Seruit Khas Lampung, Ketika Kuliner dan Tradisi Menyatu

Cara memakan seruit Lampung biasanya dilakukan dengan posisi lesehan dan menggunakan tangan langsung, tanpa sendok atau garpu.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 03 Des 2022, 18:00 WIB
Diterbitkan 03 Des 2022, 18:00 WIB
Seruit, Hidangan Khas Lampung Nikmatnya Saat Bersama
Makanan khas Lampung ini punya filosofi, sebagai makanan yang dinikmati bersama

Liputan6.com, Lampung - Seruit merupakan kuliner Lampung, khususnya Kabupaten Way Kanan, yang masuk ke dalam jenis sambal. Seruit memadukan tempoyak durian (durian yang difermentasi) bersama dengan sambal terasi, pindang ikan, dan ditambah dengan sedikit air jeruk lesom atau air aren.

Seruit diolah dengan cara direbus dan dibakar. Peralatan yang digunakan pun sederhana dan biasa ditemukan di dapur, seperti cobek, ulekan, penjapit, saringan, serta alat bakar.

Masyarakat setempat senang mengomsumsi sambal seruit bersama dengan nasi hangat. Tak lupa, beberapa lalapan juga dihidangkan, seperti kol, kemangi, petai, dan timun.

Cara memakan seruit Lampung biasanya dilakukan dengan posisi lesehan dan menggunakan tangan langsung, tanpa sendok atau garpu. Sebagai alas, sajian ini memanfaatkan daun pisang yang dapat memberikan aroma khas.

Tak hanya di masyarakat Kabupaten Way Kanan, seruit juga ada di beberapa daerah di Lampung. Seruit pun tersebar di berbagai daerah di lampung dan menjadi sajian khas.

Umumnya, masyakarat Kabupaten Way Kanan menyebut aktivitas menyantap seruit dengan sebutan nyeruit. Mengutip dari 'Pelestarian Tradisi Nyeruit sebagai Warisan Gastronomi Kota Bandar Lampung' oleh Fitri Cahya Ningrum, Dewi Turgarini, dan Risya Ladiva Bridha, tradisi nyeruit biasanya dilakukan di acara-acara besar masyarakat Lampung, seperti upacara pernikahan, upacara keagamaan, serta upacara adat.

Oleh karena itu, sajian ini tergolong susah dicari. Hanya sedikit rumah makan yang menyediakan seruit sebagai menu utama.

Dalam tradisi nyeruit, masyarakat setempat memegang teguh sifat utamanya, yakni dilakukan bersama-sama atau beramai-ramai. Pasalnya, masyarakat setempat memiliki pandangan tentang tradisi nyeruit yang tidak terasa nikmat jika dilakukan sendirian.

Kesukaan masyarakat setempat akan sajian yang segar dan pedas juga mendasari lahirnya sambal seruit. Sejak zaman nenek moyang hingga kini, nyeruit pun akhirnya menjadi sebuah tradisi turun-temurun.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya