Bersatu Selamatkan Iklim, Warga Bandung Serukan Perlindungan Lingkungan Hidup

Bandung Berisik atau Bersatu Selamatkan Iklim, menggelar aksi mendesak penyelamatan dan perlindungan lingkungan hidup di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (5/11/2021).

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 06 Nov 2021, 11:00 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2021, 11:00 WIB
Aksi Iklim
Berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Bandung Berisik atau Bersatu Selamatkan Iklim, menggelar aksi mendesak penyelamatan dan perlindungan lingkungan hidup di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (5/11/2021). (Foto: Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Bandung Berisik atau Bersatu Selamatkan Iklim, menggelar aksi mendesak penyelamatan dan perlindungan lingkungan hidup di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (5/11/2021).

Bandung Berisik yang terdiri dari pegiat lingkungan hidup, lembaga bantuan hukum dan HAM, pelajar, mahasiswa, mapala, serta berbagai elemen komunitas, menggelar aksi damai dimulai sekitar pukul 14.00 WIB. Mereka membawa sejumlah poster berisi protes emisi yang berujung pada perubahan iklim.

Selain itu, sebagian peserta aksi juga turut menggelar aksi teatrikal dengan menumpahkan air hitam sebagai simbol pembuangan limbah air panas bekas pendingin dan kerja pembangkit PLTU Batu Bara dibuang ke perairan laut.

Adapun selama aksi damai berlangsung, arus lalu lintas di bilangan Diponegoro tetap ramai lancar. Petugas lalu lintas bekerja mengatur kendaraan yang melintas saat aksi berlangsung.

Pengampanye Urban dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Barat Klistjart mengatakan, melalui aksi ini pihaknya ingin menyerukan penyelamatan dan perlindungan lingkungan hidup dan rakyat di Jabar.

Alih-alih menyikapi perhelatan konferensi perubahan iklim COP 26, aksi Bandung Berisik juga mendesak agar pemerintah Jabar meninjau kembali bahkan menghentikan segala bentuk aktivitas pembangunan yang merusak lingkungan serta menyengsarakan rakyat, serta berkontribusi menghasilkan emisi yang berujung pada perubahan iklim.

“Kondisi saat ini permasalahan lingkungan di Jawa Barat ditandai dengan terlampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan. Namun ironisnya arah pembangunan yang ekstraktif dan eksploitatif dengan didukung oleh kebijakan nasional masih menjadi prioritas di Jawa Barat," ujarnya.

Menurut Klistjart, hal tersebut tentunya akan menambah kerentanan bumi Parahyangan dari dampak perubahan iklim yang sangat nyata sedang terjadi. Berdasarkan nilai Indeks kualitas lingkungan hidup Provinsi Jawa Barat sebesar 61,59 poin, dan berada di urutan 4 terbawah dari 33 provinsi yang lain.

Tak hanya itu, dari hasil proyeksi hingga 2030, besaran emisi yang dihasilkan Jabar akan mencapai 135.212.417 ton eCO2. Di mana sumber emisi terbesar berasal dari sektor energi sebesar 41%, sektor transportasi 31%, sektor Kehutanan 12%, dan gabungan beberapa sektor lain 16%.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini:


PLTU Batu Bara

Aksi Iklim
Berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Bandung Berisik atau Bersatu Selamatkan Iklim, menggelar aksi mendesak penyelamatan dan perlindungan lingkungan hidup di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (5/11/2021). (Foto: Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Selain itu, berdasarkan catatan WALHI Jabar, saat ini sudah ada 4 PLTU batu bara di pesisir utara dan 1 di pesisir selatan Jabar. Dari jumlah tersebut, wilayah pesisir utara masih akan bertambah 3 PLTU batu bara.

“PLTU batu bara merupakan salah satu penyumbang emisi paling besar dan pencemar dari proses pembakaran batu bara yang asapnya dilepas ke udara. Limbah air panas bekas pendingin dan kerja pembangkit dibuang ke perairan laut. Sehingga mengganggu ekosistem pesisir dan laut utara Jawa Barat," tutur Klistjart.

"Di tataran tapak, alih fungsi lahan akibat pembangunan PLTU batu bara merampas mata pencaharian dan membuat suram masa depan para buruh tani, petambak garam, dan nelayan kecil,” ujar Klistjart menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya