Filosofi Getuk Kethek, Kuliner Tradisional Salatiga Simbol Budaya Kuliner Jawa Tengah

Menurut cerita turun-temurun, penamaan Getuk Kethek bermula dari seorang penjual getuk di Salatiga yang memiliki kebiasaan unik

oleh Panji Prayitno diperbarui 25 Jan 2025, 12:00 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2025, 12:00 WIB
Filosofi Getuk Kethek, Kuliner Tradisional Salatiga Simbol Budaya Kuliner Jawa Tengah
Getuk Kethek./Youtube.com/ARUM COOKING... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Getuk Kethek adalah salah satu kuliner tradisional khas Salatiga Jawa Tengah yang memiliki cita rasa unik serta kisah sejarah menarik di balik namanya.

Getuk ini tidak hanya menjadi simbol budaya kuliner Jawa Tengah, tetapi juga bukti keindahan tradisi masyarakat Salatiga yang terus terjaga. Getuk Kethek terbuat dari bahan dasar singkong yang diolah dengan cara sederhana, tetapi menghasilkan rasa manis yang khas, lembut di lidah, dan aroma yang menggugah selera.

Nama Kethek sendiri yang dalam bahasa Jawa berarti monyet memiliki cerita unik yang erat kaitannya dengan proses pembuatannya dan sejarah kuliner Salatiga di masa lampau. Menurut cerita turun-temurun, penamaan Getuk Kethek bermula dari seorang penjual getuk di Salatiga yang memiliki kebiasaan unik.

Penjual tersebut konon memelihara seekor monyet yang selalu dibawanya saat menjajakan dagangan. Monyet ini sering menarik perhatian pembeli dengan tingkah lucunya, sehingga orang-orang mulai menyebut getuk yang dijualnya sebagai Getuk Kethek.

Meskipun monyet tersebut kini hanya menjadi kenangan, nama Getuk Kethek tetap melekat hingga sekarang sebagai identitas kuliner khas Salatiga. Hal ini menjadi bukti bagaimana tradisi dan cerita rakyat mampu memberi warna tersendiri pada makanan lokal.

Dari segi rasa, Getuk Kethek memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan jenis getuk lainnya. Singkong yang digunakan dipilih dari bahan berkualitas, direbus hingga empuk, lalu dihaluskan dengan cara tradisional.

Biasanya, getuk ini diberi tambahan gula Jawa dan parutan kelapa yang memberikan rasa manis gurih yang seimbang. Proses pengolahan yang masih dilakukan secara tradisional ini menciptakan tekstur getuk yang lembut dan kaya akan cita rasa alami.

Identitas Salatiga

Salah satu daya tarik lainnya adalah penyajiannya yang sering menggunakan daun pisang sebagai alas, memberikan kesan autentik dan ramah lingkungan, sekaligus meningkatkan aroma khas yang menggugah selera.

Selain kelezatannya, Getuk Kethek juga memiliki nilai filosofis yang mendalam. Makanan ini mencerminkan kesederhanaan hidup masyarakat Jawa yang selalu menghargai apa yang diberikan oleh alam.

Singkong, sebagai bahan utama, adalah tanaman yang mudah didapatkan dan sering menjadi simbol ketahanan pangan bagi masyarakat pedesaan. Dengan diolah menjadi Getuk Kethek, singkong yang sederhana berubah menjadi hidangan yang istimewa, melambangkan bahwa kesederhanaan dapat menjadi sesuatu yang bernilai tinggi jika dirawat dengan baik.

Filosofi ini sejalan dengan prinsip hidup orang Jawa yang selalu mengedepankan rasa syukur dan harmoni dengan alam. Saat ini, Getuk Kethek masih dapat ditemukan di beberapa sudut kota Salatiga, terutama di pasar tradisional atau acara-acara budaya.

Beberapa penjual bahkan mempertahankan metode tradisional dalam pengolahannya untuk menjaga cita rasa dan autentisitasnya. Namun, seiring perkembangan zaman, ada juga inovasi dalam penyajian Getuk Kethek, seperti tambahan topping modern seperti cokelat atau keju untuk menarik minat generasi muda.

Meskipun demikian, inti dari makanan ini tetap pada rasa otentik yang tidak tergantikan. Melalui makanan ini, masyarakat Salatiga dapat memperkenalkan kekayaan tradisi kuliner mereka kepada dunia.

Dengan terus menjaga keunikan dan cerita di baliknya, Getuk Kethek akan selalu menjadi bagian penting dari identitas Salatiga, mengingatkan kita semua akan pentingnya melestarikan warisan budaya dalam setiap gigitan yang kita nikmati.

Penulis: Belvana Fasya Saad

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya