Kisah Petani Muda di Jambi Sukses Kembangkan Holtikultura Lahan Gambut

Lahan gambut yang yang berada di Desa Pematang Rahim, Tanjab Timur, Jambi, tak meyurutkan petani terus berinoasi. Sekitar satu hektare lahan di di desa itu dioptimalkan untuk budidaya tanaman holtikultura.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 16 Okt 2024, 00:00 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2024, 00:00 WIB
Tanaman Semangka
M Ardana menunjukan buah semangka yang ia tanam di lahan gambut di Desa Pematang Rahim, Tanjab Timur, Jambi, Kamis (10/10/2024). Petani muda tersebut mengembangkan tanaman holtikultura dengan sistem mulsa tanpa olah tanah. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Liputan6.com, Jambi - M Ardana (30) petani yang berasal Desa Pematang Rahim, Kecamatan Mendahara Ulu, Kabupaten Tanjab Timur, Jambi, memilih menanam tanaman holtikultura. Dia menjadi satu-satunya petani muda yang memilih mengembangkan berbagai tanaman pangan di tengah masih primadonanya sektor kelapa sawit.

"Saya berminat tanaman holtikultura ini karena kontur lahannya cocok. Kalau semua nanam sawit, nanti desa enggak punya produk pangan sayur-mayur," kata Ardana ketika ditemui di lahannya, Kamis (10/10/2024).

Sudah setahun ini, Ardana mengembangkan tanaman pangan holtikultura dengan sistem mulsa tanpa olah tanah (MTOT). Di atas lahan gambut yang luasnya hampir satu hektare itu, dia menanam lima jenis tanaman yang dibagi menjadi beberapa bagian. Hal ini menjadi diversifikasi produk pertaniannya.

Adapun lima variasi jenis tanaman holtikultura ini meliputi: semangka, gambas, pare, kacang panjang, mentimun. Dari berbagai jenis tanaman ini, Ardana sudah memetik hasil panen.

"Untuk kacang panjang sudah 7 kali panen, hasilnya lebih kuranh 470 kilogram. Sedangkan mentimun hasilnya yang sudah panen sebanyak 1,7 ton," kata Ardana.

Penjualan hasil panen holtikultura di desanya tak sulit. Menurutnya, dia tak perlu menjual hasilnya keluar desa. Melainkan ada pembeli yang datang langsung ke kebunnya. Setiap satu kilogram mentimun dan kacang panjang dijual Rp5.000.

Saat ini Ardana sedang menunggu panen perdana semangka. Di perkirakan sekitar 15 hari kedepan, semangkan jenis big mardy sudah memasuki masa panen. Semangka lonjong mulai menyembul di antara daun-daun yang merambat di atas lahan gambut.

Kini Ardana makin semangat Bertani setelah dia berhasil menerapkan sistem pertanian MTOT atau mulsa organik. Menurut dia, penerapan teknik mulsa organik bisa produktivitas hasil kebun holtikultura. Menggunakan teknik mulsa organik juga bisa menurunkan biaya perawatan tanaman dan mengurangi pupuk kimia serta pestisida.

"Dari segi biaya dan perawatan lebih menguntungkan menggunakan metode mulsa organik. Saya selalu menerapkannya karena petani yang dikejar kan operasionalnya yang murah," kata Ardana menjelaskan.

Sementara itu, Kepala Desa Pematang Rahim M Dong mengapresiasi petani muda yang mau mengembangkan tanaman holtikultura. Sebab, saat ini sebagian besar masyarakat di desanya bekerja di sektor kelapa sawit.

Dengan adanya pertanian holtikultura ini, kedepan dia yakin bisa meningkatkan ketahanan pangan. Hasil pertanian diharapkan bisa memasok kebutuhan untuk desa dan sekitarnya.

"Pemdes akan menyiapkan satu hektare lahan untuk tanaman holtikulura yang nantinya menggunakan sistem mulsa organik. Kami juga terus berkoordinasi bagaimana taraf hidup warga desa dapat meningkat dengan cara bertani secara ramah lingkungan dan berkelanjutan," kata M Dong.

Cara Kerja Sistem Mulsa Organik

Panen Kacang Panjang
M Ardana (kanan) memanen kacang panjang di lahan gambut di Desa Pematang Rahim, Tanjab Timur, Jambi, Kamis (10/10/2024). Petani muda tersebut mengembangkan tanaman holtikultura dengan sistem mulsa tanpa olah tanah. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Ardana adalah kader Udara Bersih Indonesia yang merupakan program Yayasan Field Indonesia untuk pertanian ramah lingkungan dan bekelanjutan. Di Desa Pematang Rahim, yang sebagian besar didomiasi sektor perkebunan kelapa sawit ini, Ardana berupaya mengenalkan kepada petani untuk melakukan diversifikasi produk pertanian melalui praktik mulsa organik.

Feki Okrizal Fasilitator Yayasan Field Indonesia untuk Provinsi Jambi menjelaskan, motode mulsa tanpa olah tanah (MTOT) atau mulsa organik bisa menjadi praktik baik bagi para petani. Mulsa organik kata dia, mendatangkan banyak manfaat, seperti; menghemat biaya produksi karena bahannya mudah didapatkan.

Metode ini dinilai ramah lingkungan karena tidak perlu membakar saat membuka kebun. cukup mengumpulkan sisa-sisa tanaman atau gulma yang kemudian dijadikan sebagai lapisan pelindung.

Selain itu metode mulsa organik juga mudah terurai, dan bisa meningkatkan kandungan organik dalam tanah. Mulsa merupakan material yang dapat digunakan untuk menutup bedengan tanam.Bahan baku mulsa organik hanya cukup memakai bahan sisa-sisa tanaman atau rumput. Mulsa organik dapat sebagi alternatif bahan pupuk alami untuk tanaman menjadi nutrisi.

Sisa-sisa tanaman di lahan pertanian sambung Feki, umumnya dibakar, saat membuka lahan juga dibakar. Hal ini bisa berdampak pada polusi udara, dan jadi penyebab terjadinya kebakaran lahan.

Untuk mengurangi polusi dan untuk meningkatkan pertanian ramah lingkungan, ada empat teknik pertanian holtikultura yang dikembangkan oleh kader UBI.

Dalam program Udara Bersih Indonesia (UBI) itu telah diterapkan oleh sejumlah kader di tiga daerah di Provinsi Jambi; Tanjungjabung Barat, Tanjungjabung Timur, dan Muaro Jambi. Ketiga daerah ini selalu menjadi langganan kebakaran hutan dan lahan yang berdampak pada kabut asap dan menciptakan polusi udara.

"Sistem pertanian mulsa tanpa olah tanah sangat ekonomis, tidak banyak biaya karena bahannya sudah ada di dekat lahan petani, mulsa organik bisa membantu kelebaban tanah jadi terjaga," kata Feki.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya