Liputan6.com, Bandung - Pemerintah Jawa Barat (Jabar) menargetkan sebanyak 11.084.635 gabah kering giling (GKG) berhasil diproduksi di sepanjang 2024.
Menurut Penjabat (Pj) Gubernur Jabar Bey Machmudin, angka itu merupakan sesuai dengan nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah RI sebelumnya.
Baca Juga
Bey mengatakan perlu diupayakan peningkatan produksi agar dapat dicapai dengan peningkatan luas tanam melalui dua strategi, yakni Peningkatan Indeks Pertanaman (PIP) dan Perluasan Areal Tanam (PAT) yang dilakukan antara lain melalui optimasi lahan dan pompanisasi.
Advertisement
"Progres refocusing pompanisasi di Jabar telah diserahterimakan 100 persen atau sebanyak 7.033 unit kepada kelompok tani dan dimanfaatkan sebesar 82,62 persen atau 5.811 unit," ujar Bey ditulis Bandung, Kamis (8/8/2024).
Bey menuturkan sebelumnya dirinya berkunjung ke Desa Tegal Panjang, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor untuk melihat panen.
Dari luas lahan 3.000 hektare dan hasil panen rerata 5,4 sampai 5,6 ton GKG per hektar dengan penggunaan pompa memanfaatkan Sungai Cihoe.
"Hal menarik yang saya dapatkan, penggunaan bahan bakar gas (BBG) untuk pompa ini terbukti jauh lebih efisien dibandingkan bensin. Penghematan biaya produksi signifikan dari Rp100 ribu hingga Rp150 ribu per hari menggunakan bensin menjadi hanya Rp25 ribu per hari dengan BBG," kata Bey.
Belum lagi Kementerian Pertanian terus mendukunga dengan mengucurkan anggaran belanja tambahan kepada Provinsi Jabar sebanyak 1.110 unit, yang terdiri dari 225 unit provinsi, 885 unit kabupaten dan kota untuk irigasi perpompaan dan 990 unit untuk irigasi perpipaan.
Tak kalah penting ucap Bey, perlu juga dilakukan peningkatan kualitas SDM di sektor pertanian melalui program Penyuluhan Pertanian yang intensif.
Bey mengungkap pula bahwa tantangan di sektor pertanian sangat kompleks, mulai dari perubahan iklim, keterbatasan lahan hingga masalah distribusi dan pemasaran hasil pertanian.
"Sektor pertanian merupakan salah satu pilar utama perekonomian Provinsi Jabar. Pembangunan di sektor ini membutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seluruh stakeholders terkait," terang Bey.
Tanggapan Wamen Pertanian RI
Sementara itu Wakil Menteri Pertanian RI Sudaryono menuturkan pada kunjunga kerja di Graha Manggala Siliwangi, Kota Bandung, Rabu (7/8/2024), berdasarkan kondisi geografis, Jabar di beberapa daerahnya berbukit- bukit. Tak jarang sumber air berposisi lebih rendah dari pada lahan pertanian.
"Di Jawa Barat ada kondisi geografis, sumber air di bawah, lahannya di atas, maka segera laporkan kepada Direktur Irigasi. Kalau ada hal serupa, maka ini adalah target kita memberikan program irigasi perpompaan," ucap Sudaryono.
"Jadi perpompaan di Kementerian Pertanian itu ada yang diberi pompa, juga ada yang ditransfer uang kepada kelompok tani sehingga mereka bisa membangun di tebing dengan ditambah pipa-pipa," tambahnya.
Program Pompanisasi Kementan
Dilansir Kanal Bisnis, Liputan6, ementerian Pertanian (Kementan) telah menjalankan program pompanisasi di seluruh Indonesia sebagai solusi cepat bagi para petani untuk terus bisa berproduksi. Pompanisasi menjadi pilihan tepat dan strategis bagi masa depan Indonesia yang kini tengah menghadapi ancaman darurat pangan.
Pernyataan bahwa pompanisasi tidak berdampak pada produksi pertanian ditepis oleh Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Moch Arief Cahyono.
Moch Arief Cahyono menegaskan terjadi surplus produksi padi hingga 700 ribu ton di periode Juni dan Juli 2024 seperti halnya yang disampaikan BPS beberapa waktu lalu. Padahal saat ini pertanian di tengah kondisi el nino yang belum berakhir, petani tak berdaya karena sebagian lahan mereka kering dan kerontang.
"Pompanisasi adalah upaya cepat pemerintah menghadapi cuaca saat ini. Kita butuh solusi cepat. Sudah ada bukti kok dibilang tidak efektif. Sumber air yang masih ada, kita tarik agar sawah di sekitarnya masih bisa bertani," ujar Arief.
Arief menjelaskan bahwa strategi pemasangan pompa sudah mempertimbangkan kondisi lahan dan kebutuhan air untuk memaksimalkan pertanaman di berbagai daerah sentra pangan.
"Revitalisasi saluran irigasi tentu penting. Tapi itu butuh waktu lebih lama dan Kementan bergerak sesuai kewenangan. Kalau menunggu perbaikan irigasi, kapan sawahnya kita kasih air? Kekeringan sudah terjadi di beberapa tempat. Kita berkejaran dengan waktu. Telat tanam berarti kita tidak berproduksi,” tegasnya.
Advertisement
Lakukan Perluasan Areal Tanam
Arief menambahkan, Program Kementan saat ini butuh dukungan semua pihak, dan seluruh elemen di Kementan sedang berkonsentrasi turun ke lapangan untuk Perluasan Areal Tanam (PAT), mengoptimalkan lahan yang ada, dan memasang pompa air bagi wilayah yang potensial untuk tetap berproduksi di musim kemarau.
“Pak Mentan Amran, Pak Wamentan Sudaryono, para pejabat dan staf turun semua ke lapangan. Semua terbagi dalam posko-posko di provinsi dan kabupaten. Ini soal penyediaan pangan yang serius. Telat tanam, berarti masalah produksi,” lanjut Arief.
Arief menilai pernyataan pompa sebagai program kurang efektif juga sangat berbahaya dan menyakiti hati petani. Bagaimana tidak, saat ini Kementan dan petani sedang berjuang melakukan perluasan areal tanam di lahan-lahan tadah hujan yang kondisi keringnya sangat memprihatinkan.
"Saat ini Kementan sedang berjuang mengatasi dampak perubahan iklim secara cepat, dan petani senang kok. Kunci bertani kan ketersediaan air. Itu yang sedang kita garap untuk petani. Jadi mari dukunglah upaya ini,” tambah Arief.
Arief mengajak para akademisi dan pengamat untuk bersama mengawasi program ini agar berjalan baik, bahkan mempersilahkan bila ingin terlibat langsung dalam program nyata membantu petani.
“Kita sudah sebar lebih dari 30 ribu pompa air. Kita ingin swasembada cepat dan selesai dengan urusan impor pangan. Jadi dukunglah kerja Kementan,” tuturnya.