Liputan6.com, Yogyakarta - Psikolog UGM, Smita Dinakaramani menyebut orang yang tidak bisa menolak permintaan orang lain disebut sebagai Peolple pleaser atau pelabelan informal bagi individu untuk menyenangkan orang lain. Hal ini menurutnya akan merugikan orang tersebut sehingga perlu mengambil sikap.
"People Pleaser ini basically membantu dengan motif untuk menyenangkan orang lain meski itu merugikan dirinya sendiri. Itu perbedaanya dengan orang yang benar-benar mau membantu, bisa memetakan kapasitasnya sampai mana bisa membantu atau tidak," ujarnya, saat dihubungi Kamis 9 Februari 2023.
Smita mengatakan ciri yang mencerminkan people pleaser adalah memprioritaskan kepentingan maupun perasaan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Bahkan sampai pada tingkat hal tersebut merugikan dirinya sendiri tidak menjadi persoalan.
Advertisement
Baca Juga
Susah untuk Berkata Tidak, Apakah Kamu Seorang People Pleaser?
- Jangan Lakukan! Ini 8 Tanda Kamu Adalah Seorang People Pleaser
- 7 Tanda Kamu Seorang People Pleaser, Selalu Membuat Orang Lain Merasa Bahagia
"People Pleaser akan menaruh kebutuhan diri sendiri pada urutan paling akhir. Perasaan, kebutuhan, serta opini diri tidak lebih penting dari orang lain," ucap Dosen Fakultas Psikologi UGM.
Smita menjelaskan ingin terlihat sempurna menjadi ciri lain people pleaser dengan harapan menyenangkan semua orang. Tetapi, ciri diluar diri, people pleaser ini ingin agar semua orang untuk menyukai dirinya sebagai validasi diri dari orang lain yang sangat kuat.
People pleaser justru membiarkan dirinya dimanfaatkan oleh orang lain dan sering meminta maaf karena penuh dengan rasa bersalah maupun takut disalahkan.
“Ciri lain saat menolak atau menetapkan batasan kemudian muncul perasaan bersalah yang sangat mendalam,” imbuhnya.
Sifat lainnya adalah takut terhadap konflik karena ada perasaan cemas, tidak nyaman, serta takut apabila tidak disetujui orang lain. Smita mengatakan people pleaser bisa terjadi kepada siapa saja karena hal yang wajar untuk memiliki keinginan agar disukai oleh orang lain.
“Ya ini bisa terjadi ke siapa saja karena pada dasarnya semua orang pengen diterima dan disukai,” ucapnya.
Smita menjelaskan faktor pendorong mengapa mereka menjadi people pleaser salah satunya, kepercayaan diri (self esteem) yang rendah. Saat melihat orang lain lebih keren maka akan menganggap bahwa perasaan maupun pendapatnya bukanlah hal yang penting dibandingkan perasaan dan pendapat orang lain.
“Orang-orang dengan kepercayaan diri rendah kalau mengatakan yes merasa jadi berguna, tetapi jika menyatakan no jadi merasa tidak berguna,” tuturnya.
Sikap people Pleaser lainnya ditujukan untuk menghindari konflik dengan orang lain sehingga berusaha menyamakan pendapatnya dengan orang lain. Lalu, rasa cemas karena ingin bisa beradaptasi untuk bisa disukai orang lain, karena takut konflik dan ditolak.
“Semua motifnya ya agar semua suka,” katanya.
Menurutnya ada faktor budaya di suatu negara dengan nilai-nilai untuk memprioritaskan kebutuhan orang lain di atas kepentingan diri sendiri menjadi salah satu faktor pendorong mengapa orang menjadi people pleaser. Sikap people pleaser ini apabila terus berlangsung menurut Smita bisa mengakibatkan kelelahan fisik dan mental.
Tak hanya itu, people pleaser yang berlebihan dapat berakibat sulitnya mengetahui keinginan diri sendiri (lost sense of self) karena segala yang dilakukan dan dipilihnya tergantung pada orang lain. Lalu bisa menyebabkan perasaan tertekan karena tidak menjadi dirinya sendiri.
“Sikap people pleaser juga bisa berdampak pada hubungan sosial. Saat ditempat kerja berusaha baik ke semua orang lalu sampai rumah sudah capek fisik mental kalau tidak pandai mengelola emosi akhirnya mudah marah pada anggota keluarga,” urainya.
Saksikan Video Pilihan Ini:
6 Cara Berhenti Jadi People Pleaser
Lantas bagaimana untuk berhenti menjadi people pleaser? Smita membagikan sejumlah tips yaitu, pertama, menanamkan pola pikir (mindset) untuk bisa menjaga diri sendiri. Mengutamakan diri sendiri tidak berarti menjadi egois karena kebahagiaan orang lain bukan menjadi tanggung jawab utamamu dan jangan menjadikannya sebagai beban.
Kedua, memahami bahwa kita tidak bisa membuat semua orang senang dan menyukaimu. Hal ini penting untuk dipahami agar tidak memaksakan diri secara terus menerus untuk bisa disukai oleh orang lain karena akan mengakibatkan kelelahan fisik dan mental.
“Pahami tidak semua orang akan menyukai kita. Impossible bisa menyukai orang 100%, bahkan orang terdekat kita pun ada hal-hal yang tidak kita sukai,”jelasnya.
Ketiga, membuat batasan diri menolong orang lain. Kenali kemampuan diri, sejauh mana bantuan yang bisa diberikan.
Keempat, memahami berkonflik tidaklah selalu menjadi hal yang buruk. Mengutarakan pendapat yang berbeda dengan komunikasi yang sehat justru dapat meningkatkan hubungan.
Kelima, cobalah untuk menahan diri untuk tidak spontan menerima permintaan orang lain. Misalnya ada orang yang minta dibantu pekerjaannya atau permintaan tolong lainnya, coba untuk tidak langsung mengiyakan. Ambil waktu untuk memikirkan seberapa penting persoalan dan apakah kita berada dalam kapasitas bisa membantu.
Keenam, belajar untuk berkata tidak. Menolak hal yang tidak sesuai dengan perasaan maupun keinginan diri bukanlah berarti menjadi orang yang buruk ataupun menjatuhkan orang lain.
“Belajar pelan-pelan, coba sampaikan pendapat yang kita inginkan dahulu dan baru setelah itu menolak. Misal saat diminta untuk lembur sampai jam 9 malam, sampaikan saya keberatan kalau lembur sampai jam 9 malam karena masih harus mengurus keluarga di rumah dan tawarkan bagaimana jika lemburnya hanya sampai jam 6 saja,” katanya.
Apabila cara-cara ini masih belum efektif, Smita mengimbau untuk jangan ragu meminta bantuan pada tenaga ahli atau profesional untuk berkonsultasi soal people pleaser.
Advertisement