Ada Kejahatan Seksual di Paser, UPTD PPA Tegaskan Tak Tutupi Kasus

DP2KBP3A Paser melalui UPTD PPA menegaskan tak menutup-nutupi kasus kejahatan seksual terhadap keterbukaan informasi oleh media.

oleh Apriyanto diperbarui 16 Nov 2022, 05:00 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2022, 05:00 WIB
Kejahatan Seksual
Koordinasi dan sinkronisasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. (ist/Liputan6.com)

 

Liputan6.com, Paser - Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Paser, menyebut pihaknya tidak akan menutupi kasus kejahatan seksual di Paser. 

Hal itu dikemukakan Kepala UPTD PPA Paser, Muchlas saat pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi program kegiatan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di ruang rapat Saduregas Kantor Bupati Paser, Kamis (10/11/2022).

Namun begitu, Muchlas mewanti-wanti, jika pemberitaan media tentu akan berdampak pada psikologis korban.

"Efek dari di-upnya (diberitakan) suatu kasus ke media bagi anak-anak berat banget psikologi sosialnya. Penyembuhannya tidak cepat, enggak gampang," tutur Muchlas.

Ia mengaku ada beberapa pewarta meminta kasus yang tengah ramai belakangan ini, yakni oknum guru terhadap siswinya, meminta inisial dan sekolahnya. Dia mengatakan, itu privasi korban yang harus dijaga kerahasiaannya.

"Minta inisial dan nama sekolahnya kami enggak berikan," sambungnya.

Masih dalam pertemuan itu, ia mengatakan jika bukan dikonfirmasi langsung atau ada pewarta yang menayangkan inisial korban, melainkan dari Kepala DP2KBP3A Kabupaten Paser, Amir Faisol yang menanyakan via aplikasi pesan singkat.

"Jadi mohon maaf teman-teman media kami bukan menutup-nutupi kasus. Memang hari itu ada Pak Kadis (DP2KBP3A) minta kepada saya via WA (WhatsApp), pak kasus ini ada enggak inisial korban dan pelaku, sekolanya di mana, saya enggak kasih, saya mohon maaf pak privasi korban saya jaga," ucap Muchlas menyebut balasan pesan singkat tesebut.

Muchlas mengaku mendapat teguran dari sekolah dan keluarga korban, pasca adanya pemberitaan kejahatan seksual yang dilakukan oleh oknum guru terhadap siswinya.

"Berjalannya waktu setelah ada rilis (konferensi pers) dari aparat penegak hukum, itu booming. Dari berita itu kami mendapat teguran dari sekolah dan keluarga korban, kok bisa kasusnya di up," katanya.

Adapun yang telah dilakukan pihaknya yaitu melakukan sosialisasi dan edukasi ke sekolah. Termasuk dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Paser akan kasus tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pedoman Pemberitaan Ramah Anak

Kejahatan Seksual
Penandatanganan komitmen oleh perwakilan media dalam pencegahan terhadap kekerasan perempuan dan anak. (Liputan6.com)

Sementara untuk korban atau siswi yang menjadi kejahatan seksual oleh oknum guru, dikatakannya sampai saat ini masih melakukan pendampingan. Bahkan beberapa waktu lalu pihak dari Kementerian Sosial ke Kabupaten Paser untuk ke rumah korban.

"Korban kami tanya sudah masuk kelas apa belum, bagaimana suasana di sekolahnya. Keluarlah bahasa masih mengalami perundingan dan belum bisa survive lagi. Makanya kami dengan psikolog secara berkala melakukan pendampingan," beber Muchlas.

Di tempat yang sama, salah seorang Anggota PWI Kabupaten Paser, Anas Abdul Kadir menuturkan jika pewarta memiliki Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA). Identitas anak yang harus dilindungi adalah semua data dan informasi yang menyangkut anak. Seperti nama, foto, gambar, nama kakak/adik, orangtua, paman/bibi dan kakek atau nenek.

Termasuk tidak keterangan pendukung seperti alamat rumah, alamat desa, sekolah, perkumpulan atau klub yang diikuti, dan benda-benda khusus yang mencirikan anak tersebut. "Ada beberapa hal yang menjadi rujukan kami, salah satunya PPRA. Untuk

menyebutkan identitas korban maupun pelaku kejahatan seksual itupun kita dilarang. Sebagai media pun menjaga kerahasiaan seperti itu, karena ada hak-hak anak yang memang harus dijaga," jelas Anas Abdul Kadir.

 

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya