Meski Sedang Kemarau, Kenapa Suhu di Bandung Terasa Lebih Dingin?

BMKG mencatat dalam lima hari terakhir ini (14-18 Juli 2023) suhu di Bandung menyentuh 17 derajat Celsius, di bawah nilai suhu minimum normal.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 21 Jul 2023, 07:00 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2023, 07:00 WIB
Psi
Generasi milenial dan gen z Kota Bandung menjadi incaran para caleg di Pemilu 2024. Foto: Liputan6.com/Yuniua Suwantoro/edhie prayitno ige 

Liputan6.com, Bandung - Badan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) Kota Bandung menyampaikan, suhu minimum di Bandung dalam lima hari terakhir ini (14-18 Juli 2023) tercatat menyentuh 17 derajat Celsius. Angka itu dinyatakan di bawah nilai suhu minimum normal.

"Pada tanggal 14-18 Juli, BMKG mencatat suhu Kota Bandung sempat mengalami kenaikan dari 19 derajat ke 20 derajat celsius. Namun pada tanggal 18 Juli memang terjadi penurunan suhu ke 17 derajat Celsius," jelas Kepala BMKG Kota Bandung, Teguh Rahayu dalam keterangannya di Bandung, Kamis (20/7/2023).

Umumnya, nilai suhu minimum normal pada bulan Juli adalah 18,2 derajat Celsius, dan pada Agustus nilainya 17,5 derajat Celsius. Rahayu melanjutkan, suhu udara dingin saat ini dinilai sebagai fenomena alamiah yang terjadi saat masa puncak kemarau pada Juli-Agustus.

Suhu dingin ekstrem, kata Rahayu, memang cenderung berpeluang terjadi saat musim kemarau, terutama di malam hari. Saat musim kemarau, pada siang hari, terik sinar matahari maksimal karena tidak ada tutupan awan. Akibatnya permukaan bumi menerima radiasi yang maksimal.

Sedangkan, pada malam hari, bumi akan melepaskan energi karena tidak ada awan. Maka dari itu, pada malam hari hingga dini hari, radiasi yang disimpan di permukaan bumi akan secara maksimal dilepaskan.

"Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan permukaan bumi mendingin dengan cepat karena kehilangan energi secara maksimal. Dampaknya adalah suhu minimum atau udara dingin yang ekstrem di malam hingga dini hari," ungkapnya.

Rahayu menyatakan, penyebab suhu udara dingin pada puncak musim kemarau adalah karena adanya musim dingin di wilayah Australia.

Ia menjelaskan, terdapat pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan masa udara dingin menuju Indonesia atau lebih dikenal dengan Angin Monsun Australia.

"Hal ini juga merupakan penyebab utama terjadinya musim kemarau di Indonesia. Angin Monsun Australia ini membawa suhu dingin yang berada di wilayah Australia ke wilayah Indonesia yang berada di wilayah BBS (Belahan Bumi Selatan)," katanya.

Fenomena suhu dingin ini secara empiris diprediksi akan berlangsung hingga Agustus 2023. Pada awal September akan berangsur menghangat kembali.

Masyarakat diimbau tidak khawatir terhadap fenomena saat ini. Suhu dingin pada puncak musim kemarau dianggap suatu fenomena yang wajar terjadi terutama untuk wilayah Indonesia di BBS.

"Selalu dapatkan informasi terkait dengan cuaca dan iklim dari kanal resmi BMKG dan instansi terkait. Hindari membaca informasi dari sumber tidak jelas dan berpotensi hoaks," katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya