Liputan6.com, Gorontalo - Musim kemarau yang saat ini masih melanda Provinsi Gorontalo juga berdampak pada harga gabah. Harga gabah kering di tingkat petani mulai naik. Menurut salah satu petani, Mahmud menjelaskan, kenaikan harga dipengaruhi menurunnya tingkat produksi yang dialami sejumlah petani.
Khusus di Provinsi Gorontalo, harga gabah kering mengalami kenaikan, jika sebelumnya dijual Rp5.500, saat ini bisa mencapai Rp6.000 hingga Rp7.000 per kilogram.
Advertisement
Baca Juga
Tentu, kondisi tersebut sangat berdampak terhadap pendapatan para petani. Karena selain mereka gagal panen, mereka harus menanggung kenaikan harga gabah.
"Kalau menanam lagi kan harus beli gabah kering. Sementara hasil panen kami juga menurun drastis," kata Mahmud.
Petani mengaku, jika mereka tidak lagi menggunakan gabah kering yang dijual di toko. Ketika menanam lagi, mereka gunakan gabah hasil panen yang sudah diseleksi.
"Kalau kami beli gabah di toko, hasilnya tidak bagus. Kalau kami pakai gabah sendiri, apalagi yang mau dijadikan beras dan dijual?," ujarnya.
Menurutnya, jika hasil panen di musim ini tidak sebanding dengan musim sebelumnya. Hasil panen di musim kemarau saat ini, menurun drastis dan petani hanya untung sedikit.
"Debit air menurun, petani harus saling kompak membagi jalur pengairan agar sawah bisa mendapatkan air yang cukup. Akibatnya hasil panen turun," tuturnya.
Meski hasil panen turun kata Mahmud, harga beras di tingkat pengepul tidak begitu naik. Hanya harga gabah kering untuk ditanam kembali harganya naik.
Tidak hanya persoalan gabah yang harganya naik, kemarau yang berkepanjangan juga membuat petani padi ladang enggan menanam. Karena padi ladang, sumber air satu-satunya hanya dari hujan.
"Padi ladang kan ditanam di kebun, jadi menang hanya berharap hujan turun baru bisa menanam," kata Rifon, salah satu petani padi ladang di Bonebol.
"Kalau beras padi ladang memang mahal harganya keimbang padi sawah. Tetapi apa boleh buat, kami gagal panen dan tidak bisa menanam karena cuaca," ia menandaskan.