Liputan6.com, Palangka Raya - Bagi masyarakat Dayak, penggunaan daun sungkai dalam dunia kuliner menjadi warisan turun temurun dari leluhur. Daun ini tumbuh subur di Kalimantan pada ketinggian 100-150 meter, baik di dataran rendah maupun perbukitan.
Bahkan, sebelum mereka mengenal micin yang diproduksi secara modern, daun sungkai menjadi andalan masyarakat untuk menghasilkan makanan lezat. Tanaman yang masuk dalam keluarga manispermaceae itu kerap digunakan sebagai penyedap rasa alami.
Daun sungkai juga dikenal dengan nama sengkubak. Daunnya memliki ciri bentuknya yang lebar seperti daun jambu dengan panjang mencapai 12 centimeter. Sementara pohonnya tidak tinggi, dengan ranting yang kecil dan merambat.
Advertisement
Baca Juga
Siti, salah seorang warga Jekan Raya, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah lebih memilih menggunakan daun sungkai ketimbang micin. Baginya, daun tersebut terukti alami tanpa bahan pengawet sehingga baik untuk kesehatan dalam jangka panjang.
"Sejak turun temurun sudah terbiasa pakai ini (daun sengkubak), selain tanpa pengawet daun ini juga baik untuk kesehatan," ungkap Siti, Rabu (3/1/2022).
Cara menggunakan daun ini pun cukup mudah, yakni daun sungkai ditumbuk halus kemudian dicampurkan ke dalam masakan. Selain itu, daunnya bisa dikeringkan kemudian diolah menjadi kemasan serbuk.
Buah Sungkai
"Bisa juga dibuat jadi serbuk, tapi harus dikeringkan dahulu sebelum dicampur ke masakan," ujar Siti.
Sementara untuk buahnya kerap digunakan Siti sebagai ramuan alami untuk penurun demam dan mengobati sariawan. Siti juga mengajak masyarakat untuk melestarikan kearifan lokal sebagai upaya pembudidayaan daun sengkubak, sehingga melahirkan kelestarian lingkungan.
Bahkan menurutnya, daun sengkubai sangat mudah dibudidayakan.hanya danya dengan memotong cabangnya atau akarnya yang kemudian dipindahkan ke media taman yang baru, tanaman ini akan tumbuh kembali.
Advertisement