Jadi Pemilih Pemilu Terbanyak, Apa Beda Aspirasi Gen Z dan Milenial?

Jumlah pemilih Generasi Z dan Milenial mencapai 56% atau setengah lebih dari total jumlah pemilih.

oleh Kartika diperbarui 29 Jan 2024, 02:00 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2024, 02:00 WIB
Jadi Pemilih Pemilu Terbanyak, Apa Beda Aspirasi Gen Z dan Milenial?
Simulasi ini digelar sehubungan akan dilaksanakannya masa tahapan pemungutan dan penghitungan suara pemilihan umum (Pemilu) 2024. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Data rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2024 mencatat pemilih dari Generasi Z yakni 17 sampai 30 tahun serta milenial usia 31 sampai 40 tahun bakal menjadi pemilih yang dominan yakni mencapai 56,45% dari total keseluruhan pemilih. Dominasi pemilih muda ini diprediksi bakal mengubah perspektif masyarakat terhadap harapan dan ekspektasi kepada calon pemimpin Indonesia 5 tahun kedepan.

Terkait hal ini, Populix meluncurkan studi bertemakan “Expectations of Young Voters in the 2024 Indonesian Presidential Election” yang mempelajari lebih mendalam tentang perspektif pemilih muda. Khususnya terkait isu-isu sosial dan lingkungan, reformasi pendidikan, penciptaan lapangan kerja, dan pembangunan berkelanjutan.

Hasilnya, generasi Milenial cenderung lebih pragmatis dan skeptis. Mereka melakukan pemeriksaan yang lebih teliti terhadap rekam jejak para kandidat dan menganalisis dampak pemilu sebelumnya terhadap tanah air. Pemimpin ideal menurut pandangan mereka adalah sosok yang mampu memajukan kondisi perekonomian, memberikan jaminan atas kehidupan profesional, dan kesejahteraan keuangan mereka.

Sementara Generasi Z, yang didominasi oleh pemilih pertama, membawa harapan tinggi terhadap calon pemimpin negara. Mereka juga cenderung enggan untuk terikat dengan organisasi atau komunitas politik tertentu.

Bagi mereka, sosok calon presiden atau pemimpin yang ideal adalah yang netral, pro-rakyat, dan mampu menjadi perintis terobosan baru. Aspirasi mereka tidak hanya sebatas keuntungan pribadi, tetapi lebih terfokus pada pemimpin yang dapat membawa perubahan positif, terutama yang berdampak langsung kepada anak muda.

Namun, baik Gen Z maupun Milenial memiliki pemahaman yang sama terkait pentingnya suara mereka di Pemilu 2024. Karenanya, mereka setuju bahwa partisipasi mereka memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk masa depan Indonesia.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Tiga Persona Pemilih

Untuk diketahui, studi ini menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa 16 online mini Focus Discussion Group yang berlangsung dari 14 sampai 22 Agustus 2023. Kemudian fase kedua berupa online survey yang berlangsung dari 31 Agustus sampai 12 September 2023 kepada 1.000 responden Milenial dan Gen Z.

Gabungan kedua metode ini demi menggali alasan terdalam Milenial dan Gen Z yang mendorong perbedaan masing-masing area dan segmen. Sementara, online survey juga untuk mengetahui variabel yang paling mempengaruhi perilaku pemilih.

Selain aspirasi yang berbeda antara Gen Z dan Milenial, studi ini juga mengungkap tiga persona pemilih pada pemilu 2024. Di antaranya, pemilih independen, yang lebih memilih presiden yang tidak terafiliasi dengan partai politik mana pun. Lalu pemilih yang mengutamakan kesamaan identitas, mereka cenderung memilih presiden yang memiliki kesamaan identitas dengan mereka, seperti kesamaan etnis, daerah asal, atau agama.

Biasanya, mereka juga cenderung memilih kandidat laki-laki. Terakhir, yaitu pemilih yang berpegang pada integritas kandidat dengan mengevaluasi masing-masing kandidat presiden berdasarkan kapabilitas dan pengalaman mereka sendiri. Kelompok ini mengharapkan presiden yang jujur, anti korupsi, memiliki visi yang jelas, memiliki kompetensi yang telah terbukti, rendah hati, mampu menjawab tantangan yang dihadapi Indonesia, memiliki rekam jejak yang kuat, bertekad kuat, berprinsip, dan independen dari partai politik

Sumber Informasi Gen Z dan Milenial

Dalam menggali informasi Pemilu 2024, baik Gen Z maupun Milenial menggunakan tiga sumber. Pertama media sosial yang menjadi sumber informasi utama bagi sebagian masyarakat. Belum lagi, media sosial juga menjadi sarana masyarakat berinteraksi secara online, berdiskusi dengan dinamis dalam menilai karakter para kandidat pemimpin.

Di mana lima karakteristik utama dalam menilai seorang pemimpin yakni memiliki jiwa pemimpin yang dipilih 82% responden. Lalu, visi dan kebijakan yang jelas dipilih 76% responden, intelektual dan cerdas 76%, terampil memecahkan masalah 72% dan berintegritas 69%.

Kualitas kepemimpinan, kecerdasan, serta visi dan kebijakan yang jelas sangat diutamakan oleh kalangan menengah dalam memilih seorang presiden.

Di sisi lain khusus masyarakat etnis Tionghoa atau di media sosial kerap disebut Chindo dan nonmuslim ditengarai mencari presiden yang dapat diandalkan, tanpa memandang agama dan ras.

Studi ini juga mengungkap faktor yang mempengaruhi keputusan pemilih itu sendiri yakni status sosial-ekonomi, tingkat pendidikan, suku dan budaya serta usia pemilih.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya