Liputan6.com, Palembang - Salah satu crazy rich asal Palembang Sumatera Selatan (Sumsel), Kemas Haji Abdul Halim Ali, atau dikenal Haji Alim, sedang mengalami dua musibah sekaligus.
Dia harus kehilangan istri tercintanya, Nyimas Aminah (83), yang wafat pada Rabu (11/12/2024) lalu di salah satu rumah sakit di Kota Palembang Sumsel.
Advertisement
Di hari bersamaan, Bagio Wilujeng dan Djoko Purnomo, kedua karyawannya di Sentosa Kurnia Bahagia (SKB) yang bergerak di perkebunan kelapa sawit, divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Lubuklinggau Sumsel.
Advertisement
Crazy Rich Palembang Haji Halim berkata, dirinya merasa malu kepada kedua karyawannya, yang sudah bekerja keras selama ini, tapi harus mendapatkan cobaan begitu berat. Dia mempertanyakan kesalahan apa yang membuat kedua karyawannya itu harus merasakan jeruji besi, karena konflik dengan PT GPU.
Baca Juga
Keduanya dinyatakan terbukti melakukan pemalsuan dokumen dalam proses permohonan Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah Musi Banyuasin Sumsel, saat sidang pada Rabu (11/12/2024) lalu.
“Pengadilan itu tempatnya mencari keadilan. Saya malu, saya minta maaf kepada mereka—Bagio dan Djoko. Salahnya apa. Apa dasarnya mereka dihukum. Mereka hanya menjalankan prosedur. Mereka itu beritikad baik,” ucapnya di Palembang, Senin (16/12/2024).
Haji Halim menyesalkan cara-cara yang digunakan PT GPU, diduga menebar narasi negatif terkait dirinya dan karyawannya tersebut, terlebih dilakukan di saat dia lagi berduka atas kepulangan istrinya.
Dia pun menantang PN Lubuklinggau untuk membuktikan satu saja lahan yang dokumennya dipalsukan. Karena selama membuka lahan perusahaannya, ada banyak saksi, mulai dari camat, kepala desa hingga Bupati Musi Banyuasin Sumsel di masa itu.
Pengacara kedua karyawan PT SKB Adnial Roemza yang juga tim kuasa hukum PT SKB dari firma hukum Ihza & Ihza menyesalkan putusan majelis hakim PN Lubuklinggau Sumsel.
Menurutnya, majelis hakim PN Lubuklinggau Sumsel telah mengabaikan prinsip-prinsip hukum dan fakta-fakta persidangan. Apalagi kedua karyawan PT SKB divonis hukuman dua tahun penjara.
Adnial Roemza mengklaim, PN Lubuklinggau sumsel telah mengabaikan fakta hukum, karena dinilainya PT GPU tidak memiliki dasar hukum atas kepemilikan tanah di lokasi yang dipermasalahkan itu.
Terlebih kepemilikan HGU atas nama PT SKB itu telah diakui dan berkekuatan hukum tetap sesuai Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 554 K/TUN/2024 tertanggal 2 Desember 2024.
“Kalau memang hakim mau mencari kebenaran materiil seharusnya tidak boleh mengabaikan fakta-fakta yang ada. Meskipun fakta tersebut datangnya belakangan,” ungkapnya di Palembang.
Sengketa Batas Wilayah
Ditambahkan Satria Narayya, juga dari firma Ihza & Ihza, yang menjadi kuasa PT SKB, Bagio dan Djoko hanya menjalankan pembebasan lahan serta pengajuan HGU berdasarkan konsultasi dan arahan serta legitimasi para pejabat dari instansi yang berwenang, yakni dari Kepala Desa Sako Suban dan Camat Batanghari Leko. Sehingga, unsur niat jahat yang menjadi inti dalam perkara pidana ini tidak terpenuhi.
“Ketidakpastian hukum yang timbul akibat sengketa batas wilayah seharusnya tidak dibebankan kepada mereka melainkan merupakan tanggung jawab penyelenggara negara. Ada indikasi pelanggaran prinsip-prinsip hukum sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD 1945,” ucapnya.
Kendati demikian, tim kuasa hukum PT SKB menyatakan menghormati keputusan itu. PT SKB mendapat tudingan merekayasa dokumen tanah dan dokumen-dokumen lainnya sebagai syarat terbitnya HGU dari PT GPU.
Sebab, pada saat gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Musi Banyuasin pada November 2024 lalu, SD Negeri (SDN) Sako Suban digunakan sebagai Tempat Pemungutan Suara (TPS). Padahal, berdasarkan Permendagri No. 76/2014, TPS tersebut berada di wilayah Kabupaten Musirawas Utara (Muratara).
“Ini menunjukkan adanya tumpang tindih administratif yang berdampak pada aspek legal, sosial, dan politik di kawasan tersebut,” ujar Adnial.
Advertisement