Â
Liputan6.com, Semarang - Ganjar Pranowo miris melihat kenyataan masih adanya praktik pencabulan di pondok pesantren, sebagai sebuah institusi pendidikan agama. Gubernur Jawa Tengah itu memandang perlu ada edukasi soal reproduksi dan berani bicara dari peserta didik agar praktik pencabulan anak di lingkungan pendidikan tidak terulang lagi.
Baca Juga
"Banyaknya korban (pelecehan seksual) di bawah umur seperti kasus kali ini ada 17 korban (di pondok pesantren di Batang), semuanya perempuan masih di bawah umur. Ini sangat miris sekali pada mental anak-anak perempuan," katanya.
Advertisement
Ganjar mengatakan banyaknya kasus pelecehan seksual pada anak di bawah umur di Kabupaten Batang pernah terjadi pada September 2022, kemudian terulang lagi pada 2023.
Kondisi seperti itu, kata dia, seperti ledakan "gunung es" yang semakin besar dan ternyata ada lagi terjadi di salah satu Pondok Pesantren Bandar.
"Oleh karena itu, saya minta orang tua atau orang terdekat mendampingi korban dan harus berani berbicara jika menemukan kasus seperti itu," katanya.
Â
Jangan Takut Lapor
Pihaknya, kata Ganjar, berencana menurunkan tim untuk meninjau langsung ke pondok pesantren itu guna memastikan apa yang terjadi di lingkungan ponpes.
"Apabila memang harus ditutup tempatnya maka akan kami lakukan supaya masyarakat hidup tenang dan tentram. Tidak hanya itu, saya akan sebarkan nomor telepon pengaduan pada setiap sekolah baik itu milik pemerintah atau swasta agar anak-anak kita bisa mengadu langsung. Tidak usah takut dengan ancaman-ancaman yang dari pelaku, laporkan saja pasti kami urus," katanya.
Kapolda Jawa Tengah Irjen Polisi Ahmad Luthfi menyebutkan saat ini jumlah korban pelecehan seksual di Pondok Pesantren Bandar sebanyak 14 orang.
"Akan tetapi, jumlah korban bisa kemungkinan bertambah sehingga masih perlu kami kembangkan lagi. Kami juga akan melakukan tindakan 'trauma healing' untuk memulihkan mental dan kejiwaan para korban," katanya.
Advertisement