Akmal Malik bakal Fasilitasi Sinkronisasi Regulasi Tata Niaga Sawit di Sulbar

Langkah ini diambil demi melindungi posisi pekebun sawit dan industri pengolahan kelapa sawit di wilayah Sulawesi Barat.

oleh Fauzan diperbarui 17 Jun 2022, 17:01 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2022, 16:55 WIB
Akmal Malik
Penjabat Gubernur Sulbar, Akmal Malik (Foto: Liputan6.com/Abdul Rajab Umar)

Liputan6.com, Mamuju - Penjabat Gubernur Sulbar, Akmal Malik menegaskan pihaknya akan mengupayakan perbaikan tata niaga tandan buah segar (TBS) yang melindungi posisi pekebun sawit dan industri pengolahan kelapa sawit di wilayah Sulawesi Barat. 

"Usaha perkebunan sawit ini memengaruhi hajat hidup orang banyak, sehingga sangat dibutuhkan kecermatan yang lebih mendalam," kata Akmal Malik, Jumat, (17/6/2022). 

Diketahui, luas areal komoditi perkebunan kelapa sawit di Sulbar berdasarkan data hingga tahun 2019, yakni 152.475 hektare. Luas wilayah itu mencakup wilayah Mamuju Tengah, Pasangkayu dan Mamuju. Jumlah tersebut yang terbesar adalah sawit rakyat atau swadaya.

Merujuk pada luasnya lahan perkebunan yang dikelola oleh warga secara swadaya di Sulbar, Akmal Malik terdorong untuk memperjuangkan hak petani, khususnya dalam mengatur tata niaga yang tidak hanya menguntungkan perusahaan sawit tapi juga pekebun. 

Upaya perbaikan harga TBS dan tata niaga antara pekebun sawit dan industri, diatur secara detil dalam Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor: 01/PERMENTAN/KB.120/2018 tentang Pedoman Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun. 

Namun, menurut Akmal, beberapa norma yang diatur dalam peraturan Menteri Pertanian tersebut perlu diselaraskan dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Perundangan.

"Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah di Kemendagri akan memfasilitasi penyelarasan tersebut," kata Akmal yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini.

Hal-hal yang Perlu Diatur

Hal-hal yang harus diatur lebih detil, terkait dengan norma-norma yang menimbulkan multi tafsir antara petani kebun sawit dengan perusahaan pemilik kebun sawit yang selama ini tak kunjung usai dan kerap menjadi polemik. 

"Polemiknya selalu tentang penetapan harga tandan buah segar sawit yang harus di fasilitasi oleh pemerintah provinsi," tegas Akmal Malik.

Akmal juga menilai selain perlu untuk mengatur tata niaga perniagaan tandan buah segar sawit, seharusnya juga ada kebijakan yang mengatur posisi terkait banyaknya pabrik-pabrik pengolahan kelapa sawit yang tidak memiliki areal perkebunan sawit. 

"Banyaknya pabrik pengolahan kelapa sawit yang diduga menimbulkan kompetisi dalam pembelian TBS secara tidak berimbang dari pekebun sawit. Ini harus diatur," terang Akmal.

Demikian juga terkait penerapan sanksi bagi perusahaan yang membeli TBS di bawah harga yang telah ditetapkan yang harus di eksekusi gubernur, perlu kajian yang lebih mendalam. 

"Harus dilakukan kajian mendalam terkait pengaturan harga dan tata niaganya. Mengingat usaha perkebunan sawit ini mempengaruhi hajat hidup orang banyak, sehingga sangat dibutuhkan kecermatan lebih mendalam," Akmal memungkasi. 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya