Macan Kumbang Turun Gunung Masuk Perkampungan di Bandung, Pertanda Apa?

Dua macan kumbang terpantau masuk ke daerah deka pemukiman di Kabupaten Bandung, dianggap sebagai ciri rusaknya lingkungan.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 14 Agu 2022, 03:00 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2022, 03:00 WIB
macan kumbang
Seekor macan kumbang tertangkap kamera. Sumber: Instagram/ @shaazjung

Liputan6.com, Bandung - Dalam dua bulan terakhir, setidaknya ada dua ekor macan kumbang yang diketahui melintasi kebun atau peternakan warga di wilayah Kabupaten Bandung. Aktivis lingkungan menilai kejadian tersebut sebagai indikasi rusaknya habitat satwa liar, sehingga memaksa binatang buas itu mencari makan sampai ke dekat permukiman.

Pada akhir Juli lalu, seekor macan kumbang didapati tengah berada di area peternakan ayam milik PT Amanda di Kampung Cikaso, Desa Tanjungwangi, Kecamatan Cicalengka. Keberadaan hewan yang masih satu spesies dengan macan tutul Jawa itu terabadikan lewat video amatir warga.

Peternakan ayam tersebut berada dekat dengan Kawasan Konservasi Taman Buru (TB) Masigit Kareumbi. Menurut penjaga peternakan, Yayat Hidayat (36), macan yang turun gunung merupakan kejadian yang kerap berulang. Macan kumbang pernah memangsa belasan ayam hingga hewan ternak milik sebuah pesantren di sana.

"Ini yang ketiga kalinya datang ke peternakan," katanya beberapa waktu lalu.

Kejadian terbaru dilaporkan warga di daerah Kecamatan Pangalengan, awal Agustus lalu. Dalam video, kucing besar berwana hitam legam itu terlihat mondar-mandir di kebun milik warga, yang juga berdekatan dengan sumber air. Seekor macan itu diduga turun dari kaki Gunung Wayang.

Satwa liar kerap dianggap menganggu dan mengancam ketika berada di peternakan, kebun maupun wilayah dekat permukiman. Namun, hal yang terjadi justru bisa saja sebaliknya.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Siapa yang Menganggu?

Seorang anggota tim lapangan Wanadri di Kawasan Konservasi Taman Buru (TB) Masigit Kareumbi, Randi Muhammad menuturkan, peternakan itu setidaknya berada di sekitar tiga titik habitat macan, yakni Kawasan Konservasi Kareumbi, Cinini, dan Kubang.

"Kemungkinan wilayah peternakan juga masih berada di kawasan habitat macan itu," katanya.

Randi berpendapat, bukan macan kumbang yang "mengganggu", tapi bisa saja karena peternakan tersebut berada sekawasan dengan habitat macan. Dalam amatannya, macan kumbang kerap memangsa hewan lain yang sesuai ukurannya.

Macan yang kecil lebih memilih mangsa yang juga kecil. Macan kumbang juga disebut sering mencari makan di banyak tempat. Di habitatnya, mereka sering berebut teritori.

"Kalau ada ayam kenapa harus babi hutan," tuturnya.

Ketika mendapati macan kumbang melintas di peternakan, kebun atau dekat permukiman, ia menyarankan agar masyarakat sekadar mengusirnya, tidak melukai apalagi membunuhnya.

"Kalau mati, bisa kena pasal pembunuhan hewan dilindungi," katanya.

 

Rusaknya Habitat

Aktivis lingkungan dari Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat, Dedi Kurniawan enggan menganggap kejadian-kejadian tersebut selaku angin lalu. Ia memandangnya sebagai indikasi adanya sebuah masalah lingkungan yang serius.

Menurutnya, salah satu faktor yang bisa menggiring satwa-satwa liar ke wilayah permukiman adalah rusaknya habitat dan kawasan hutan. Lantas, memicu langkanya makanan dan sumber air bagi satwa liar. Mangsa mereka bisa saja berkurang akibat direbut manusia lewat aktivitas perburuan, sementara kawasan hutan terus menyempit akibat pembangunan.

"Koridor habitat satwa itu sudah terjepit, selain pakan kurang karena perburuan juga kawasan semakin menyempit akibat banyaknya pembangunan," katanya kepada Liputan6.com, Sabtu, 13 Agustus 2022.

 

Edukasi dan Patroli

Di samping upaya-upaya pemulihan dan pelestarian kawasan hutan yang mesti dikerjakan secara serius, kata Dedi, langkah lain yang juga tak kalah penting adalah menggencarkan edukasi kepada masyarakat guna mencegah konflik antara manusia dan satwa. Selayaknya, sesama mahkluk hidup keduanya dapat hidup berdampingan.

"Di Pangalengan macan berhasil dihalau dan masuk kembali ke habitatnya. Masyarakat sudah tampak mulai peduli dan menghindari konflik dengan satwa, ini perlu diapresiasi dan terus ditingkatkan melalui edukasi berkelanjutan," katanya.

Dedi juga mendorong agar Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Barat menggencarkan patroli bersama masyarakat guna memitigasi, memetakan daerah rawan konflik. Dalam upaya konservasi tersebut, pemerintah patut melibatkan peran sipil. Menurut Dedi, pelibatan demikian masih sangat minim.

Ia menegaskan, pemerintah tingkat daerah atau provinsi harus benar-benar mengimplementasikan upaya pelestarian macan kumbang sebagai fauna identitas Jawa Barat, jangan hanya sebatas melestarikannya sebagai patung maupun slogan.

"Meminta KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), dalam hal ini BBKSDA Jawa Barat, membuat strategi dan rencana aksi penyelamatan konservasi macan tutul melibatkan semua," ungkapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya