Liputan6.com, Islamabad - Laporan UNICEF yang baru-baru ini diterbitkan menempatkan Pakistan sebagai negara dengan tempat anak-anak menghadapi risiko tertinggi dari bencana terkait perubahan iklim, menjadikannya negara paling rentan di Asia Selatan dalam hal ini.
Laporan tersebut menyoroti ancaman berat yang dihadapi jutaan anak di Pakistan akibat meningkatnya banjir, kekeringan, dan peristiwa cuaca ekstrem.
Baca Juga
Dikutip dari laman Khaama, Selasa (4/2/2025) temuan-temuan ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan upaya nasional dan internasional untuk melindungi populasi yang rentan dari dampak perubahan iklim yang semakin memburuk.
Advertisement
Lanskap geografis dan sosial-ekonomi Pakistan membuatnya sangat rentan terhadap perubahan iklim. Dengan sistem sungai yang luas, gletser, dan sektor pertanian yang sangat bergantung pada pola cuaca yang dapat diprediksi, negara tersebut menghadapi tantangan yang signifikan karena gangguan terkait iklim menjadi lebih sering dan parah.
Selama dua dekade terakhir, Pakistan telah mengalami banjir berulang, kekeringan berkepanjangan, dan gelombang panas ekstrem, yang menyebabkan kehancuran yang meluas.
Banjir dahsyat tahun 2022 menjadi contoh meningkatnya risiko, karena hampir sepertiga wilayah negara itu terendam, yang berdampak pada lebih dari 33 juta orang, termasuk 16 juta anak-anak.
Hancurnya sekolah, pencemaran pasokan air, dan penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air semakin memperburuk krisis, yang berdampak secara tidak proporsional pada anak-anak dari komunitas terpinggirkan dan berpenghasilan rendah.
Laporan UNICEF menyoroti kerentanan unik anak-anak dalam menghadapi bencana yang disebabkan oleh iklim. Di Pakistan, anak-anak sangat berisiko karena kekurangan gizi, perawatan kesehatan yang tidak memadai, dan gangguan pada pendidikan.
Kekurangan gizi ibu, yang diperparah oleh kerawanan pangan dan kemiskinan, sering kali mengakibatkan hasil kesehatan yang buruk bagi bayi yang baru lahir.
Saat anak-anak tumbuh, mereka menghadapi banyak tantangan, termasuk terbatasnya akses ke pendidikan berkualitas, perawatan kesehatan, dan kondisi hidup yang aman.
Menyebabkan Banyak Musibah
Bencana seperti banjir menggusur keluarga, menghancurkan infrastruktur penting, dan memaparkan anak-anak pada lingkungan yang tidak bersih, yang menyebabkan penyebaran penyakit seperti kolera, demam berdarah, dan malaria. Kekeringan mengganggu pasokan air dan produktivitas pertanian, yang menyebabkan kekurangan pangan dan kekurangan gizi, yang selanjutnya memengaruhi perkembangan anak-anak.
Selain konsekuensi fisik langsung, dampak psikologis perubahan iklim pada anak-anak sering kali diabaikan. Peristiwa cuaca ekstrem seperti banjir dan kekeringan mengganggu rasa aman anak-anak, yang menyebabkan tantangan kesehatan mental jangka panjang, termasuk kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Pengungsian dan kesulitan keuangan sering kali memaksa anak-anak putus sekolah, memperparah stres dan membatasi peluang mereka untuk masa depan yang stabil. Mengingat bahwa pendidikan merupakan jalur penting untuk keluar dari kemiskinan, gangguan ini memiliki konsekuensi yang luas bagi individu dan masyarakat pada umumnya.
Laporan UNICEF menggarisbawahi implikasi yang lebih luas dari tidak adanya tindakan terhadap iklim, baik secara global maupun nasional.
Negara-negara industri, yang telah memberikan kontribusi paling besar terhadap perubahan iklim melalui emisi gas rumah kaca selama beberapa dekade, memikul tanggung jawab yang signifikan untuk mengatasi konsekuensinya.
Namun, negara-negara berkembang seperti Pakistan, yang memberikan kontribusi kurang dari 1 persen dari emisi global, tetap terkena dampak secara tidak proporsional. Kurangnya dukungan finansial dan teknis yang memadai dari komunitas internasional semakin memperparah tantangan ini.
Advertisement
Keterbatasan Sumber Daya
Di tingkat nasional, respons iklim Pakistan dibatasi oleh keterbatasan sumber daya, ketidakstabilan politik, dan prioritas yang saling bersaing. Meskipun inisiatif seperti proyek “Tsunami Sepuluh Miliar Pohon” dan upaya Kementerian Perubahan Iklim menandakan kemajuan, namun hal tersebut tidak cukup untuk mengatasi kerentanan struktural yang terungkap oleh bencana terkait iklim.
Infrastruktur yang lemah, kesiapsiagaan bencana yang tidak memadai, dan investasi yang terbatas dalam pendidikan dan perawatan kesehatan terus menempatkan jutaan anak dalam risiko.
Untuk mengatasi tantangan ini diperlukan pendekatan global yang komprehensif. Negara-negara yang lebih kaya harus menghormati komitmen mereka terhadap pembiayaan iklim bagi negara-negara berkembang, sebagaimana yang diuraikan dalam Perjanjian Paris.
Pendanaan ini harus memprioritaskan proyek-proyek yang berpusat pada anak, termasuk pengembangan sekolah yang tangguh, peningkatan akses ke air bersih, dan peningkatan infrastruktur perawatan kesehatan di wilayah-wilayah yang rentan terhadap iklim.
Kehadiran UNICEF
Organisasi-organisasi internasional seperti UNICEF dapat memainkan peran penting dalam mengadvokasi kebijakan yang menempatkan anak-anak di garis depan adaptasi iklim dan strategi respons bencana.
Upaya bantuan darurat harus difokuskan pada penyediaan gizi, pendidikan, dan dukungan kesehatan mental yang memadai bagi anak-anak yang terkena dampak.
Laporan UNICEF berfungsi sebagai pengingat penting akan kebutuhan mendesak untuk tindakan tegas. Melindungi anak-anak dari dampak perubahan iklim yang semakin buruk bukan hanya tanggung jawab moral tetapi juga keharusan strategis bagi r pembangunan berkelanjutan.
Pakistan, bersama dengan masyarakat internasional, harus memprioritaskan kebijakan iklim yang berpusat pada anak dan upaya mitigasi untuk memastikan masa depan yang lebih aman dan lebih tangguh bagi generasi mendatang.
Advertisement