Menelusuri Sejarah Perkembangan Islam di Sulut dari Jejak Imam Bonjol di Minahasa

Para peziarah ini datang dari berbagai daerah, di Sulut maupun luar Sulut. Bahkan, ada yang merupakan kerabat Tuanku Imam Bonjol asal Sumatera Barat.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 10 Apr 2024, 00:00 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2024, 00:00 WIB
Nurdin Popa (ketiga dari kanan) bersama Dandim 1309/Manado Kolonel Inf Himawan Teddy Laksono SIKOm MTr (Han), dan Jemaah Masjid Imam Bonjol Desa Lota, usai buka puasa bersama pada, Jumat (5/4/2024).
Nurdin Popa (ketiga dari kanan) bersama Dandim 1309/Manado Kolonel Inf Himawan Teddy Laksono SIKOm MTr (Han), dan Jemaah Masjid Imam Bonjol Desa Lota, usai buka puasa bersama pada, Jumat (5/4/2024).

Liputan6.com, Minahasa - Tradisi ziarah kubur dilakukan sejumlah warga menjelang dan selama bulan Ramadan. Salah satu lokasi yang ramai dikunjungi adalah kompleks makam Tuanku Imam Bonjol yang terletak di Desa Lota, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulut.

Jumat (5/4/2024) sore itu, Desa Lota yang terletak di pinggiran Kota Manado baru saja diguyur hujan. Namun kondisi itu tidak menyurutkan langkah sejumlah peziarah untuk mendatangi kompleks makam Tuanku Imam Bonjol, seorang ulama besar dan Pahlawan Nasional asal Sumatera Barat.

Para peziarah ini datang dari berbagai daerah, di Sulut maupun luar Sulut. Bahkan ada yang merupakan kerabat Tuanku Imam Bonjol asal Sumatera Barat.

“Di bulan Ramadan ini, kami agendakan untuk datang berziarah di makam Tuanku Imam Bonjol,” ujar salah satu peziarah yang ditemui Liputan6.com.

Kompleks makam Tuanku Imam Bonjol itu terletak di tepi jalan Desa Lota. Selain makam Imam asal Desa Bonjol itu, terdapat pula makam pengawal beserta keturunan pengawal tersebut.

“Selama puasa ini banyak peziarah yang datang ke makam Tuanku Imam Bonjol. Tiap hari pasti ada orang yang datang berziarah,” ujar Nurdin Popa.

Nurdin Popa merupakan keturunan ke-5 dari pengawal Tuanku Imam Bonjol yang bernama Apolos Minggu. Ibu Nurdin, Ainun Minggu, merupakan keturunan ke-4 dari Apolos.

“Paling ramai orang datang berziarah adalah saat 2 hari menjelang bulan puasa. Tapi sampai hari ini, 4 hari menjelang Lebaran, warga masih berdatangan ke sini,” ujar Nurdin Popa.

Keluarga keturunan pengawal Imam Bonjol yang merawat kompleks pemakaman itu. Biayanya berasal dari pemerintah, meski tidak besar. Selebihnya, berasal dari sumbangan para peziarah atau donatur

 

Ada 50 KK Keturunan Pengawal Imam Bonjol di Desa Lota

Nurdin Popa saat menjelaskan terkait sejarah Imam Bonjol diasingkan di Minahasa.
Nurdin Popa saat menjelaskan terkait sejarah Imam Bonjol diasingkan di Minahasa.

Meski usianya sudah senja, tetapi Nurdin Popa bersemangat saat bercerita tentang Tuanku Imam Bonjol. Tepat di depan kompleks pemakaman itu, dia menuturkan kembali sejarah diasingkannya Imam Bonjol ke Minahasa.

“Tuanku Imam Bonjol adalah Pahlawan Nasional dari Sumatera Barat. Dari Kampung Bonjol. Imam Bonjol ini imam di Kampung Bonjol,” tutur Nurdin.

Dia menuturkan, pada zaman Belanda, Imam Bonjol diasingkan ke Sulut, tepatnya di Desa Lota, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa.

“Kenapa sampai diasingkan di sini? Karena dulu di sini belum ada Islam. Supaya dia tidak bisa bikin pergolakan dan perlawanan di sini, karena tidak ada dukungan,” ujarnya.

Dengan hadirnya Imam Bonjol di Desa Lota, sang pengawal Apolos Minggu menikah dengan gadis Minahasa bernama Mency Parengkuan. Dari situ kemudian lahirlah keturunan-keturunan berikutnya.

Mency yang bernama lahir Wilhelmina Parengkuan adalah gadis cantik putri Mayor Kakaskasen di Lota, Paul Frederik Parengkuan. Menci masuk Islam dan bernama Yunansi, yang lantas menurunkan generasi hingga sekarang ini, sudah tujuh generasi.

“Dalam pengasingan itu, Imam Bonjol tidak menikah. Sehingga yang ada saat ini adalah keturunan dari pengawal yang bernama Apolos tadi, jadi saya ini keturunan kelima," ujarnya.

Nurdin menuturkan, waktu diasingkan di Lota, Imam Bonjol tinggal bersama pengawalnya. Sisa-sisa rumah bekas tempat tinggal itu hingga kini masih ada di kompleks itu.

“Imam Bonjol lebih dulu meninggal, kemudian pengawalnya,” ujarnya.

Saat Imam Bonjol meninggal, sang pengawal bersama keluarga yang memandikan, mengafankan, dan menguburkan di kompleks itu.

“Setelah Imam Bonjol meninggal, kampung ini kena penyakit malaria. Penduduk di sini pindah, dan bikin kampung di Pineleng,” ujarnya.

Menurutnya, Pineleng artinya kampung pilihan atau kampung yang dipilih. Maka lahir komunitas Islam di Pineleng, bahkan kini ada 2 masjid di sana.

“Di Desa Lota ini, sisa kami di sini. Ada sekitar 50 Kepala Keluarga atau KK yang merupakan keturunan pengawal Imam Bonjol. Banyak yang sudah pindah ke kampung lain,” tuturnya.

Jarum jam menunjukan pukul 17.15 Wita. Nurdin Popa izin pamit untuk bersiap-siap acara buka puasa bersama Dandim 1309/Manado Kolonel Inf Himawan Teddy Laksono SIKom MTr (Han).

“Kami ada buka puasa bersama Pak Dandim Manado. Bisa sekalian ikut acara itu,” ujar Nurdin mengakhiri sesi wawancara di sore itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya