Vegetasi Keraton Yogyakarta Ajarkan Anak Muda Peduli Lingkungan

vegetasi yang ada di keraton Yogyakarta memiliki nilai dan sejarah yang penuh sarat nilai dan makna filosofi. Hal ini mengajarkan anak muda dalam mencintai lingkungan melalui simbol vegetasi keraton yogyakarta.

oleh Yanuar H diperbarui 12 Mar 2023, 11:00 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2023, 11:00 WIB
Kyai Jolotondo, Penjaga Tradisi Minum Teh Keraton Yogyakarta
Abdi dalem Keparak membawa peralatan dan air teh bagi Sultan Yogyakarta. (dok. kratonjogja.id/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Yogyakarta - International Symposium on Javanese Culture 2023 yang memperingati Tingalan Jumenengan Dalem atau peringatan 34 tahun kenaikan tahta Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Raja Keraton Yogyakarta mengajak generasi muda untuk mengenal dan peduli dengan vegetasi yang ada di lingkungannya. GKR Mangkubumi mengatakan vegetasi yang ada di lingkungan keraton Yogyakarta seperti sawo kecik memiliki nilai dan sejarah bagi generasi muda.

“Misalnya pohon sawo kecik dari sejarah sebagai simbol nilai-nilai kebajikan masyarakat Jawa dan dari sains, tidak hanya memenuhi unsur perindang, namun sekaligus membantu penyerapan polutan. Dari pandangan sastra atau filologi, ilustrasi vegetasi dalam manuskrip milik keraton memuat gambaran kondisi alam dan sosial masyarakat Jawa kala itu,” tutur GKR Mangkubumi dalam Simposium Internasional Kebudayaan Jawa 2023 di The Kasultanan Ballroom Royal Ambarrukmo Yogyakarta pada Kamis (09/03).

Gusti Mangkubumi menyatakan Sri Sultan Hamengku Buwono I menanamkan beragam filosofi yang selaras dengan alam juga menjadi pedoman sekaligus pegangan pelaksanaan aktivitas keraton dan dasar perancangan tata kota Yogyakarta. Contohnya penyusunan vegetasi atau tumbuh-tumbuhan di lingkungan Keraton dari Tugu Yogyakarta hingga Panggung Krapyak yang mewakili simbol filosofi.

“Semoga simposium ini menjadi sarana memperkuat jati diri dan bersama-sama memperkuat identitas kita sebagai bangsa. Selamat berdiskusi dan merasakan kesejukan dari ragam vegetasi di Yogyakarta,” ujarnya.

Penghageng Kawedanan Tandha Yekti sekaligus Ketua Panitia Penyelenggara Simposium, GKR Hayu mengatakan tema vegetasi dipilih dalam simposium kali ini guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan yang sudah diwariskan para pendahulu Keraton Yogyakarta. Selain itu kembalinya 75 manuskrip digital menjadi langkah awal bagi keraton membuka diri agar nilai nilai luhur dapat terus dilestarikan.

“Tak hanya itu, peran masyarakat dibutuhkan untuk menumbuhkan kembali kesadaran menjaga kelestarian lingkungan sekecil mungkin. Tidak sekadar memanfaatkan terus-menerus, tetapi juga mereproduksinya dengan jalan-jalan pelestarian adiluhung yang selaras dengan falsafah Hamemayu Hayuning Bawono, memperindah alam seisinya, termasuk menjaga, merawat keserasian alam,” terang Gusti Hayu.

Hayu mengatakan sejak Desember 2022, keraton mengundang para akademisi, praktisi dan peneliti dari dalam dan luar negeri untuk berdiskusi terkait kekayaan vegetasi di lingkungan Keraton Yogyakarta. Melalui call for paper, panitia menerima 36 abstrak dari peneliti dalam dan luar negeri Dan terpilih 12 paper.

“ Harapannya kami bisa memberikan kesempatan bagi peneliti-peneliti muda untuk bisa tampil dan mempresentasikan penelitiannya,” papar GKR Hayu.

GKR Bendara penanggung jawab Pameran Narawandira mengatakan, acara pameran ini bagian Dari acara Tingalan Jumenengan Dalem Sultan HB X. Berbagai agenda pendukung Pameran Narawandira digelar dengan mempertimbangkan minat generasi yang lebih muda. 

“Itulah mengapa selama pameran yang berlangsung hingga Agustus besok, kami juga menggelar beberapa side events yang mungkin menarik bagi generasi muda dan anak-anak, seperti lomba sketsa, workshop dolanan anak,” imbuhnya.

Simposium Internasional ini berlangsung selama 2 hari, dari Kamis (09/03) hingga Jumat (10/03) dengan 4 sesi diskusi tentang vegetasi keraton Yogyakarta.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya