OJK Cabut Izin Usaha BPR Dananta di Kudus, Nasabah Diminta Tenang

Penutupan BPR Dananta menambah daftar panjang BPR yang ditutup OJK.

oleh Kartika diperbarui 02 Mei 2024, 20:00 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2024, 20:00 WIB
BPR
OJK berupaya memastikan agar seluruh BPR berada dalam kondisi sehat.

Liputan6.com, Kudus - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya mencabut izin usaha PT BPR Dananta melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-38/D.03/2024 tanggal 30 April 2024 tentang Pencabutan Izin Usaha. Langkah ini diambil demi menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen.

PT BPR Dananta sendiri beralamat di Jalan Ronggolawe Ruko Nomor 19 A, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Dalam situs Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo), PT BPR Dananta diketahui memiliki 2.575 penabung dan 69 nasabah deposito serta 171 debitur kredit sampai Desember 2023.

Kronologi penutupan BPR Dananta yakni pada tanggal 13 Desember 2023, OJK telah menetapkan PT BPR Dananta dalam status pengawasan Bank Dalam Penyehatan dengan pertimbangan Tingkat Kesehatan (TKS) memiliki predikat Tidak Sehat. Kemudian pada 28 Maret 2024, OJK menetapkan PT BPR Dananta dalam status pengawasan Bank Dalam Resolusi.

Hal ini dengan pertimbangan bahwa OJK telah memberikan waktu sesuai ketentuan kepada Direksi dan Dewan Komisaris BPR termasuk Pemegang Saham untuk melakukan upaya penyehatan termasuk mengatasi permasalahan Permodalan dan Likuiditas sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 28 Tahun 2023 tanggal 29 Desember 2023 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah.

Namun demikian Direksi dan Dewan Komisarisserta Pemegang Saham BPR tidak dapat melakukan penyehatan BPR. Selanjutnya, berdasarkan Salinan Keputusan Dewan Komisioner Nomor 68/ADK3/2024 tanggal 23 April 2024 tentang Penyelesaian Bank Dalam Resolusi PT BPR Dananta, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap PT BPR Dananta dan meminta kepada OJK untukmencabut izin usaha BPR.

Menindaklanjuti permintaan LPS tersebut, OJK berdasarkan Pasal 19 POJK di atas, melakukan pencabutan izin usaha PT BPR Dananta. Dengan pencabutan izin usaha ini, LPS akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga PenjaminSimpanan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Simpanan Dijamin LPS

Lebih lanjut, OJK mengimbau kepada nasabah BPR Dananta agar tetap tenang karena dana masyarakat diPerbankan termasuk BPR dijamin LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku. LPS telah memastikan memiliki dana untuk menjamin simpanan nasabah bank perekonomian rakyat (BPR) yang ditutup.

Sepanjang 2024 yang baru berjalan empat bulan, sudah ada 10 BPR yang harus ditutup regulator keuangan.Berdasarkan data LPS per 29 April 2024, LPS telah membayarkan total simpanan nasabah 10 BPR/BPRS sebesar Rp237.179.989.417 dengan jumlah rekening sebanyak 44.322 rekening dan jumlah nasabah sebanyak 42.248 nasabah.

“LPS saat ini masih memiliki dana yang lebih dari cukup untuk menjamin dan membayar klaim simpanan para nasabah yang bank nya ditutup,” ujar Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto dalam keterangan resminya, Selasa (30/4/2024).

LPS sendiri, tambahnya, saat ini memiliki aset sebanyak Rp 224,66 triliun. Jumlah ini diperkirakan masih akan terus bertambah hingga akhir tahun ini.Di mana sumber dana LPS sendiri berasal dari modal awal pemerintah sebesar Rp4 triliun, kontribusi kepesertaan yang dibayarkan pada saat bank menjadi peserta, premi penjaminan yang dibayarkan bank setiap semester sebesar 0,1 persen dari Dana Pihak Ketiga, dan yang terakhir adalah hasil investasi.

Langkah Preventif

Dimas menambahkan, LPS juga telah dan terus melakukan berbagai langkah preventif bersama asosiasi BPR/BPRS dalam hal ini ialah Perbarindo untuk meningkatkan tata kelola BPR melalui berbagai diskusi dan workshop sehingga penutupan atau pencabutan izin usaha BPR ini tidak mesti terjadi.

“Sebagaimana diketahui mayoritas BPR ditutup karena persoalan minimnya tata kelola,” tambahnya.

Lebih lanjut, Dimas memastikan LPS memiliki data internal yang merupakan bagian dari early warning system LPS. Sehingga LPS mengetahui gejala awal jika ada bank yang sedang bermasalah. Koordinasi LPS dan OJK juga erat terkait monitoring kondisi perbankan baik secara industri maupun individual bank.

Menurutnya, dari jumlah BPR yang saat ini sekitar 1.600 masih ada yang kondisinya masih sehat. Dus, dia menilai adanya penutupan BPR bukan berarti industri BPR rusak secara keseluruhan.

“Bagi nasabah tidak perlu khawatir karena semua bank di Indonesia merupakan peserta penjaminan LPS. Jika ada bank dicabut izin usahanya LPS akan menjamin simpanan nasabah,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya