Liputan6.com, Palembang - Kedua dosen Universitas Sriwijaya (Unsri), kini terjerat kasus dugaan pelecehan seksual, yang dialami oleh para mahasiswanya. Kedua dosen Unsri tersebut yakni AN, dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan R, dosen Fakultas Ekonomi (FE) Unsri.
Setelah kasusnya mencuat, pihak Rektorat Unsri menggelar rapat internal membentuk tim Satgas, untuk menangani masalah tersebut. Mereka juga membuat peraturan baru, untuk menghindari terjadinya kasus serupa.
Rektor Unsri Anis Saggaf mengatakan, pihak kampus sudah menyosialisasikan ke seluruh warga kampus, agar mulai menggunakan komunikasi dengan IT, untuk meminimalisir pertemuan langsung.
Advertisement
Baca Juga
“Kalau berkonsultasi dengan dosen, mahasiswa harus membawa teman dan saudara, atau bisa juga orangtuanya, agar konsultasi dilakukan secara aman,” ucapnya, Rabu (15/12/2021).
Salah satu langkah sosialisasi yang dilakukan pihak Unsri, yaitu memasang pamflet-pamflet kampanye di kawasan kampus yang berguna untuk mengajak para korban maupun saksi yang melihat indikasi pelecehan seksual, bisa segera melapor ke pihak kampus.
Dia pun menginstruksikan ke koordinator program studi (prodi) dan dosen, agar konsultasi skripsi atau pun mata kuliah, tidak boleh lagi di ruang tertutup dan berdua-duaan. Tidak boleh lagi di rumah dosen, harus beraktivitas di kawasan kampus.
Peraturan tersebut tidak hanya berlaku bagi dosen dan mahasiswi saja, tapi juga untuk mahasiswa juga.
“Nanti akan ada ruangan khusus untuk konsultasi, akan dipasang juga CCTV,” ujarnya.
Diakuinya, konsultasi antara dosen dan mahasiswa sering dilakukan di luar kampus, walaupun pihak kampus kerap kali mengimbau pelaksanaannya di dalam kampus Unsri saja.
Namun, karena sudah terbiasa dengan suasana kekeluargaan, sehingga konsultasi antara tenaga pendidik dan mahasiswa memang kerap dilakukan di luar kampus dan di rumah dosen juga.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pendampingan ke Korban
“Karena biasanya kekeluargaan. Biasanya ayahnya adalah teman dosennya, jadi bisa silaturahmi. Tapi sekarang sudah di kampus, atau menggunakan media di Unsri,” ujarnya.
Untuk saat ini, pihaknya masih menyerahkan kasus tersebut ke kepolisian. Untuk korbannya sendiri, pihak Rektorat Unsri sudah menyiapkan psikolog khusus di tim etik Unsri.
Tim etik tersebut, lanjut Anis, sudah menawarkan untuk adanya pembinaan dan memberikan semangat kembali ke korban.
“Yang (korban) FKIP, sudah ketemu tim etik. Tapi dia memilih sama keluarganya di kampung,” ucapnya.
Advertisement