Pengakuan IRT di Gorontalo Gunakan Obat Sirup Untuk Anak Jika Sakit

Begitupun dengan pihak apotek dan fasilitas penyedia layanan kesehatan yang diminta untuk berhenti meresepkan obat sirup.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 23 Okt 2022, 14:00 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2022, 14:00 WIB
Kementerian Kesehatan Instruksikan Apotek Setop Sementara Penjualan Obat Sirup
Pegawai membawa sejumlah obat sirup yang mengandung paracetamol di Apotek Prima Husada, Cinere, Depok, Jawa Barat, Kamis (20/10/2022). Kementerian Kesehatan menginstruksikan seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dalam bentuk sirup anak kepada masyarakat akibat adanya lebih dari 200 kasus gangguan ginjal akut misterius yang menyerang anak di Indonesia. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Gorontalo - Menyusul informasi terkait gangguan ginjal akut yang terjadi pada anak belakangan ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengimbau masyarakat berhenti sementara waktu untuk menggunakan obat sirup apapun, termasuk parasetamol.

Hal tersebut menjadi bentuk kewaspadaan dini yang dianjurkan lantaran proses investigasi gangguan ginjal akut masih berlangsung. Begitupun dengan pihak apotek dan fasilitas penyedia layanan kesehatan yang diminta untuk berhenti meresepkan obat sirup.

Berdasarkan Edaran tersebut, seluruh apotik di Provinsi Gorontalo menghentikan penjualan obat tersebut. Bahkan, saat masuk di sejumlah apotik di Gorontalo sudah ada pesan tertulis jika obat sirup penjualannya dihentikan.

"Berdasarkan edaran, kami hentikan penjualannya," kata Endah Kartika, salah satu asisten apoteker di Gorontalo kepada Liputan6.com.

Namun berbeda dengan keterangan seorang Ibu rumah tangga (IRT) di Gorontalo. Menurutnya jika obat sirup yang digunakan pada anaknya tidak memberikan dampak buruk.

"Jika mereka sakit demam atau batuk, obat sirup menjadi andalan. Alhamdulillah, anak saya baik-baik saja," kata Rostin warga Kota Gorontalo.

Ibu dengan tiga orang anak itu mengaku, obat sirup sebenarnya merupakan kesukaan anaknya. Sebab, saat anaknya sakit tidak sama sekali mau meminum obat tablet atau disuntik oleh dokter.

"Nah, obat sirup ini adalah satu-satunya obat yang ampuh menurunkan demam dan batuk saat mereka sakit," ungkapnya.

"Kalau obat tablet, sudah pasti mereka tidak mau dan kalaupun di paksa, pasti mereka tidak suka," tuturnya.

Dengan adanya edaran Kemenkes, kata Rostin, membuat dirinya khawatir. Jangan sampai kedepan obat ini akan mempengaruhi kesehatan anaknya kedepan.

Selain itu, jika anaknya sakit, pasti sulit baginya untuk membujuk anaknya meminum obat. Kecuali dengan obat sirup yang biasa digunakan.

"Saat banyak edaran menkes, obat sirup yang tersimpan langsung saya buang," ujarnya.

"Hanya saja, yang saya khawatirkan ini ada dampak buruk ke depan kepada anak-anak yang sebelumnya terlanjur mengkonsumsi obat ini," ia menandaskan.

Simak juga video pilihan berikut:

Obat Sirup yang Dimaksud

Sirup Obat Batuk
Sirup obat batuk tidak efektik redakan batuk. (Ilustrasi: Medical News Today)

Meskipun obat yang dicurigai adalah parasetamol, Syahril mengungkapkan bahwa aturan penghentian sementara untuk menjual dan mengkonsumsi obat sirup berlaku untuk semua obat. Bukan hanya parasetamol semata.

"Sesuai dengan edaran yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, jadi semua obat sirup atau obat cair (yang dihentikan sementara), bukan hanya parasetamol. Ini diduga bukan kandungan obatnya saja, tapi komponen-komponen lain," kata Syahril.

"Jadi untuk sementara ini, Kementerian Kesehatan sudah mengambil langkah untuk menyelamatkan kasus yang lebih banyak dengan penghentian sementara penggunaannya."

Instruksi terkait penghentian sementara obat sirup dikeluarkan oleh Kemenkes RI melalui surat nomor SR.01.05/III/3461/2022 perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal pada Anak.

Menurut data yang dihimpun Kemenkes RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), total pasien per 18 Oktober 2022 mencapai 206 anak dengan kategori usia paling banyak 1-5 tahun.

Sementara itu,  Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada sisa sampel obat yang dikonsumsi para pasien, memang ditemukan adanya jejak senyawa yang berpotensi menyebabkan gangguan ginjal akut progresif atipikal ini.

Syahril pun mengungkapkan bahwa hasil investigasi termasuk soal senyawa yang diduga menjadi penyebab gangguan ginjal akut tersebut kemungkinan akan diungkap pada minggu depan.

"Senyawa apa yang diduga (menjadi penyebab gangguan ginjal akut)? Kalau kita melihat hasil penyelidikan atau penelitian di Gambia Afrika, itu memang ada dikaitkan dengan senyawa yang ada di empat macam obat batuk dan pilek yang sudah disebutkan BPOM mengandung dietilen glikol maupun etilen glikol," kata Syahril.

"Untuk itu, kami belum bisa mem-publish karena sedang dalam penelitian, yang insyaallah minggu depan hasil penelitiannya akan kita publish." tandasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya