebuah perkampungan. Danau ini jarang dikunjungi lantaran banyak orang menganggap lokasinya yang angker. Masyarakat adat setempat kemudian menjadikan danau ini sebagai destinasi wisata dan dibuka untuk umum.

Petrus Hugo Pulung (69), pemilik lahan di Danau Koliheret sekaligus ketua adat setempat saat ditemui Liputan6.com, akhir pekan silam menceritakan, nenek moyangnya dahulu membuka kebun di sebuah daerah yang bernama Duking. Lumbungnya berada di Wua Bahang Bale Kloang. Sepasang saudara kandung hidup dan menjaga lumbung tersebut.

Keduanya hidup bagai suami istri, padahal secara adat dilarang. Usai panen, kedua adik kakak kandung ini pun kembali ke kampung Koliheret.

Usai mengetam padi, biasanya diadakan pesta adat Togo Pare, syukuran adat usai panen. Saat pesta digelar tarian Tandak digelar. Sepasang adik kakak itu pun ikut menari bersama warga lainnya.

"Saat asyik manari, malam itu terjadi hujan lebat dan air mulai memenuhi kampung. Kampung tersebut tenggelam. Keduanya menyembunyikan perlakuan haram tersebut sehingga terjadilah bencana. Alam dan leluhur marah atas perlakuan keduanya," tutur Petrus.

Saat pesta adat tersebut ada orang yang tidak ikut menari sehingga luput dari bencana. Keturunan mereka pun ada sampai saat ini di Ilianit. Saat semua melarikan diri, ada perempuan tua ikut melarikan diri dengan membawa ayam. Tapi dirinya menoleh ke belakang hingga berubah menjadi batu. Ayam itu pun ikut tenggelam, namun selamat dan terus berkembang biak hingga saat ini. Ayam-ayam itu dikenal oleh warga setempat dengan sebutan Manu Rano.

"Untuk memangggilnya kita harus memukul kayu pepohonan di sekitar danau. Bisa juga dengan bertepuk tangan. Biasanya ayamnya muncul pagi dan sore hari," kata Petrus.

Benar saja, tim Liputan6.com bisa menyaksikan Manu Rano muncul ke permukaan danau saat diberi tepukan tangan. Namun yang terlihat hanya kepalanya saja di permukaan danau.

Petrus juga mengatakan, pohon Koli juga kerap muncul sewaktu-waktu di permukaan Danau Koliheret, yang daunnya berwana kuning. Selain juga tiang bekas rumah-rumah penduduk yang biasa juga muncul dan terlihat.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya