Liputan6.com, Bandung - Serikat buruh atau pekerja di Jawa Barat kembali menyatakan menolak dan meminta agar UU Cipta Kerja dibatalkan atau dicabut. UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini diteken Presiden Joko Widodo atau pada 2 November 2020 dan sudah resmi diundangkan.
Baca Juga
Advertisement
Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Roy Jinto mengatakan, elemen buruh di Jabar akan tetap melakukan perlawanan dan akan membuat gerakan penolakan yang lebih masif untuk menyikapi disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja.
"Yang pasti tetap menolak Omnibus Law Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan," kata Roy, Selasa (3/11/2020).
Roy mengungkapkan ada sejumlah langkah yang diambil buruh. Langkah pertama, meminta Presiden RI menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai upaya eksekutif review. Kemudian, melalui legislatif review dengan meminta DPR RI untuk melakukan inisiasi pembuatan atau revisi UU Cipta Kerja.
"Ketiga, judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK)," ujar Roy.
Selain ketiga langkah tersebut, Roy memastikan serikat buruh termasuk yang ada di Jabar akan tetap melakukan aksi turun ke jalan mulai di daerah hingga ke Kantor Presiden dan Gedung DPR RI di Jakarta. Aksi penolakan secara masif akan dilakukan secara serentak pada 9-10 November mendatang.
"Gerakan buruh melalui aksi tetap dilakukan secara masif baik pada saat pendaftaran dan setiap persidangan di MK maupun nanti di DPR RI serta di Istana Presiden sampai UU Cipta Kerja dicabut," ujarnya.
Diketahui, Presiden Jokowi baru saja meresmikan UU Cipta Kerja atau UU Nomor 11 Tahun 2020, Senin (2/11/2020). Beleid yang kontroversial ini akhirnya diundangkan meskipun mendapat banyak tentangan terutama dari kalangan buruh terkait pasal di klaster ketenagakerjaan.