Liputan6.com, Yogyakarta - Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf menyebut kritik terhadap program Sekolah Rakyat (SR) yang disamakan di zaman kolonialisme sifatnya pribadi dan sekedar imajinasi saja. Sekolah Rakyat bakal dihadirkan secepatnya dan Kemensos menerima masukkan dari banyak pihak.
Di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (17/1/2025), Mensos Saifullah Yusuf kembali menegaskan Sekolah Rakyat sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto merupakan sekolah yang dikhususkan untuk menampung anak-anak dari keluarga miskin ekstrim.
“Besok saya dengan Muhammad Nuh (Menteri Pendidikan Nasional 2009-2014), akan menengok satu sekolah di Solo yang sudah memulai memberikan kesempatan kepada mereka yang miskin,” katanya.
Advertisement
Baca Juga
Dengan melakukan studi banding, Gus Ipul, panggilan lain Saifullah Yusuf, menyebut pihaknya membuka diri pada masukkan dari banyak pihak untuk menerjemahkan keinginan Presiden tentang Sekolah Rakyat.
Semua masukkan akan dimasukkan dalam simulasi-simulasi maupun skema bentuk maupun konsep Sekolah Rakyat. Kemensos saat ini memang belum memiliki gambaran, tapi pada waktunya nanti akan disampaikan ke publik.
“Kalau kita ingin secepatnya. Misalnya dibutuhkan cepat, ada gedung milik Kemensos yang bisa dipakai mengawali,” terangnya.
Terkait munculnya kritik-kritik, Gus Ipul menganggap hal itu sangat bersifat pribadi. Terlebih kritik yang disampaikan menyamakan Sekolah Rakyat dengan program serupa di masa penjajahan, disebutnya hanya imajinasi.
Dirinya menegaskan yang jelas Sekolah Rakyat ini ditujukan untuk melahirkan agen-agen perubahan untuk keluarga dan lingkungan yang selama ini dikategorikan sebagai keluarga miskin ekstrem.
Simak Video Pilihan Ini:
Kritik Akademisi
Sebelumnya, Dosen Program Studi Manajemen Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, Subarsono mengatakan program Sekolah Rakyat di bawah Kemensos kurang tepat. Seharusnya ditangani Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
“Program ini belum terlalu mendesak dilaksanakan, karena melihat kenyataan masih banyak sekolah konvensional yang membutuhkan perhatian pemerintah. Mulai dari bangunan sekolah yang rusak hingga gaji para guru terutama guru honorer yang masih memprihatinkan,” terangnya.
Apabila menilik ke belakang, kata Subarsono, Sekolah Rakyat memang memiliki sejarah di masa penjajahan Belanda. Dengan adanya program Sekolah Rakyat kemungkinan akan terbentuk stigma negatif di kalangan masyarakat mengenai penamaannya.
Sejarahnya memang sekolah rakyat sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda yang kemudian diubah menjadi sekolah dasar. Adanya istilah tersebut dikhawatirkan adanya diskriminasi karena sudah ada sekolah dasar.
“Sebaiknya untuk penamaannya Sekolah Unggulan saja jangan Sekolah Rakyat, sehingga tidak menciptakan dualisme dengan adanya terminologi baru yang muncul,” ungkapnya.
Advertisement