Buruh Minta Pemerintah Pastikan Barang Kebutuhan Rakyat Tak Kena PPN 12 Persen

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirat menyoroti kenaikan PPN jadi 12 persen bagi barang mewah.

oleh Arief Rahman H diperbarui 17 Des 2024, 20:20 WIB
Diterbitkan 17 Des 2024, 20:20 WIB
Buruh Minta Pemerintah Pastikan Barang Kebutuhan Rakyat Tak Kena PPN 12 Persen
Pemerintah memutuskan tetap menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan tetap menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kelompok buruh bersikeras meminta pemerintah menjamin barang kebutuhan rakyat tidak terdampak.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirat menyoroti kenaikan PPN jadi 12 persen bagi barang mewah. Dia ingin pemerintah bisa memastikan kalau barang-barang di luar kategori tersebut tidak terdampak.

"Memastikan bahwa kenaikan itu memang seperti apa yang menjadi tujuan pemerintah, yaitu di barang-barang mewah atau barang-barang tertentu itu yang tidak menyasar kepada rakyat kecil," kata Mirah kepada Liputan6.com, Selasa (17/12/2024).

Dia mendesak pemerintah betul-betul memantau pergerakan harga bahan pokok. Terutama yang jadi kebutuhan para pekerja buruh dan masyarakat umum.

"Nah itu harus dipastikan, maksud saya bagaimana cara memonitoringnya, kemudian mengawalnya, supaya nanti tidak miss yang ada di lapangan," tegas dia.

Pada dasarnya, Mirah mengapresiasi pemerintah yang menerapkan PPN 12 persen bagi barang mewah. Pada saat yang sama, perlu ada mitigasi agar bahan pokok tidak ikut terdampak. Dia khawatir, sembako secata tidak langsung juga terdampak kenaikan tadi.

"Nah, tapi kalau saya menyarankan pemerintah turunkan harga untuk barang-barang, harga pangan dan juga barang pokok atau sembako itu," pintanya.

"Kemudian berikan secara luas subsidi listrik, BBM, dan subsidi-subsidi yang sangat mendasar yang dibutuhkan oleh rakyat. Dan karena memang kalau kita perhatikan kenaikan UMP aja nih untuk tahun 2025, pasti ada dampak efek dominonya tuh diikuti dengan kenaikan harga pangan, harga sembako, dan harga-harga yang lain gitu," Mirah menambahkan.

 

Konsumsi Rumah Tangga Makin Loyo Imbas PPN 12%

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Kendati perekonomian Indonesia relatif masih resilien, Menkeu tetap menyampaikan bahwa pemerintah tetap mewaspadai adanya turbulensi global yang terjadi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen akan berlaku pada 1 Januari 2025.

Kebijakan PPN 12 persen ini merupakan bagian dari amanat yang terdapat dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021.

Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda mengingatkan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% berisiko menurunkan daya beli rumah tangga yang dapat berpengaruh ke konsumsi.

Hal ini berkaca dengan penurunan konsumsi rumah tangga yang terjadi pada kenaikan PPN sebelumnya.

“Ketika tarif PPN di angka 10 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga berada di angka 5 persen-an. Setelah tarif meningkat menjadi 11 persen terjadi perlambatan dari 4,9 persen (2022) menjadi 4,8 persen (2023). Diprediksi tahun 2024 semakin melambat,” ungkap Nailul Huda kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (17/12/2024).

Ia juga melihat, bantuan stimulus yang disasarkan pada masyarakat juga hanya melanjutkan yang sudah pernah diberikan.

 

Insentif yang Diberikan

Huda menyebut, beberapa menghasilkan dampak kepada perekonomian, namun tidak memberikan multiplier effect kepada penyerapan tenaga kerja formal.

“Seperti contohnya insentif pembelian rumah yang hanya memberikan dampak ke PDB namun kecil kepada pekerjaan sektor formal,” jelas dia.

Adapun insentif yang diberikan ke masyarakat kaya dengan insentif otomotif (EV dan Hybrid) serta properti maksimal seharga Rp 5 miliar.

Sebagai informasi, Pemerintah melanjutkan pemberian sejumlah insentif yang telah berlaku sebelumnya seperti PPN DTP Properti bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp 5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp 2 miliar

Selain itu juga PPN DTP KBLBB atau Electric Vehicle (EV) atas penyerahan EV roda empat tertentu dan bus tertentu, PPnBM DTP KBLBB/EV atas impor EV roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan EV roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD), serta Pembebasan Bea Masuk EV CBU.

“Siapa yang mampu membeli properti hingga Rp 5 miliar jika tidak orang kaya,” ujar dia.

Ekonom: Pemerintah Perlu Perpanjang Stimulus Ekonomi Imbas PPN 12 Persen

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen akan berlaku pada awal 2025. 

Kebijakan PPN 12 persen ini merupakan bagian dari amanat yang terdapat dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021.

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menilai, daya beli masyarakat sulit untuk diseimbangkan dengan ada kenaikan PPN menjadi 12 persen. Lantaran, kenaikan tersebut juga berlaku bagi sejumlah barang kebutuhan rumah tangga.

"Satu-satunya jalan adalah batalkan kenaikan PPN 12 persen itu," ujar Bhima kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (17/12/2024).

Bhima juga melihat, Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk memperpanjang periode penyaluran stimulus dalam rangka meringankan beban masyarakat dari naiknya PPN menjadi 12 persen. 

Salah satunya, Pemerintah merancang kebijakan Bantuan Pangan/Beras sebanyak 10 kg per bulan yang akan diberikan bagi masyarakat di desil 1 dan 2 sebanyak 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP) selama dua bulan pada Januari-Februari 2025, dan pemberian diskon biaya listrik sebesar 50 persen selama dua bulan pada Januari-Februari 2025 bagi pelanggan listrik dengan daya listrik terpasang hingga 2200 VA untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga.

"Sementara dampak dari kenaikan tarif PPN 12 persen ini bisa sangat panjang," ucap Bhima.

Bhima memaparkan studi yang dilakukan Celios menemukan pengeluaran kelas menengah berisiko naik hingga Rp 300,000 per bulan akibat kenaikan PPN 12 persen.

"Sedangkan untuk masyarakat miskin ada kenaikan hingga lebih dari Rp 100,000 per bulannya karena PPN naik dari 11 persen jadi 12 persen," ujar dia.

"Jadi antara dampak PPN 12 persen dengan stimulus ekonominya belum sebanding, maka ini akan menurunkan daya beli masyarakat lebih dalam lagi serta memicu PHK massal di berbagai sektor," Bhima menambahkan.

 

 

Infografis Plus Minus Kenaikan PPN 12 Persen
Infografis Plus Minus Kenaikan PPN 12 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya